Visi Pasangan Capres dan Cawapres Kita

Sumber Foto: https://asset.kompas.com/crop/67×0:742×450/750×500/data/photo/2018/08/13/2986384311.JPG

Oleh: Tomson Sabungan Silalahi
Visi
dan misi pasangan calon presiden dan wakil presiden selalu menarik untuk
ditilik. Setiap pasangan calon beserta timnya pastilah merasa bahwa visi dan
misi merekalah yang lebih baik bila dibandingkan dengan visi dan misi pasangan
lainnya. Sah-sah saja sebenarnya, justeru akan terasa aneh jika ada pasangan
calon beserta timnya merasa kalau visi dan misi pasangan lainlah yang lebih
baik.
Tulisan
ini akan mencoba membahas apa saja yang bisa dibahas dari visi pasangan Capres dan Cawapres Kita. Maka
tulisan ini bukan bermaksud sebagai bentuk dukungan ke salah satu calon dan
kesimpulannya diserahkan kepada para pembacanya. Tulisan ini murni persepsi
penulis yang bisa saja tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan tim-tim penulis
visi-visi itu ketika menulisnya sedemikian rupa.
Pasangan
calon presiden dan wakil presiden dengan nomor urut 01 memiliki visi seperti
berikut: “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian, berlandaskan gotong-royong”. Sebelum dibandingkan dengan visi
pasangan calon nomor urut 02 baiklah kita bahas dulu visi pasangan calon nomor
01 di muka.
Visi
nomor urut 01 ini menunjukkan kerunutan pola pikir penyusunnya. Pasangan ini
ingin mewujudkan ‘Indonesia maju yang berdaulat’, jadi bukan sekedar ‘maju’
namun ‘berdaulat’ juga. Karena ada banyak negara maju dimana masyarakatnya
tidak bahagia. Tidak bahagia karena sumber daya alamnya tidak sepenuhnya
dikuasai oleh negara. Setelah lima kata pertama kemudian muncul kata ‘mandiri’
lagi-lagi ini mau menyatakan bahwa hanya negara yang mandirilah yang
memungkinkan untuk maju yang berdaulat. Pasangan ini sangat paham benar bahwa
selama kita masih bergantung pada orang (baca: negara) lain, negara ini tidak
akan pernah bisa berdaulat, dan tidak akan maju-maju.
Menjadi
negara yang mandiri tentu harus dibarengi dengan negara (termasuk pemerintah
dan masyarakatnya) yang ‘berkepribadian’. Sepikiran dengan Mochtar Lubis, tim
ini merasakan bahwa negara Indonesia (pemerintah dan masyarakatnya: manusia
Indonesia ) belum berkepribadian, senada dengan sifat ke-6 manusia Indonesia
yang disarikan oleh Mochtar Lubis dalam ceramahnya pada 6 Aprul 1977 di Taman
Izmail Marzuki – Jakarta, bahwa manusia Indonesia masih ‘lemah watak dan
karakternya’.

Terakhir,
ada frasa ‘berlandaskan gotong-royong’, pasangan calon nomor 01 ini seperti mau
menyatakan bahwa semua hal baik yang sudah disampaikan pada baris kata-kata di
awal itu akan mudah terwujud jika dilandasi gotong-royong. Untuk menjadi negara
yang maju yang berdaulat tidak hanya tugas pemerintah (coi), bahwa masyarakatpun
harus turut andil, harus bekerja bersama-sama. Masyarakatnya harus saling
bantu-membantu dan tolong-menolong. 

Seperti hendak mengatakan bahwa masyarakat
kita belum sepenuhnya menerapkan prinsip gotong-royong yang selalu kita
bangga-banggakan selama ini, sehingga negara ini tidak maju-maju. Sebenarnya
kita mau kok saling tolong-menolong dan bantu-membantu tapi elit-elit
politiknya jangan mengadu domba juga dong ya! Eh! Singkatnya pasangan calon
nomor urut 01 memandang bahwa Indonesia saat ini masih belum (begitu) maju.
Pasangan
calon nomor urut 02 memiliki visi sebagai berikut: “Terwujudnya Bangsa dan
Negara Republik Indonesia yang adil, makmur bermartabat, relijius, berdaulat di
bidang politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi, dan berkepribadian
nasional yang kuat di bidang budaya serta menjamin kehidupan yang rukun antar
warga negara tanpa memandang suku, agama, latar belakang sosial dan rasnya
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945”. Runut sih, tapi lumayan panjang juga.
Frasa
‘Terwujudnya Bangsa dan Negara Republik Indonesia’ sebenarnya sama dengan
‘Terwujudnya Indonesia’ dalam visi pasangan calon nomor urut 01. Namun
sepertinya pasangan ini mau mempertegas kembali bahwa ‘bangsa’ dan ‘negara’ adalah
dua hal yang berbeda, dan keduanya harus sama-sama adil dan memberikan
keadilan, terutama negara, yang memiliki kekuasaan yang tertinggi yang sah yang
ditaati oleh rakyatnya.
Bangsa
dan negara yang adil hanya bisa terwujud jika sudah ‘makmur bermartabat’, tidak
hanya makmur untuk diri sendiri tetapi harus mampu memakmurkan orang lain agar
bermartabat. Untuk bisa mencapai makmur bermartabat itu, bangsa dan
negaranyapun harus ‘relijius’ (religius). Interpretasinya bisa jadi pasangan
ini melihat selama ini bangsa dan negara Indonesia kurang religius, atau
mengaku-ngaku religius tapi tidak melaksanakan apa-apa yang dianjurkan di dalam
agamanya masing-masing, saling menghargai misalnya.
Kemudian
muncul frasa ‘berdaulat di bidang politik’, artinya pasangan calon nomor urut
02 masih melihat bahwa politik kita masih selalu bergantung dengan negara
asing. Dan daulat di bidang politik itu bisa terwujud jika bangsa dan negara
ini ‘berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi’, sederhananya kita harus
mandiri. Sependapat dengan pasangan nomor urut 01.
Kemudian
ditutup dengan frasa: ‘dan berkepribadian nasional yang kuat di bidang budaya
serta menjamin kehidupan yang rukun antar warga negara tanpa memandang suku,
agama, latar belakang sosial dan rasnya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945’. Kata ‘berkepribadian’ juga muncul
pada visi pasangan calon nomor urut 01, namun pasangan ini menganggap bahwa
perlu ditegaskan kembali bahwa bangsa dan negara harus merujuk pada kepribadian
nasional, tanpa membeda-bedakan, bahwa secara nasional walau kita berbeda-beda
tetapi kita tetap satu di dalam Indonesia.
Pasangan
ini sepertinya memandang bahwa ketidakrukunan itu terjadi (dan masih terlalu
gampang ditemukan) karena kita dalam berbangsa dan bernegara belum seutuhnya
berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI tahun 1945. Sehingga perlu kiranya
untuk mengingatkannya kembali.
Kedua
pasangan capres dan cawapres sebenarnya menginginkan Indonesia yang lebih baik
lagi. Walau memang tampak mirip, namun sangat kelihatan sebenarnya latar
belakang mereka merumuskan visi masing-masing pasangan.
Visi
pasangan nomor urut 01 yang sangat sederhana seperti hendak mengatakan bahwa
selama petahana memerintah sebenarnya sudah sangat bagus tapi perlu ditingkatkan
lagi agar lebih maju. Dan tantangan-tantangan yang perlu diantisipasi adalah
seperti, Indonesia belum mandiri, kepribadian (masyarakatnya) yang mungkin
masih mencla-mencle, dan alih-alih semakin rukun malah nilai gotong-royong yang
mulai pudar.
Sedang
visi pasangan nomor urut 02 yang jauh dari kata sederhana seperti hendak
mengatakan bahwa, masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibereskan. Sangat
terasa ketika pasangan ini mengangat kata ‘adil’ sebagai kata kunci di dalam
visinya, sedangkan pasangan yang lain mengangkat kata ‘maju’ sebagai kata
kunci. Indonesia yang sudah adil akan mudah naik tingkat menjadi maju. Dan
menurut pasangan nomor urut 02 ini, Indonesia masih jauh dari kata adil.
Alih-alih maju, keadilan mesti ditegakkan dulu, bung!
Demikian
dulu tebak-tebakan makna visi kedua pasangan capres dan cawapres kita, kita
nantikan debat kandidat yang akan mengupas tuntas visi dan misi kedua pasangan.
Semoga masyarakat Indonesia boleh menentukan jagoannya tanpa ragu-ragu. Jangan
tanya jagoanku siapa, masih menunggu debat kandidat (berusaha sediplomatis
mungkin). Salam #Kita_Indonesia.
*Penulis adalah, Sekretaris Jenderal PP PMKRI
periode 2018-2020. Penulis buku “ .id-Jejak Pencarian’’.

Exit mobile version