Sidang Sengketa Pemilu Usai, Ini Harapan untuk Gerakan Masyarakat Sipil

Mahkamah Konstitusi resmi menolak permohonan sengketa Pemilu (pemiluhan umum) Presiden dan wakil presiden yang diajukan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Dalam putusan nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dan 2/PHPU.PRES-XXII/2024, Mahkamah menolak permohonan dan menyatakan dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Evensianus dahe jawang, satu aktivis gerakan masyarakat sipil menilai, sidang sengketa Pemilu di MK sudah memberikan ruang keadilan bagi semua pihak yang bersengketa.

“Sidang MK itu sudah memberikan ruang bagi pemohon untuk mencari keadilan. Jalur Mahkamah merupakan rute terakhir yang dapat ditempuh untuk memperoleh keadilan hasil pemilu,” ucap epenk.

Baca  juga: Ketua PP PMKRI, Tri Urada: Paskah Momentum Mempertajam Nalar dan Menghindari Keserakahan

Sementara itu, berkaitan dengan sifat final pada putusan MK, ia menilai keputusan tersebut wajib untuk dijalankan.

“Sengketa hasil merupakan upaya untuk mengakhiri konflik pemilu. Jika putusan Mahkamah memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang, KPU wajib menindaklanjutinya. Sebaliknya, jika pemohon tidak mampu membuktikan dalilnya di persidangan dan MK menolak permohonannya, maka harus diterima dengan oleh semua pihak.

Epenk jawang yang juga merupakan Komda PMKRI dki jakarta tetap berharap agar gerakan masyarakat sipil harus terus tumbuh dan memastikan kekuasaan berjalan tidak timpang ke depan.

“Demokrasi itu ruang bagi beragam artikulasi dan gerak bebas dari pelbagai kepentingan. Tidak boleh ada kuasa eksklusi.”

Baca juga: Merindukan Parlemen Dihuni Macan Oposisi

Lebih lanjut ia berharap, pendekatan keamanan dalam pengelolaan demokrasi dan pembangunan ke depan harus diminimalisir.

“Kita tahu bahwa politik tanpa keamanan adalah anarki. Demikian sebaliknya, sekali keamanan jadi panglima politik, demokrasi diberangus atas nama ketertiban semata. Negara dan gerakan masyarakat sipil harus memastikan kecenderungan ini dicegah sedini mungkin. Karena dua ekstrim ini sama daya rusaknya terhadap kedaulatan negara dan hak asasi manusia. Pembangunan berlangsung lancar sepanjang demokrasi dan keamanan berkolaborasi dengan baik,” kata Evensianus.

Jika ini terjadi, epenk menilai estafet kepemimpinan dapat terganggu dan pembangunan ekonomi bisa saja menemui jalan buntu.

Koordinasi padu dengan setiap elemen penyelenggara demokrasi harus tetap gencar dilakukan tanpa saling meniadakan dan mengeksklusi satu sama lain.

Exit mobile version