JAKARTA, VERBIVORA.COM– Rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikan tarif parkir kendaraan menjadi polemik. PMKRI cabang Jakarta pusat meminta Pemprov DKI mengkaji lebih dalam rencana tersebut sebelum direalisasikan.
Rencana kenaikan tarif parkir di Jakarta nantinya tertuang dalam revisi Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 31 Tahun 2017.
Dalam penjelasan Dinas Perhubungan (Dishub) Pemprov DKI, tarif parkir maksimal akan diberlakukan bagi kendaraan Golongan A dan Golongan B yang parkir di koridor KPP (Kawasan Pengendali Parkir). Ini merupakan lokasi di mana jalan utamanya sudah terintegrasi dengan angkutan umum massal.
Tarif parkir Golongan A untuk mobil bisa mencapai Rp 60.000/jam dan Golongan B Rp 40.000/jam. Kemudian untuk tarif parkir motor di KPP golongan A diusulkan paling tinggi Rp 18.000/jam dan Golongan B paling tinggi Rp 12.000/jam. Besaran tarif itu akan berlaku untuk onstreet dan offstreet pada lahan milik Pemda.
“Saya mengimbau agar rencana kenaikan tarif parkir di DKI Jakarta betul-betul dikaji secara seksama. Bagaimana tingkat efektivitasnya, dan apakah besaran tersebut masuk akal dan bisa dipenuhi oleh warga,” tutur Raymundus di Sekretariat PMKRI cabang Jakarta pusat, Jln Sam Ratulangie 01 Menteng Jakarta Pusat, Selasa (29/6/2021).
Tarif parkir mobil golongan A yang berlaku saat ini, paling tinggi mencapai Rp 9.000/jam dan untuk golongan B paling tinggi Rp 6.000/jam. Sementara itu untuk tarif parkir motor yang paling tinggi Rp 4.500/jam untuk golongan A dan Rp 3.000/jam untuk golongan B.
Nantinya, kenaikan tarif parkir akan berlaku juga di lokasi lahan milik swasta meskipun biaya yang dikenakan lebih murah. Pemprov DKI mengusulkan tarif parkir tertingginya senilai Rp 25.000/jam.
Menurut Raymundus, pemberlakuan aturan baru juga harus memperhatikan kondisi ekonomi warga ibukota.
“Kita ketahui saat ini perekonomian sedang sangat sulit dampak dari pandemi Covid-19. Saya rasa tidak elok apabila kenaikan tarif parkir dilakukan saat pandemi masih melanda. Harus ada evaluasi mengenai kapan kenaikan tarif parkir mulai dilakukan,” sebutnya.
Lanjut Raymundus, Pemprov DKI Jakarta beralasan kenaikan tarif parkir dilakukan untuk menekan kendaraan pribadi dan membuat masyarakat beralih ke transportasi umum. Hal tersebut dianggap penting sebagai upaya menekan kemacetan di Jakarta. Tapi apakah benar-benar akan efektif? Sebaiknya Pemprov DKI lebih berfokus terhadap peningkatan fasilitas transportasi umum. Karena sudah bukan rahasia lagi bagaimana kurang memadainya pelayanan transportasi umum di Jakarta.
Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI cabang Jakarta pusat ini juga mengingatkan masih kurangnya armada-armada bus hingga kereta api di Jakarta dan bagaimana kesiapan transportasi publik apabila terjadi penambahan penumpang.
“Saat ini kita lihat setiap hari masih terjadi penumpukan penumpang di transportasi umum. Bukan rahasia lagi di bus-bus berdesak-desakan, termasuk sampai saat ini ketika kita berada dalam kondisi pandemi Covid-19 yang seharusnya setiap orang melakukan jaga jarak untuk menghindari penyebaran virus. Jadi apakah sudah layak fasilitas dan pelayanan transportasi di Jakarta?” tuturnya.
Dia pesimistis kenaikan tarif parkir akan membuat masyarakat yang biasanya bermobil beralih jika kelayakan dan pelayanan transportasi umum di DKI tidak dibenahi mulai dari Trans Jakarta, jaklingko dan APK, seharusnya Dishub DKI lebih memperhatikan Soal kemacetan, seperti banyak trotoar yang alih fungsi jadi tempat parkir liar, kemudian banyak rambu2 lalulintas yg terpasang semrawut, terhalang pohon serta angkot yang berhenti seenaknya.
“Apakah dengan tingginya kenaikan tarif parkir lantas kemudian akan membuat warga bermobil tertarik beraktivitas dengan kendaraan umum. Ini yang harus jadi pertimbangan. Betulkah efektifitas kenaikan tarif parkir menarik kalangan menengah ke atas untuk beralih dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum, apalagi di masa pandemi ini,” paparnya.
Raymundus juga menyadari Pemda terus berupaya berkreasi untuk memperoleh pemasukan daerah. Namun ia berharap agar kebijakan-kebijakan Pemda jangan sampai menuai kontroversi karena bisa memicu munculnya berbagai permasalahan baru.
“Saya khawatir kenaikan tarif parkir yang tinggi akan menambah kantong-kantong parkir liar. Dampaknya justru akan merugikan masyarakat. Belum lagi driver ojek online yang sering mendapat orderan membeli makanan atau barang, pasti akan sangat memberatkan,” jelasnya.
Untuk itu Ia berharap agar kebijakan kenaikan tarif parkir kendaraan di Jakarta jangan dulu direalisasikan sampai betul-betul diketahui bagaimana tingkat efektivitasnya.
“Harus dipelajari lebih lanjut. saya berharap Pemda dalam membuat kebijakan bisa lebih humanis sehingga tidak membuat kegaduhan di tengah masyarakat,” katanya.
Dalam waktu dekat, Dishub DKI Jakarta juga akan melakukan uji coba tarif tertinggi parkir di tiga lokasi, yakni di kawasan parkir IRTI Monas, lapangan parkir Samsat Jakarta Barat, dan Blok M Square.
Ada beberapa kriteria yang akan dikenakan tarif tertinggi, di antaranya kendaraan dengan emisi tinggi dan kendaraan yang telat membayar pajak. *(JM)