Saya Berlutut Memohon Aparat Tidak Tembaki Demonstran Myanmar

JAKARTA, VERBIVORA.COM Paus Fransiskus kembali menyampaikan permohonan terdalam agar aparat junta militer berhenti menembaki demonstran Myanmar antikudeta setelah kekerasan semakin parah dari hari ke hari.

Paus Fransiskus mengungkapkan kesedihannya tentang Myanmar dalam audiensi Mingguannya, mengingat banyaknya warga Myanmar yang terbunuh di tangan aparat junta militer.

“Sekali lagi dan dengan sangat sedih saya merasakan urgensi untuk membangkitkan situasi dramatis di Myanmar, di mana begitu banyak orang, terutama kaum muda, kehilangan nyawa mereka untuk memberikan harapan kepada negara mereka,” kata Paus Fransiskus dilaporkan Vatican News, 18 Maret 2021.

“Bahkan kalau perlu saya juga akan berlutut di jalanan Myanmar dan berkata: hentikan kekerasan! Saya juga mengulurkan tangan dan berkata: utamakan dialog!” kata Paus Fransiskus memohon.

Paus Fransiskus tampaknya terinspirasi biarawati Myanmar, Suster Ann Rosa Nu Tawng, yang baru-baru ini viral setelah menghalangi pasukan keamanan berhenti menembak demonstran dengan berlutut.

Insiden itu terjadi pada 28 Februari di Myitkyina, ibu kota negara bagian Kachin, ketika polisi mempersiapkan diri untuk menindak para pengunjuk rasa di jalan. 

Tidak terpengaruh oleh bahaya tersebut, biarawati Xaverian berusia 45 tahun itu mendekati polisi, kemudian berlutut di depan mereka dan memohon sambil menyatukan dua kepal tangan agar tidak menyakiti para demonstran yang tidak bersenjata.

Dia diperintahkan untuk segera pergi, tapi dia berdiri tegak, berkata, “Tembak saja aku kalau kalian mau. Para pengunjuk rasa tidak memiliki senjata dan mereka hanya menunjukkan keinginan mereka dengan damai”.

Video tindakannya yang berani menjadi viral di media sosial dan sejumlah media internasional mewawancarainya.

Ini adalah pernyataan publik kedua Paus Fransiskus tentang krisis Myanmar sejak kudeta 1 Februari, di akhir audiensi umum mingguannya yang diadakan dari jarak jauh dari perpustakaan Vatikan karena pembatasan Covid-19

Ada kurang dari 800.000 Katolik Roma di negara yang mayoritas beragama Buddha.

Menurut laporan Reuters, Paus Fransiskus, yang pernah mengunjungi Myanmar pada 2017, berkata: “Darah tidak menyelesaikan apa pun. Dialog harus diutamakan.”

Pemimpin Katolik Roma Myanmar Charles Maung Bo, juga menyerukan diakhirinya pertumpahan darah.

Hingga kini tercatat 180 lebih demonstran Myanmar, yang kebanyakan usia muda, tewas ketika pasukan keamanan mencoba untuk menghancurkan gelombang demonstrasi yang menentang kudeta militer. Dilansir dari Tempo.com(18/3/2021). *(JM)

Exit mobile version