Reformasi Adalah Dalang

Foto. Dok. Pribadi

Reformasi
merupakan ihwal perubahan bagi bangsa Indonesia. Kebebasan dalam medengungkan
pendapat secara individu maupun kelompok 
merupakan buah terbesar dari reformasi. Dampak gerakan reformasi masih
terus bersemayam dalam tubuh Republik ini hingga kini. 

Meskipun gerakan
tersebut terjadi pada 20 tahun silam. Berbagai jenis persepsi tentang reformasi
yang diterjemahkan oleh setiap orang menjadi salah satu indikator ketebalan
eksistensi reformasi. Namun, mesti diakui bahwa pada masa kini pengangkangan
terhadap tujuan lahirnya reformasi, masih sangat mendominasi aspek-aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah singkat gerakan
reformasi
Banyak
hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru,
terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum.
Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya, tahun 1966 adalah akan melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Setelah
Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul
suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya. Hal ini
menimbulkan akses-akses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru
tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila
dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945 banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru.

Pada
awal bulan Maret 1998 melalui sidang umum MPR, Soeharto terpilih kembali menjadi
presiden republik Indonesia, serta melaksanakan pelantikan Kabinet Pembangunan
VII. Namun, situasi saat itu justru semakin tak kunjung membaik. Perekonomian
mengalami kemerosotan dan masalah sosial semakin menumpuk. Kondisi dan situasi
seperti ini mengundang keprihatinan rakyat. 

Memasuki bulan Mei 1998, para
mahasiswa dari berbagai daerah mulai bergerak menggelar demostrasi dan aksi
keprihatinan yang menuntut turunnya Soeharto dari kursi kepresidenannya. Pada
tanggal 12 Mei 1998 dalam aksi unjuk rasa mahasiswa universitas Trisakti,
terjadi bentrokan dengan aparat keamanan yang menyebabkan tertembaknya empat
mahasiswa hingga tewas.
Melihat
situasi politik dan kondisi ekonomi Indonesia yang semakin tak terkendali,
rakyat menjadi semakin kritis menyatakan pemerintah Orde Baru tidak berhasil
menciptakan kehidupan masyarakat yang makmur, adil, dan sejahtera. Oleh karena
itu, munculnya gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaharui tatanan
kehidupan bermasyarakat.
Beberapa
agenda reformasi yang disuarakan para mahasiswa antara lain, adili Soeharto dan
kroni-kroninya, amandemen UUD 1945, penghapusan dwi fungsi ABRI, otonomi
daerah, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi,
Nepotisme). Gerakan yang dilakukan ribuan mahasiswa untuk merubah era orde baru
menjadi reformasi menuai hasil.
Tepat
pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di istana Negara, presiden
Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden di hadapan ketua dan beberapa
anggota dari Mahkamah Agung. Presiden menunjuk wakil presiden B. J. Habibie
untuk menggantikannya menjadi presiden serta pelantikannya dilakukan di depan
ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak saat itu, presiden
republik Indonesia dijabat oleh B. J. Habibie sebagai presiden pertama yang
memimpin jalannya roda kebangsaan di era reformasi.
Indonesia kekinian dalam
bingkai Reformasi
Dua
puluh tahun berjalan, terwujudnya ke-enam agenda gerakan reformasi secara
komprehensif masih sangat jauh dari keberhasilan. Reformasi memang tetap melangkah
namun tertatih dan tergopoh-gopoh. Gerbong reformasi berjalan sangat tidak
signifikan, sebagaimana harapan penumpangnya. Bahkan jalur menuju arah yang
lebih baik justru mulai melenceng ke luar jalur dan tujuan. Buah kebebasan
reformasi membentuk proporsi publik yang makin apresiatif hingga mencapai 70
persen, paling tidak dalam tafsiran saya.
Namun,
perihal kebebasan berekspresi, di sisi lain juga membawa komponen masyarakat
berkompetisi politik dalam pemilihan umum. Sebagian besar energi bangsa dicurahkan
untuk membangun opini, menyerang lawan politik, serta mengambil berbagai
langkah yang justru menghasilkan konflik dan perpecahan.
Sementara
dari sisi penegakan hukum, acapkali memberi kesan diskriminatif dan
berlarut-larut yang menyebabkan publik belum melihat perubahan esensial
kelembagaan hukum Indonesia. Tak heran, setelah dua puluh tahun reformasi
berjalan, pemenuhan harapan terhadap supremasi hukum dinilai masih jauh
panggang dari api. Penegakan hukum saat ini seolah menjadi lebih buruk apabila
dibandingkan dengan masa sebelum Reformasi.
Sedangkan
dari sisi ekonomi, sejak berlangsungnya krisis moneter pertengahan tahun 1997,
ekonomi Indonesia mulai mengalami defisit. Keadaan perekonomian makin memburuk
dan kesejahteraan rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Sebagai
akibatnya, petumbuhan ekonomi menjadi sangat terbatas dan pendapatan perkapita
cenderung memburuk sejak krisis tahun 1997.
Disamping
penanganan masalah pengangguran, dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi
masyarakat, pemerintah hendaknya juga memperhatikan harga produk pertanian
Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak krisis 1997
tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani meningkat, maka
permintaan petani terhadap barang-barang non pertanian juga meningkat.
Dengan
ditetapkannya harga produk pertanian yang tidak merugikan petani, maka para
petani akan mampu membeli produk industri non pertanian. ini akan memberi
semangat dan daya pikat ekonomi rakyat untuk bangkit mengembangkan kegiatan
usaha pertaniannya.
Tak
bisa dipungkiri, bahwa pihak pemerintah dari zaman ke zaman memang telah
berusaha untuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat
dilakukan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, rasanya pemerintah perlu
membuat skala prioritas agar bisa segera keluar dari berbagai macam
kesenjangan.
Terpilihnya
presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Soekarno Putri yang naik
menggantikan Gus Dur, kemudian Susilo Bambang Yudhoyono yang sepuluh tahun menduduki
kursi kepresidenan hingga masa Joko Widodo saat ini yang sangat konsen dalam
mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat dan kehidupan ekonomi masyarakat.
Namun
dengan kondisi perekonomian negara yang ditinggalkan oleh pemerintahan Orde
Baru, tidak mungkin dapat diatasi oleh seorang presiden dalam waktu singkat.
Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden sebagai pemegang kekuasaan,
memerlukan penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.

Kebebasan
dalam menyebarkan pendapat atau aspirasi atas dasar demokrasi mesti bermuara
pada progresivitas bangsa sebagaimana perintah reformasi. Kebebasan yang
dimaksud sangat tidak memungkinkan untuk memecah belah persatuan. 

Derajat
bangsa Indonesia yang terangkat karena berhasil melepaskan diri dari
pemerintahan yang tidak demokratis, mestinya menjadi modal bagi setiap elemen
masyarakat untuk memberikan kontribusi aktif secara masif terhadap perkembangan
bangsa.
Reformasi
juga dibekali dengan harapan tentang berkualitasnya otonomi daerah. Melihat
kondisi ril masa kini, walaupun kebijakan otonomi telah digulirkan lebih dari
satu dekade, makna otonomi daerah masih dikuasai oleh oligarki politik lokal.
Kebijakan
otonomi daerah menjadi pemenuhan kepentingan politik dan ekonomi bagi elite
lokal, bahkan modal asing. Nyaris belum ada hasil dari terlaksananya pemberian
otonomi daerah tersebut. Sementara reformasi sangat memungkinkan keberhasilan
daerah tanpa harus menghapus eksistensi elit politik.
Perubahan
yang diusung oleh mahasiswa dan rakyat dengan tinta, darah serta nyawa, harus
terus didengungkan sekeras-kerasnya secara substansial bukan artifisial.
Reformasi pun jangan basi atau bahkan mati.
Nyawa
tokoh–tokoh pejuang reformasi tentu tidak merelakan bangsa dan negara yang
dibela terperangkap dalam jurang kehancuran. Hidupkan semangat reformasi
dimulai dari reformasi diri dan keluarga.
Oleh: Rendy Stefano Aktivis
PMKRI Maumere

Exit mobile version