TELAAH HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA

Foto. Dok. Pribadi

Oleh: Lembaga
Kajian, Penelitian, dan Pengembangan Pengurus Pusat PMKRI St. Thomas Aquinas.

Ketua:
Alfred R. Januar Nabal

Anggota : Viktorianus Lado Wea dan Soziduhu Gulo

Kasus perdagangan manusia (human
trafficking
) merupakan permasalahan sosial dan kemanusiaan yang mendera
banyak negara ASEAN. Negara-negara ini menjadi sumber sekaligus tujuan
perdagangan manusia.
Sindikat perdagangan manusia ini melintasi batas-batas negara, dilakukan secara
terorganisir, dan prakteknya terus berkembang luas.  

Anak-anak, perempuan, dan laki-laki dari Filipina menjadi korbaneksploitasi seksual dalam tenaga
kerja di Timur Tengah,Malaysia, Hongkong, Singapura, Jepang,Afrika Selatan,
Amerika Utara, dan Eropa. Filipina juga menjadi negara tujuan perdagangan
manusia dari China, Jepang, Korea Utara, dan Rusia untuk eksploitasi seksual.
Sementara itu, Malaysia sering menjadi negara tujuan perdagangan manusia.
Korban perdagangan manusia di Malaysia berasal dari
Indonesia, Thailand, Filipina,
Kamboja,Vietnam, Burma, India, Nepal, Bangladesh,Pakistan, dan China. Dalam
jumlah sedikit, etnis China yang berasal dari Malaysia menjadi korban
perdagangan manusia di negara Singapura, Macau, Hongkong,Taiwan, Jepang,
Australia, Kanada, danAmerika.

Thailand juga menjadi negara
sumber perdagangan manusia. Mereka mengirim ke Jepang,Malaysia, Afrika Selatan,
Bahrain,Australia, Singapura, Eropa, Kanada, danAmerika untuk eksploitasi
seksual dan tengakerja.Sebagai negara tujuan, Thailand mengimportenaga kerja
ilegal yang dipekerjakan paksasecara tenaga dan seksual dari Burma,Kamboja,
Laos, China, Rusia, dan Uzbekistan.
Sebagai
sumber perdagangan manusia, negara Vietnam mengirim ke Kamboja,
China, Thailand, Hongkong,Macau, Malaysia, Taiwan, Korea Selatan,Amerika, dan
Republik Ceko. Sebagainegara tujuan, Vietnam mengimpor anak-anak dari Kamboja.

Indonesia menjadi satu negara
di ASEAN yang mengalami persoalan perdagangan manusia. Indonesia menjadi negara
sumber maupun tujuan dari perdagangan manusia. Banyak perempuan dan anak-anak
dikirim ke negara Malaysia, Singapura, Brunei, Taiwan,Jepang, Hongkong, dan
Timur Tengah.
Indonesia juga
menjadi negara tujuan perdagangan manusia yang berasal dari China, Thailand,
Hongkong, Uzbekistan, Belanda, Polandia, Venezuela, Spanyol, dan Ukraina dengan
tujuan eksploitasi seksual.

INDONESIA DARURAT HUMAN TRAFFICKING

Human
trafficking

telah menjadi persoalan laten di Indonesia. Karakteristiknya bersifat represif
dengan tujuan mengekploitasi manusia. Warga Negara Indonesia dieksploitasi
menjadi pekerja paksa di luar negeri. Mereka dipekerjakan sebagai buruh pabrik,
pembantu rumah tangga, pekerja konstruksi, dan menjadi pekerja seks komersial. Jumlah pekerja migran Indonesia yang
terjebak dalam situasi kerja paksa, termasuk terjebak jeratan hutang, baik di
Asia, Timur Tengah maupun di kapal-kapal penangkapan ikan, cukup signifikan. Masalah human trafficking digolongkan
sebagai kejahatan luar biasa, karena memiliki pengaruh yang luas dan dampak
ancaman yang besar. Selain itu, praktek kejahatan human trafficking ini
melintasi batas-batas negara (transnasional).

Laporan
International Organization for Migration (IOM) menyebutkan, jumlah
korban human trafficking di Indonesia antara tahun 2005 – 2017 mencapai
8876 orang.
Korban perempuan tetap menduduki peringkat paling besar yang mengalami
perdagangan manusia. Korban anak-anak di bawah umur mencapai 15 persen.
Laki-laki menjadi korban human trafficking sebelumnya bekerja sebagai
Anak Buah Kapal (ABK). 
Kemudian, pada tahun 2015, mayoritas
korban sindikat perdagangan manusia didominasi kelompok Buruh Migran Indonesia
(BMI) yang dikenal dengan sebutan Tenaga Kerja Indonesia.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan memperkirakan, terdapat 20 persen tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri menjadi korban human
trafficking
. Organisasi Migrasi Internasional (IOM) menambahkan, 70 persen
modus perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI secara
ilegal ke luar negeri. 
Kedutaan
Besar dan Konsulat AS di Indonesia dalam laporannya pada tahun 2016 menyatakan,
Indonesia menjadi salah satu negara
asal utama, tujuan, dan transit bagi laki-laki, perempuan, dan anak-anak
Indonesia untuk menjadi pekerja paksa dan korban perdagangan seks. Pemerintah memperkirakan,
sekitar 1,9 juta dari 4,5 juta orang Indonesia yang bekerja di luar negeri
tidak memiliki dokumen atau melewati batas waktu izin tinggal. Jumlah ini
didominasi oleh perempuan dan diikuti anak-anak. Situasi ini menjadi potensi
terjadinya perdagangan manusia.

UNICEF
memperkirakan, terdapat 100.000 perempuan dan anak di Indonesia diperdagangkan setiap tahun untuk
eksploitasi seksual komersial di Indonesia dan luar negeri. Sekitar 30 persen
perempuan pelacur di Indonesia di bawah usia 18 tahun dan 40.000-70.000 anak
jadi korban perdagangan manusia.

Pada tahun
2017, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri berhasil memulangkan 1083
korban perdagangan manusia. Dari jumlah tersebut, 1078 merupakan perempuan
dewasa, sisanya anak-anak. Sementara itu, dalam
kurun waktu tiga bulan di tahun 2018, terdapat 32 kasus perdagangan manusia
yang menyasar kepada anak-anak.  
Setiap
provinsi di Indonesia merupakan daerah asal sekaligus tujuan perdagangan orang.
Wilayah yang diperkirakan menjadi pusat perekrutan adalah Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, dan Bali. Praktek human trafficking telah masuk ke
daerah-daerah. Daerah Jawa Barat menempati posisi teratas sebagai daerah yang mengalami
human trafficking pada tahun 2015, dengan jumlah korban mencapai 2151 orang.
Posisi ke dua ditempati Jawa Tengah dengan jumlah korban 909 orang. Kalimantan
berada di posisi ke tiga dengan jumlah korban 732 orang. 
Di tahun 2017, pemerintah menetapkan lima daerah yang masuk kategori zona merah human trafficking. Ke
lima daerah tersebut antara lain NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa
Barat. Pada akhir tahun 2017, NTT menempati posisi atas sebagai daerah yang mengalami human
traffcking.

Masuknya NTT dalam zona merah human trafficking dalam beberapa tahun
terakhir merupakan suatu hal yang cukup mengejutkan. Sebelumnya, NTT tidak
masuk dalam peringkat atas untuk daerah yang terdampak masalah human
trafficking.
Hal ini menandakan, jumlah kasus human trafficking di
NTT meningkat dengan sangat signifikan. SelamaTahun 2015
sampai pertengahan tahun 2016, sebanyak 1667 TKW asal NTT menjadi korban human
trafficking
. Jumlah kasus human trafficking di NTT tahun 2016 mencapai 400
kasus. Tahun 2017, terdapat 137 kasus human trafficking berhasil
terungkap ke publik.

Rentetan
data yang tersaji dalam tulisan ini menunjukkan fakta bahwa Indonesia berada
dalam kondisi darurat human trafficking. Perdagangan manusia
sebagai praktek perbudakan di era kontemporer telah lama dialami bangsa ini.
Praktek-praktek ini akan terus terjadi di Indonesia di masa mendatang seiring
berkembangnya teknologi informasi, komunikasi, dan transformasi. Human
trafficking
sebagai sindikat kejahatan internasional akan terus mencari
mangsanya karena modus kejahatan perdagangan manusia ini semakin canggih dan
terus mengalami transformasi model.

IDENTIFIKASI PENYEBAB

Masalah human
trafficking
merupakan masalah yang multidimensional. Human trafficking
dilihat sebagai kejahatan yang timbul karena beragam persoalan sosial yang
melatarbelakanginya. Berikut ini beberapa faktor yang melanggengkan praktek human
trafficking
di tanah air:

Kemiskinan

Kemiskinan menjadi persoalan sosial yang selalu mendera negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Kemiskinan dan rendahnya kesempatan kerja
mendorong banyak orang Indonesia untuk melakukan migrasi. Semua itu dilakukan
agar individu atau keluarga bisa terlepas dari kungkungan kemiskinan. Hal ini
diperkuat dengan hasil riset di 41 negara yang menunjukkan bahwa kondisi
ekonomi dan kurangnya kesempatan kerja menjadi alasan utama perempuan
bermigrasi ke luar negeri untuk mencari pekerjaan. Riset di Indonesia juga
memberi hasil serupa, di mana faktor ekonomi menjadi faktor pendorong utama
jutaan orang Indonesia untuk bermigrasi ke luar negeri. 
Persoalan kemiskinan menjadi faktor utama NTT masuk dalam zona merah human
trafficking
. Tahun 2015 – 2017, NTT konsisten menempati posisi buntut
sebagai provinsi miskin bersama dengan Papua dan Papua Barat. Persentase
kemiskinan di NTT dari tahun 2015 – 2017 berturut-turut adalah 22,61 (1,16
juta), 22,01 (1,15 juta), dan 21,38 (1,14 juta). sementara itu, daerah Jawa
yang termasuk dalam zona merah human trafficking memiliki jumlah
penduduk miskin terbanyak dibandingkan daerah lain di Indonesia. Jumlah
penduduk miskin di daerah jawa pada tahun 2017 mencapai 14,79 juta orang.

Tingkat Pendidikan

Pembangunan sumber daya manusia (SDM) turut melatarbelakangi masalah human
trafficking
di Indonesia. Para korban human trafficking di Indonesia
tidak memiliki akses pendidikan yang cukup selama berada di daerah asal mereka.
Sehingga, mereka tidak memiliki pemahaman dan informasi yang cukup akan bahaya
dan resiko untuk mengambil keputusan bermigrasi ke daerah lain dan luar negeri.
Pengetahuan minim ini membuat mereka mudah diperdaya dan ditipu dengan
iming-iming uang. 

Persolan pendidikan ini diperkuat dengan beberapa data pendidikan di daerah
darurat human trafficking. Pendidikan di daerah NTT pada tahun 2017
berada pada posisi ketiga terbawah dalam ranking nasional. Angka partisipasi
murni (APM) pendidikan untuk jenjang SD di NTT sebesar 95,24 persen. Untuk
tingkat SMP turun signifikan ke angka 66,56 persen. Untuk jenjang SMA, tingkat
APM hanya 52,87 persen. Data ini menunjukkan, angka
putus sekolah di NTT tergolong tinggi.

Sosial-Budaya

Nilai sosial-budaya menempatkan perempuan tidak setara dengan laki-laki.
Perempuan berada dalam posisi lemah dalam struktur sosial budaya masyarakat.
Ketidaksetaraan posisi ini membuat perempuan terpojok dan terjebak dalam
perdagangan manusia. Seorang anak perempuan yang harus mengikuti keinginan
orang tuanya, atau pun fenomena perkawinan dini, dapat menjadi pemicu lain
terjadinya perdagangan manusia.

Ketimpangan gender dalam struktur sosial-budaya masyarakat ini mendorong
praktek-praktek eksploitasi perempuan. Eksploitasi terhadap perempuan banyak
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dimana perempuan itu berasal. Kondisi ini
mendorong mereka untuk terjun ke dalam praktek-praktek eksploitasi seksual dan
di kirim ke kota-kota besar.

Penegakan Hukum

Lemahnya penegakan hukum menjadi satu faktor penting melanggengnya praktek human
trafficking
di Indonesia. Pemerintah dalam pengentasan kasus human
trafficking
telah menunjukkan keseriusannya dengan menerbitkan beberapa
peraturan perundang-undangan. Selain itu, pemerintah membentuk Gugus Tugas
Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Tetapi, terbentuknya
peraturan perundang-undangan ini tidak dibarengi dengan implementasinya di
lapangan. 

Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimal untuk
pemberantasan perdagangan orang. Ketidakpahaman petugas dengan indikator
perdagangan manusia dan undang-undang anti perdagangan manusia telah menghambat
upaya proses identifikasi korban secara proaktif pada populasi yang rentan.
Selain itu, praktek korupsi dalam negeri menghambat upaya pemerintah dalam
meningkatkan upaya penuntutan terhadap pelaku tindak perdagangan manusia,
termasuk dalam melawan para pimpinan sindikat perdagangan. 

Para petugas yang korup memfasilitasi
penerbitan dokumen palsu, menerima suap untuk mengizinkan para calo atau broker
memindahkan para migran tak terdokumentasi menyeberangi perbatasan dan
melindungi lokasi perdagangan seks. Mereka juga tidak serius dalam mengawasi
agen perekrutan, serta menghalangi upaya penegakan hukum dan proses yudisial
untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku.

KEBIJAKAN PEMERINTAH

Tindak pidana perdagangan
manusia dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime)
ke dua setelah kejahatan narkotika. Sejak tahun 2009, pemerintah secara
intensif dan proaktif melakukan upaya pencegahan dan penanganan kasus
perdagangan manusia. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
menerbitkan Peraturan Menteri No. 25 tahun 2009 tentang Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak
dalam periode 2009 – 2014. Selanjutnya dalam
pemerintahan Jokowi, pemerintah kembali menerbitkan Rencana Aksi Nasional
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang untuk rentang waktu 2015 – 2019.

Komitmen dan
keseriusan pemerintah dalam memerangi perdagangan manusia selanjutnya terlihat
pada pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana
Perdagangan Orang. Sebagai lembaga koordinatif, Gugus Tugas ini berperan:

1.        
Mengkoordinasikan upaya pencegahan dan penanganan perdagangan orang

2.        
Melaksanakan advokasi, sosialisasi, pelatihan, dan kerja sama

3.  Memantau perkembangan pelaksanaan perlindungan korban, meliputi
rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial

4.        
Memantau perkembangan pelaksanaan penegakan hukum

5.        
Melaksanakan pelaporan dan evaluasi

Gugus Tugas
TPPO ini diketuai oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,
melibatkan berbagai kementerian dan lembaga-lembaga negara lainnya. 

Kemudian, di tahun 2015 Pemerintah membuka kerjasama dengan organisasi
masyarakat yang peduli terhadap pencegahan TPPO dengan menyusun modul tentang
TPPO dan Partisipasi Anak. Pemerintah juga bermitra dengan save the children
dalam pelaksanaan pencegahan perdagangan manusia. 

Dalam kaitannya dengan proses penanganan korban human trafficking,
Gugus Tugas TPPO bekerjasama dengan LSM dan instansi terkait membentuk Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT). Pemerintah memberikan layanan melalui 123 PPT berbasis
rumah sakit sebagai lembaga layanan korban kekerasan, 34 pusat pelayanan
terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) tingkat provinsi, 247 P2TP2A
tingkat kabupaten/kota, dan 24 citizen services di Kedutaaan Besar
Republik Indonesia dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia. Pemerintah melalui
Gugus Tugas TPPO juga mendorong masuknya isu TPPO ke dalam kerangka kebijakan
dan perencanaan daerah dalam RPJMD dan Renstra SKPD. Hal ini penting agar
pencegahan dan penanganan human trafficking secara serentak dilakukan di
daerah-daerah, terutama yang masuk dalam zona merah human trafficking.

Persoalan human trafficking sebagai persoalan internasional
membutuhkan upaya global dalam menanganinya. Pemerintah Indonesia melakukan
upaya eksternal dengan bekerjasama dengan negara-negara lain melalui Bali
Process
. Kerjasama Bali Process bertujuan untuk pertukaran informasi
mengenai imigrasi gelap di kawasan, kerjasama penegakan hukum, kerjasama
terkait sistem perbatasan dan visa untuk mendeteksi dan mencegah imigrasi
gelap, meningkatkan kesadaran publik mengenai kejahatan imigrasi gelap,
perlindungan bagi para korban perdagangan manusia, dan menangani penyebab
terjadinya imigrasi ilegal. Saat ini, sebanyak 45 negara dan 3 organisasi
internasional masuk dalam keanggotaan Bali Process ini. 

Selain itu, Indonesia memandang penting akan pembentukan instrumen hukum
regional yang mengikat sebagai landasan dalam meningkatkan kerjasama
pemberantasan human trafficking di kawasan ASEAN. Melihat urgensitas
instrumen ini, negera-negara ASEAN membentuk Asean Convention Against
Trafficking in Persons, Especially Women and Children
/ ACTIP.  Melalui ACTIP, aparat penegak hukum diberikan
kemudahan dalam melakukan berbagai aktivitas, antara lain pertukaran data dan
informasi untuk percepatan proses birokrasi, pelacakan aset, dan kebijakan
ekstradisi dalam rangka pencegahan dan penegakan hukum terhadap tindak pidana
perdagangan manusia. Keberadaan ACTIP ini juga memberikan dampak baik terhadap
para korban perdagangan manusia. Para korban mendapatkan restitusi dari hasil
penyitaan aset pelaku yang berada di luar negeri dan hak korban atas nilai materiil
yang belum diberikan oleh pelaku eksploitasi dari negara lain. Pada tanggal 21
November 2015, ASEAN mengeluarkan sebuah rencana aksi, yaitu ASEAN Plan of
Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children
.
Meskipun landasan hukum dan instrumen kerjasama telah terbentuk, namun
kejahatan perdagangan manusia dalam skala nasional dan internasional masih
terus berlangsung.

Pada tahun 2017, Kedutaan Besar dan Konsulat AS di Indonesia menerbitkan
laporan tahun perdagangan orang yang menempatkan Indonesia pada status tier 2.
Ini berarti, Indonesia belum sepenuhnya memenuhi standar minimum The
Trafficking Victims Protection Act of 2000
(TVPA), namun pemerintah
berusaha dengan signifikan untuk mewujudkannya. Beberapa persoalan yang muncul
antara lain, ketidakpahaman petugas yang menangani masalah perdagangan manusia,
kurang memadainya data dan penyebaran informasi, lemahnya koordinasi antara
lembaga pemerintah, dan masalah korupsi yang terus dilakukan petugas. Selain
itu, pembatasan jumlah TKI yang dikirim ke luar negeri mendorong peningkatan
jumlah TKI ilegal. Tetapi, pemerintah Indonesia menunjukkan peningkatan upaya
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

BEBERAPA REKOMENDASI

Persoalan human
trafficking
sebagai persoalan multidimensional membutuhkan penanganan yang
holistik. Penanganan terhadap persoalan ini perlu dibagi dalam dua kategori,
yaitu penanganan jangka pendek dan jangka panjang. Pembenahan jangka pendek
menyasar kepada perbaikan-perbaikan kebijakan pemerintah dan upaya penegakan
hukum di Indonesia. Sedangkan pembenahan jangka panjang menyasar pada upaya
pengentasan kemiskinan.

Instrumen pengentasan
human trafficking telah disiapkan oleh pemerintah secara baik melalui
kebijakan internal dan eksternal. Namun, implementasinya memiliki sejumlah
kendala yang harus diperbaiki. Lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga
menjadi satu faktor penghambat. Gugus Tugas TPPO memiliki tanggung jawab untuk
melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga negara, LSM-LSM, dan organisasi
masyarakat lain yang berada dalam naungannya. Koordinasi ini tidak hanya
menyasar kepada pusat, tetapi juga sampai kepada daerah-daerah, sehingga aksi
dalam memerangi human trafficking bisa dilakukan secara terpadu.

Pendataaanmenjadi
penyebab lain tidak optimalnya pengentasan human trafficking.
Institusi-institusi melaporkan angka statistik versi mereka masing-masing ke
publik. Sebagai contoh, Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2016 melaporkan
kemitraan dengan perusahaan komunikasi untuk menghimpun informasi terbuka
terkait 943 korban perdagangan manusia yang dilaporkan di 65 media cetak,
online, dan penyiaran sebagai upaya memperluas metode identifikasi korban.
Secara terpisah, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara resmi
mengidentifikasi 307 korban perdagangan anak. Namun masih belum jelas apakah
kedua proses ini berujung pada upaya investigasi atau pemberian perlindungan
kepada korban. Ke depan, pemerintah perlu melakukan pendataan secara lengkap dan terpadu
tentang human trafficking ini. Penyajian informasi statistik ke publik
menjadi wewenang Gugus Tugas TPPO. Segala perbedaan data dari lembaga-lembaga
pemerintah cukup menjadi konsumsi dan dinamika internal lembaga-lembaga
pemerintah. 

Perbaikan lainnya
menyasar kepada praktek korupsi yang dilakukan para petugas. Melanggengnya
masalah human trafficking di Indonesia disebabkan oleh tindakan tidak
terpuji para pejabat publik melalui penerbitan dokumen palsu dan korupsi. Untuk
itu, para penegak hukum perlu menyelidiki, mengadili, dan menghukum para
pejabat publik korup yang terlibat dalam proses perdagangan manusia. Kendala
lain dalam memerangi persoalan human trafficking adalah kemampuan dan
pengetahuan petugas. Ketidakmampuan petugas dalam memahami indikator
perdagangan manusia perlu dibereskan melalui diklat-diklat intensif. Selain
itu, penegakan hukum selama ini hanya menyasar kepada individu (calo).
Korporasi/agen selalu luput dari proses penegakan hukum. Ke depan, pemerintah
melalui aparat penegak hukum harus berani untuk menyelidiki, mengadili, dan
menghukum korporasi/agen yang terlibat dalam kejahatan perdagangan manusia. 

Penanganan jangka
panjang menjadi faktor penting dalam memutus mata rantai human trafficking.
Kemiskinan menjadi penyebab banyaknya orang-orang Indonesia terpaksa
meninggalkan kampung halamannya untuk mencari uang guna menghidupi keluarganya.
Pemerintah Indonesia perlu menciptakan banyak lapangan kerja melalui
pemberdayaan potensi-potensi Sumber Daya Alam lokal. Menurunnya angka
kemiskinan di Indonesia setiap tahunnya tidak mencerminkan kondisi riil di
masyarakat. Ketimpangan ekonomi di masyarakat selalu tinggi.

RELATED ARTICLES

Most Popular