Sudah Saatnya Pelanggaran HAM Dituntaskan

Ket. Alboin Samosir (Foto. Dok. Pribadi)

Oleh: Alboin Samosir*

Setiap tanggal 10 Desember kita
memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM). Tahun ini merupakan peringatan ke 70
tahun dimana deklarsi universal hak asasi manusia ini pertama kali dicetuskan
pada tanggal 10 desember 1948. Diskursus mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) sudah
ada sejak HAM  tersebut dilahirkan
bahkan, pada saat Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) kubu muslim
melihat ada yang janggal dengan konsep HAM yang mereka usung. Mereka melihat
HAM yang diciptakan oleh kubu barat 
hanya sekedar alat untuk menguasai dunia. Oleh karena itu, dibuatlah
deklarasi tandingan yakni DUHAMI (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Islam).
Terlepas dari perdebatan mengenai
konsep HAM tersebut satu yang harus diperhatikan bahwa Hak Asasi Manusia
merupakan aspek yang paling fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
baik di tataran nasional maupun internasional. HAM menjadi sangat penting dan
berarti mengingat ada nilai nilai kemanusian yang terdapat di dalamnya yang
menjamin keberlangsungan umat manusia. Di mana Hak Asasi Manusia (HAM)
sesungguhnya hak politis, maka sudah menjadi kewajiban negara hadir untuk
membela dan memperjuangkan apa yang menjadi hak warga negara.
Tepat pada tahun ini kita
memperingati 70 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun, jauh
sebelum deklarasi tersebut sudah banyak hak asasi umat manusia yang dirampas
oleh sesamanya.  Sebut saja perang dunia
I dan II dan juga kejahatan kemanusian lainnya. Bahkan setelah deklarasi 70
tahun silam ada ribuan bahkan jutaan umat manusia yang dirampas Hak Asasinya.
Dalam konteks Indonesia ada
banyak kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum juga dituntaskan. Kasus
kasus ini hanya menjadi hidangan yang memilukan di meja-meja diskusi bagi
orang-orang yang ingin memperjuangkannya, menjadi santapan yang menyayat hati
karena adanya kebisuan dari pihak pemerintah. Sebut saja aksi kamisan oleh
keluarga korban tregedi reformasi 1998 yang sudah berjilid-jilid yang hingga
kini belum menemui titik terang.
Ada banyak pelanggaran HAM di
negeri indah untain zamrud khatulistiwa ini sebut saja genosida 1965-1966,
peristiwa tanjung priok, aceh,peristiwa semanggi,  hilangnya wiji thukul dan aktivis lainnya,
peristiwa berdarah reformasi 1998, meninggalnya pejuang HAM, Munir, kejahatan
kemanusian di papua, dan masih banyak lagi pelanggaran HAM yang sampai kini
masih menunggu waktu untuk segera dituntaskan.
Negara dalam hal ini seolah olah
amnesia dengan semua pelanggaran Ham yang terjadi. Masyarakat dibuat terpukau
oleh massifnya pembangunan jalan tol dan dalil pembangunan infrastruktur yang
kemudian melenyapkan nurani kemanusiaan itu sendiri. Masyarakat diajak lupa dan
melupakan pelanggaran ham tersebut. sesengguhnya pilu dan nestapa korban dan
keluarga korban HAM tak dapat digantikan oleh hal-hal tersebut. hilangnya
dokumen tim pencari fakta atas kasus munir menjadi bukti ketidakseriusan
pemerintah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
Benarkah dengan berdirinya
tiang-tiang kokoh dan aspal-aspal beton yang membela pemukiman,  juga hutan-hutan rakyat, dan dirampasnya
lahan-lahan dimana rakyat menyambung hidupnya, kita akan melupakan sejarah
kelam tersebut ? bukankah oleh reformasi sudah mengamanatkan Undang-Undang No
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia dan juga Undang-Undang No 26 Tahun 2000
tentang pengadilan Hak Asasi manusia, untuk menjadi instrument yang akan
menyelesaikan pelangaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut yang konon juga
UU No 39 Tahun 1999 ini berlaku retroaktif.
Sudah terlalu lama luka pada
tubuh bangsa ini terpendam. Oleh karena itu, saatnya pemerintah hadir untuk
membuka tabir gelap dari semua ini, membuka lembar demi lembar. Kasus demi
kasus harus segera diselesaikan. Jangan biarkan tragedi pilu ini tertanam abadi
bagi para korban dan keluarga korban dan juga seluruh masyarakat Indonesia yang
masih peduli. Semoga ini tidak menjadi sejarah kelam yang senantiasa diingat
oleh anak-anak bangsa ini.
Benar, dengan turun tanganya
pemerintah tidak akan sepenuhnya mengobati luka hati para korban dan keluarga
korban mengingat ada yang sudah pergi meninggalkan dunia ini ditemani pilu yang
menyedihkan. Namun, dengan dituntaskannya pelanggaran Hak Asasi Manusia ini
sejarah akan mencatat bahwa negara betul-betul hadir dan mempertanggungjawabkan
semua kejahatan yang telah diperbaut oleh negara kepada bangsanya sendiri.
Dengan demikian anak cucu kita dapat tersenyum kecil di masa yang akan datang.
Kalaupun itu hanya angan dan
harapan kami. Kami akan senantiasa menghidangkannya di meja-meja diskusi
bersama orang-orang yang masih mau memberi hati dengan semua rentetan kejahatan
kemanunisaan yang pernah terjadi di negeri ini. mungkin hanya dengan cara
demikian kami akan senantiasa merawat ingatan dan pilu di negeri ini.
Mimpi tetaplah mimpi. Sembari
kami merawat ingatan kami masih senantiasa berharap dan berdoa kelak akan ada
masa pemerintah mendapat pencerahan untuk segera menuntaskan kasus demi kasus.
Cepat atau lambat semua dosa-dosa ini akan mencuat ke permukaan. Jangan biarkan
anak-anak bangsa ini murka.

*Penulis adalah Ketua Presidium PMKRI Cabang Pematangsiantar

RELATED ARTICLES

Most Popular