Sudah 75 tahun Indonesia merdeka namun petani jauh dari kata kesejahteraan. Tata kelola pemerintahan yang buruk membuat para petani tidak sejahtera karena kebijakan yang selalu pro terhadap oligarki.
Petani sebagai penyanggah tatanan nasional kata Bung Karno seharusnya disejahterakan, namun kenyataanya perampasan lahan terjadi dimana-mana dengan alasan pembangunan, kelangkaan pupuk membuat para petani penghasilanya turun, impor beras pada saat petani lagi memanen sehingga harga gabah turun dan belum lagi monopoli harga komodity.
Masalah seperti ini sebenarnya menjadi perhatian pemerintah karena bangsa yang kuat adalah dimana negara menjamin perutnya kenyang.
Namun masalah yang saya sebutkan diatas belum teratasi, muncul lagi masalah baru, omnibus law cipta kerja khusunya pada pasal 125 ayat (4) tentang bank tanah, bahwa fungsi dari bank tanah melaksanakan perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan dan pendistribusian tanah.
Dengan demikian maka untuk terbentuknya badan ini, membutuhkan sarana dan prasarana baru yang bersumber dari APBN, padahal sudah ada kementrian ATR yang tugasnya jelas tetapi disebutkan lagi dalam bank tanah yakni perolehan dan pemanfaatan tanah.
Ketakutan terbesar petani hari ini adalah pemerintah mengunakan abouse of power atau kekuasaan sewenang-wenang pada bank tanah maka bisa terjadi domein verklaring (tanah milik kekuasaan) seperti pada zaman imprealisme Belanda.
Dengan bekal kekuatan hukum legal penguasa semena-mena mengambil paksa atau ganti rugi yang tidak wajar tanah rakyat untuk menjadi tanah Negara. Disamping itu terbentuknya UU cipta kerja ini memang ditujukan kepada investor agar memperlicin usahanya, apabila tanah individual/adat diambil dengan dalih UU.
Imbas dari UU ini adalah petani, karena tidak mempunyai lahan untuk bertani dan berdampak terhadap pendapatan petani.
*Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Makassar 2021/2022, Petrus Dala.
Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Cabang Makassar 2021/2022, Petrus Dala. |