JAKARTA, VERBIVORA.COM– Kemajuan Manusia tidak dapat lepas dari perkembangan teknologi, yang dalam istilah Roger Filder disebut koeksistensi dan koevolusi. Hal ini diperjelas oleh Hikmahanto Juwana dengan pendapat bahwa kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Ketergantungan itu menempatkan teknologi menjadi kebutuhan primer dan bukan lagi sekunder, sehingga teknologi itu adalah keniscayaan yang tidaklah mungkin dapat ditolak kehadirannya hal ini berarti antara teknologi pendidikan adalah suatu kesatuan yang bulat dan utuh.
Sudah 76 Tahun Indonesia merdeka namun mirisnya Pemerintah belum mampu menekan laju angka buta huruf. Di Indonesia terdapat 2,9 juta masyarakat masih belum melek huruf. Ada pun provinsi penyumbang buta aksara terbesar adalah Provinsi Papua lebih dari 500 ribu penduduk. Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, persentase dan jumlah penduduk buta aksara di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 1,71 persen atau 2.961.060 orang dari total jumlah penduduk.
Jumlah ini mengalami sedikit penurunan ketimbang tahun 2019, yakni sebanyak 1,78 persen atau 3.081.136 orang. Kemdikbud Ristek melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di kabupaten terpadat buta aksara pada lima provinsi yang tinggi buta aksaranya yaitu Papua (22,03 persen), Nusa Tenggara Barat (7,52 persen), Sulawesi Barat (4,46 persen), Nusa Tenggara Timur (4,24 persen), dan Sulawesi Selatan (4,11 persen).
Dari presentase ini kita bisa melihat bahwa kurangnya keseriusan pemerintah dalam menyelamatkan dunia pendidikan di tanah air padahal tujuan bangsa Indonesia merdeka adalah mencerdaskan kehidupan bangsa yang terlampir dalam alinea ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1995.
Salah satu Faktor yang mempengaruhi lambatnya pembangunan pendidikan yang tidak merata di Indonesia adalah minimmya tingkat penguasaan dan distribusi teknologi padahal dana Pendidikan setiap tahun adalah 20% dari APBN sehingga di harapkan Pemerintah mampu melakukan pembenahan yang lebih total dan luas dalam aspek pendidikan di seluruh pelosok tanah air. Hal ini juga sejalan dengan komitmen Pemerintah lewat Grand Design Jokowi Dodo yaitu pembangunan SDM unggul.
Ahli-ahli menjelaskan pembangunan sumber daya manusia unggul di tengah pesatnya teknologi menjadi hal penting dalam kemajuan bangsa dan negara pemerintah Indonesia Justru lebih fokus dalam pembangunan fisik dengan alasan pembanguan ekonomi yaitu untuk mengejar ketertinggalan. Hal ini sangatlah paradoks di suatu sisi Pemerintah ingin mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain namun di sisi lain pemerintah tidak serius dalam pembangunan SDM dan membuka sebesarnya-besrnya kran investasi dan membenarkan praktek-prakter pelangaran HAM dan eksploitasi alam atas nama Kesejateraan Publik.
Rendahnya Kualitas Pendididkan di Indonesia dilihat dari Laporan IPM yang dirilis setiap tahunnya secara global oleh United Nation Development Programme (UNDP). Konsep yang digunakan masih sama dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu usia, pendidikan dan ekonomi. Hanya saja pendekatan kalkulasinya saja yang berbeda.
Hasilnya untuk tahun 2020 Indonesia menduduki peringkat ke 107 dari 189 negara yang dianalisis oleh UNDP. Indonesia berada di peringkat tengah. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kelima. IPM Indonesia kalah dari Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand.
Keunggulan Singapura, Brunei Darussalam, Malasysia dan Thailand dalam pembagunan sumber daya manusia di latar belakangi oleh penguasaan teknologi dalam kebijakan-kebijkan yang di ambil serta pola-pola pembangunan yang mengedepankan sains dan teknologi.
Bagaimana Seharusnya PMKRI Cabang Jakarta Pusat Bersikap?
Dinamika berbangsa dan bernegara telah mewarnai perjalanan 93 tahun PMKRI Cabang Jakarta Pusat. Tepatnya pada tanggal 10 November 2021 yang sekaligus bertepatan dengan Hari Pahlawan. Bukan merupakan waktu yang singkat. Namun keberadaan ini menjadi bukti bahwa komitmen PMKRI Cabang Jakarta Pusat tidak hanya berhenti di depan pintu gerbang kemerdekaan namun mengambil langkah Optimis dalam usaha-usaha pembangunan Bangsa dan Negara.
Pembangunan Bangsa dan Negara tidak terlepas dari pembangunan sumber daya manusia sehingga PMKRI sebagai organisasi belajar yang bersemangatkan kemahasiswaan dan jiwai oleh nilai-nilai kekatolikan harus mampu membaca tanda zaman dan melihat kemajuan teknologi sebagai suatu kenisjayaan dalam meletakan pola-pola kebijkan di PMKRI dan harus berani untuk melakukan langka-langka transformatif yang lebih adaptif dan kontekstual dengan logika dan pengusaan teknologi apalagi secara geografi PMKRI cabang Jakarta Pusat berada di wilayah admistrasi DKI Jakrta yang merupakan Ibu kota Negara Indonesia.
Sehingga penting untuk PMKRI mempersiapkan kader-kader yang memiliki kualifikasi sumber daya manusia yang siap, trampil dan berdaya saing dalam bidang masing-masing. Apalagi arus globalisasi yang semakin memperjelas posisi Jakarta sebagai arah penentu masa depan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas dan bonus demografi pada tahun 2030.
Bersamaan dengan itu PMKRI memiliki visi dan misi organisai yang mana Terwujudnya Keadilan Sosial, Kemanusiaan, dan Persaudaraan Sejati. ’Berjuang dengan Terlibat dan Berpihak Pada Kaum Tertindas Melalui Kaderisasi Intelektual Populis yang dijiwai Nilai-Nilai Kekatolikan Untuk Mewujudkan Keadilan Sosial, Kemanusiaan dan Persaudaraan Sejati.”Hal ini berarti sebagai agen of Control sosial masalah masalah ketidakadilan dalam dunia Pendidikan di tengah pesatnya arus teknologi harus di suarakan dengan keras sebab pendidikan merupakan tombak kemajuan bangsa sehingga penting antara teknologi dan pendidikan harus seiring sejalan.
Langkah-Langkah yang harus di ambil yaitu Internal dan eksternal
Pertama, PMKRI cabang Jakrta Pusat harus Menciptakan kebiasan baru dengan menerapkan sistem kerja pintar yang kreatif dengan pendekatan teknologi hal ini di maksud agar Mencitakan pola dan kebiasaan baru sehingga dapat diteruskan ke angkatan-angkatan selanjutnya.
Kedua, Memperbanyak diskusi-diskusi tentang pentingnya penguasaan teknologi dan perkembangannya agar tercipta pemahaman dan logika teknologi.
Ketiga, Mendorong Lembaga Ristek dan Teknologi untuk lebih mengoptimalisasikan kerja-kerja berbasis sains dan teknologi. Hal ini penting untuk pembentukan sumber daya manusia dan kerja-kerja organisasi yang berbasis pada data dan penelitan.
Keempat (eksternal) adalah Melakukan pengkajian ilmiah terkait isu-isu pendidikan dan teknologi secara bertahap yang mana pengkajian itu bertujuan untuk menghasilkan naskah akademik yang konprehensif untuk membangun argumentasi dengan penyelengara negara dan semua pemangku kepentingan dan juga melakukan sosialisasi dan edukasi ke masyarakat.
Oleh : Karolina Tato (Biro Presidium Riset dan Teknologi PMKRI Cabang Jakarta Pusat, Mahasiwi Semester 5 di STMIK Jayakarta)