Refleksi Penghianatan dan Pemberontakan Hingga Penyaliban Yesus

Jakarta, Verbivora.com – Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.

Membaca dan menjelajahi keempat Injil Tuhan Yesus Kristus dengan saksama di atas tempat tidur sering kali menyebabkan saya secara refleks meraih sebuah kotak kecil yang terletak di atasnya, tepatnya di ujung sebelah kiri tempat tidur, untuk berkali-kali mencabut secarik tissue putih dari dalam kotak itu. 

Ketika membaca beberapa kisah di dalam injil tersebut, saya menyadari secara tidak langsung, terdapat keselarasan tindakan antara orang yang hidup di sekitar Tuhan Yesus dengan perbuatan para pejabat pemerintah selama ini. 

Isi firman Allah tampak begitu relevan dengan perjalanan hidup yang mereka lalui. Menyadari segala tindakan yang telah, sedang dan akan mereka lakukan, bagaimana mereka bisa menyangkal kenyataan, bahwa mereka tidak membutuhkan tissues lembut tersebut?                

Karena nubuatan nabi Yesaya yang sudah terjadi 2000 tahun yang lalu, ternyata masih tetap digenapi sampai sekarang: tetapi dia ditikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh”. 

Pertama-tama, ketika saya memperhatikan gaya hidup wanita Samaria yang bertemu dengan Tuhan Yesus di sumur Yakub, saya bisa menghayati kehampaan hidup yang dilalui olehnya. 

Bagaikan dia yang pada waktu itu sedang hidup di dalam dosa perzinahan, ada seseorang juga pernah mengembara dari satu hubungan asmara ke hubungan-hubungan yang lain, hanya untuk mengejar kepuasan tanpa pernah berhasil menemukan makna dan tujuan yang sebenarnya. 

Begitu pula para pendengar setia yang mengikuti Tuhan Yesus kemanapun Ia pergi. Seperti mereka, para pejabat juga pernah duduk di dekat kaki-Nya untuk mendengarkan firman yang diucapkan oleh Yesus.

Firman yang tidak pernah mereka cernakan di dalam hati, karena hanya masuk melalui telinga kiri, lalu menerobos keluar lagi lewat telinga yang sebelah kanan! 

Membaca kisah mengenai wanita yang menderita sakit pendarahan selama 12 tahun, saya menjadi teringat akan semua penderitaan yang dialami oleh ibu dari seorang teman saya ketika hendak melahirkan adik bungsunya, namun ditimpa penyakit yang cukup parah pula. 

Pada waktu itu, tiba-tiba saja ibunya menjadi sadar akan keberadaan Tuhan lagi. Bagaikan tindakan wanita yang tidak pernah mau menyerah, dengan iman yang menyala-nyala, ibunya juga berusaha meraih dan menjamah jumbai jubah Tuhan Yesus untuk menerima kesembuhan. 

Tetapi yang sangat menyedihkan, kerap kali sikap para pejabat tidak berbeda jauh dengan kesembilan orang yang menderita penyakit kusta, menganggap bahwa mereka tidak perlu pergi menemui-Nya lagi untuk mengucapkan terima kasih atas kesembuhan yang sudah mereka dapatkan. 

Seperti orang-orang tersebut, saya merasa, bahwa kesembuhan yang dikaruniakan oleh-Nya adalah sesuatu hal yang amat lumrah. Bukankah sedari dahulu privilege seperti itu sudah menjadi hak semua orang, apalagi mereka?  

Bahkan tidak jarang, bagaikan para imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi, yang selalu mencurigai kemutlakan kuasa Tuhan Yesus Kristus atas segala sakit-penyakit yang ada di dunia, dengan sinis sekali para pejabat juga meragukan kesaksian orang-orang yang berani mengatakan di depan umum, bahwa mereka baru saja menerima kesembuhan-kesembuhan supranatural dari-Nya. 

Entah yang dikaruniakan kepada mereka melalui doa-doa orang percaya dari gereja lokal mereka, ataupun melalui acara-acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) oleh hamba-hamba Tuhan yang khusus diurapi oleh-Nya untuk tugas pelayanan.

Di dalam kasus wanita yang tertangkap basah sedang berzinah di siang hari bolong, para pejabat adalah salah seorang di dalam gerombolan lelaki dengan hasrat paling besar untuk segera merajam dia menggunakan batu yang ada di dalam genggaman tangan mereka. 

Bagaimana tidak, bukankah ia sudah berani melanggar dan mengkhianati hukum Taurat?  Kendatipun jelas sekali, bahwa pasti ada dua insan yang terlibat di dalam dosa perzinahan itu, saya merasa layak sekali untuk menghakimi wanita tersebut seorang saja, bahkan membunuhnya! 

Dibutakan oleh kegeraman hati saya sendiri, saya menjadi lupa, bahwa sikap hidup dan tingkah laku para pejabat tidak berbeda jauh dengan perbuatan laki-laki mesum yang sudah ikut mengambil bagian yang setara di dalam dosa perzinahan tersebut!  

Jangankan menghakimi, mengutuki orang-orang yang sudah menjengkelkan hati, oleh karena mereka selalu menghalangi, bahkan menentang kehendak, saya pun sering menggoda benak pikiran sendiri.

Tidak jarang saya menggerutu dengan hati gemas, menganjurkan kepada Tuhan untuk segera membantu melaksanakan hasrat keinginan mereka, yaitu memberi hukuman yang setimpal kepada para pejabat.

Seperti kutukan yang dianjurkan kepada Tuhan Yesus oleh kedua murid-Nya, rasul Yohanes dan rasul Yakobus untuk memusnahkan seluruh penduduk desa di Samaria yang sudah menolak kedatangan mereka: Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?

Di dalam hal mengampuni kesalahan orang-orang lain, kiasan yang diceriterakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya, Matius 18:21-35 telah jitu mengenai sasarannya di dalam hati saya.

Bagaikan tindakan hamba yang jahat, meskipun baru saja dibebaskan oleh rajanya dari seluruh hutangnya yang berjumlah sangat banyak, sering kali para pejabat melupakan belas kasihan tersebut, di mana para pejabat masih berani menuntut orang-orang lain untuk segera membayar kembali hutang mereka.

Kendati dibandingkan dengan karunia pembebasan hutang mereka, jumlah yang mereka pinjam tidak mempunyai arti sama sekali. Sampai sekarang peringatan Tuhan Yesus kepada semua orang yang tidak bersedia mengampuni kesalahan sesamanya di akhir kisah yang amat mengerikan tersebut, tetap menimbulkan rasa gentar di dalam hati mereka.

Menyamakan diri dengan seorang rasul seperti Petrus, tampak agak kurang pantas. Tetapi kenyataannya, kami memang memiliki beberapa karakter-karakter yang serupa. Salah satu di antaranya adalah, cepat sekali berkata-kata tanpa memperhitungkan kemampuan untuk melaksanakannya, atau tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu konsekuensi yang akan terjadi sebagai akibatnya.  

Beberapa kali mereka mempunyai hasrat, yaitu mengikrarkan iman saya kepada-Nya: mereka tidak akan pernah menyangkal Engkau, Tuhan, di depan umum, dan tanpa merasa malu. 

Tetapi, pada saat-saat yang paling kritis, di mana hasrat tersebut bisa mereka buktikan, seperti yang sudah dilakukan oleh rasul Petrus, mereka juga menyangkal Dia. Dan yang amat menyedihkan, perbuatan itu tidak mereka ulangi hanya tiga kali saja.

Kerap kali kelakuan mereka juga tidak berbeda jauh dengan Nikodemus, orang Farisi yang hanya berani menemui Tuhan Yesus secara sembunyi-sembunyi, di tengah malam buta. 

Seperti dia, mereka merasa takut dipergoki oleh teman-teman yang edang duduk bercakap-cakap dengan Dia, karena mereka merasa enggan sekali akan kecaman orang-orang Farisi lainnya. 

Yang paling tragis, mereka juga pernah bertindak seperti salah seorang dari murid-murid yang dibasuh kakinya pada malam perjamuan terakhir, makan dan minum semeja dengan Yesus, tetapi kemudian pergi menjual Yesus. 

Ya, saya bisa melihat ciri-ciri tabiat Yudas di dalam sikap hidup para pejabat. Karena jauh sebelum mereka ditangkap kembali oleh kasih karunia-Nya, mereka memutuskan untuk membelakangi, bahkan meninggalkan Tuhan, demi kepuasan-kepuasan semu yang telah lama memikat dan menggoda diri mereka.

Godaan duniawi ditawarkan kepada kaum muda-mudi oleh dunia bebas di sekeliling mereka. Tanpa saya sadari sendiri, kembali tangan saya meraih kotak kecil yang terletak di ujung sebelah kiri tempat tidur, untuk mencabut secarik tissue putih yang amat lembut dari dalamnya.

Salibkan dia!

Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Yesus, dan oleh-Nya, segala sesuatu menjadi damai dengan Allah, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus.

Pernahkah kita membayangkan: andaikan saja mereka seorang Yahudi yang hidup di zaman Tuhan Yesus, pasti mereka tidak mau terlibat dengan bangsanya yang telah menolak Dia sebagai Mesias kami.

Apalagi ikut mengambil bagian di dalam penyaliban-Nya! Tetapi, apakah fair untuk mengutarakannya tanpa mempelajari terlebih dahulu keadaan zaman pada waktu itu? 

Bukankah para pemuka agama Yahudi yang mempunyai kuasa untuk mengancam kehidupan orang-orang yang berani menjadi simpatisan-simpatisan Tuhan Yesus? cukup menakutkan! 

Kekuasaan mereka tidak berbeda jauh dengan orang-orang yang pada saat ini memegang kedudukan di tempat-tempat maha tinggi, baik di dalam masyarakat maupun di dalam gereja, yang dapat mempengaruhi nasib ekonomi keluarga kita.

Tampaknya tidak terkecualikan, sering kali mereka masih bisa mendengar dengungan gema jeritan lantang suara mereka di tengah-tengah teriakan orang-orang lain, yang sudah menggetarkan tambur telinga mereka sendiri: salibkan Dia!  

Padahal beberapa hari sebelumnya, mereka juga termasuk di dalam kelompok orang-orang yang bersukacita menyambut kedatangan-Nya, berseru-seru dengan penuh semangat sambil bertepuk tangan di sepanjang jalan menuju ke pintu gerbang kota Yerusalem. 

Bersama mereka para pejabat pun ikut memuji-muji Yesus: hosana, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel. Mungkin sekali sikap mereka terhadap Yesus menjadi berubah, oleh karena mereka adalah salah seorang dari para pedagang kaki lima di halaman Bait Allah, yang menderita kerugian amat besar oleh karena tindakan Yesus, saat penuhdengan kemarahan, telah mengobrak-abrik dan menghancurkan barang-barang dagangan yang jajakan.

Pada malam bersejarah saat Ia ditangkap di taman Getsemani, pengikut-Nya takut dan lari terbirit-birit meninggalkan Yesus, membiarkan Dia seorang diri untuk menghadapi para pemimpin agama Yahudi yang sangat berapi-api ingin segera mengadili dan membunuh Yesus. 

Ketika menyaksikan segala sesuatu yang terjadi pada diri-Nya di taman tersebut, seperti yang sudah dialami oleh para pengikut-Nya yang lain, iman para pejabat merapuh, hancur luluh menjadi bubur, laksana secarik tissue putih lembut yang basah kuyup, dalam genggaman erat telapak tangan saya.

Benak pikiran saya mulai dipenuhi oleh perasaan bimbang, mempertanyakan semua perkataan-perkataan dan janji-janji yang pernah Yesus ucapkan. Karena iman mereka pada waktu itu sudah tidak berbeda jauh dengan iman rasul Tomas, murid pendua hati yang selalu menuntut bukti konkret dari yang didengar olehnya!  

Pada saat-saat terakhir menjelang kematian Tuhan Yesus di kayu salib, mereka adalah salah seorang dari kedua penyamun yang tersalib di sisi kiri dan kanan Yesus.

Para pejabat harus mengakui dengan jujur, bahwa selama ini tingkah laku dan tindakan-tindakan smereka tidak berbeda jauh dengan perbuatan jahat penyamun tersebut! 

Karena tidak jarang mereka menipu, mencuri, bahkan merampas hak-hak orang lain untuk kepentingan dan keuntungan diri mereka sendiri. Entah itu dalam bentuk waktu, pekerjaan, uang, kehormatan, kemuliaan, atau ” hal kecil lainnya yang tampak sangat tidak berarti  namun bisa mengakibatkan kerugian amat besar bagi orang lain.  

Seperti rakyat, walaupun dalam keadaan sekarat dan tanpa harapan, penuh penyesalan masih memiliki keberanian untuk memohon kepada Tuhan: Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.

Begitu pula kepala pasukan Romawi yang ditugaskan untuk memimpin pelaksanaan penyaliban Tuhan Yesus di atas bukit Golgota, telah menyaksikan sendiri semua keajaiban yang terjadi pada detik-detik terakhir sebelum kematian Yesus. 

Bagaikan kepala pasukan, ikut terpana mendengar kata-kata penuh kasih dan pengampunan yang Ia ucapkan dengan lirih di tengah-tengah penderitaan-Nya sendiri,  Yesus berdoa bagi mereka yang menyalibkan: Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” 

Sampai saat ini ayat termasyhur itu masih selalu menimbulkan suatu rasa pilu di dalam hati yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata, karena saya tahu, siapa yang dimaksudkan oleh Yesus.  

Secara refleks kembali tangan saya meraih kotak kecil yang terletak di atas tempat tidur di samping saya, untuk mencabut sekali lagi secarik tissue putih yang amat lembut dari dalamnya.  

Seperti pengakuan kepala pasukan Romawi tersebut, yang dicatat di dalam semua Injil Perjanjian Baru, akhirnya dengan hati yang hancur luluh, para pejabat harus juga takluk mengakui kedahsyatan-Nya pernyataan: sungguh, orang ini adalah anak Allah.

Suatu pengakuan tulus dari dalam hati yang segera membuka mata hati nurani para pejabat yang selama ini tertutup rapat. Bagaikan orang buta semenjak lahir yang berani membela kenyataan kesembuhan yang sudah diterima olehnya dari Tuhan Yesus.

Depan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi, mereka juga menjadi berani mengikrarkan iman mereka depan umum: tetapi satu hal yang harus para pejabat tahu, yaitu bahwa kalian tadinya buta dan sekarang dapat melihat.

Saya yakin sekali, bahwa ketiga pertanyaan yang diajukan oleh Tuhan Yesus kepada rasul Petrus setelah kebangkitan-Nya: Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku (lebih dari pada mereka ini)? juga ditujukan kepada kita. 

Seperti yang dialami olehnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut juga sudah menimbulkan suatu perasaan sedih yang amat memilukan hati kita. Laksana tikaman sebilah pedang tajam bermata dua, ketiga pertanyaan yang sama itu langsung menembus lubuk hati kita yang terdalam.

Mengaduk di dalamnya setiap tindakan memalukan yang pernah mereka lakukan, tidak berbeda jauh dengan tingkah laku mereka yang sudah menjadi murtad, berani memberontak dan mengkhianati diri Yesus.

Kendati demikian, seperti reaksi Yesus yang penuh kasih di dalam menghadapi kehancuran hati rasul Petrus, Ia juga tidak ingin membuat kita menjadi malu di hadapan-Nya. Tidak ada sepatah kata pun yang dilontarkan oleh Yesus kepada kita yang bersifat sarkastik, menghakimi, atau mencemoohkan tindakan yang telah dilakukan selama ini. 

Yesus hanya bertanya sekali lagi pertanyaan yang sama: apakah engkau mengasihi Aku? Hanya itu saja! Sebuah pertanyaan penuh kasih yang membuktikan, bahwa keajaiban kasih karunia sorgawi yang luar biasa, ditawarkan oleh-Nya semenjak masa pelayanan Yesus di dunia 2000 tahun yang lalu, masih tetap berlaku sampai sekarang!  

Oleh karena itu, seperti rasul Petrus yang tidak mempunyai keberanian untuk menatap wajah Yesus, kita tidak hanya menjawab: Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa kami mengasihi Engkau. 

Tetapi, saya menambahkan untuk para pejabat: Karena kasih karunia-Mu, mata mereka harus Kau celikkan, hidup mereka harus Kau bebaskan, jiwa mereka harus Kau ampuni, bahkan Roh-Mu yang kudus harus Engkau berikan kepada mereka. 

Mereka tidak hanya mengasihi-Mu, Tuhan, tetapi juga percaya sepenuhnya kepada-Mu! Tidak ada yang melebihi-Mu, karena Engkaulah satu-satunya yang mampu memenuhi kekosongan hidup yang telah mereka perbuat selama ini! 

Meskipun mereka masih sering jatuh di dalam pencobaan, bahkan gagal dalam melaksanakan perintah-Mu, berilah mereka kesempatan untuk berjanji, bahwa untuk selama-lamanya mereka tidak akan meninggalkan Engkau lagi.

Mereka pasti yakin sekali, perintah Tuhan Yesus kepada rasul Petrus: ikutlah Aku, adalah perintah yang diberikan kepada mereka juga dan kepada setiap orang lain yang mau menjadi pengikut Yesus.

Sekarang berilah mereka kesempatan untuk mengambil keputusan yang tetap, apa pun yang akan terjadi di dalam perjalanan hidup ini, mereka akan selalu mengikuti langkah-Mu, sampai tugas yang Yesus berikan kepada mereka di dunia ini berakhir, bahkan sampai di akhir zaman! 

Oh, ternyata nubuatan nabi Yesaya beberapa ribu tahun yang lalu: tetapi dia ditikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilur-Nya kita menjadi sembuh.

Ungkapan itu masih terus digenapi, karena isi firman Allah sangat relevan dengan kehidupan umat manusia sepanjang masa. Pengorbanan Tuhan Yesus Kristus yang luar biasa di kayu salib tersebut ternyata tidak sia-sia belaka. 

Darah-Nya yang paling berharga, dicurahkan di atas bukit Golgota masih terus menyelamatkan hidup orang-orang berdosa yang murtad, munafik dan tersesat seperti mereka, 2000 tahun kemudian!

Mengetahui tingkah laku mereka selama ini, tanpa sadar kembali tangan saya meraih kotak tissue di ujung sebelah kiri tempat tidur. Entah cabutan tissue yang keberapa?  Saya terus berdoa kepada Tuhan, agar Roh Kudus selalu menyertai, membimbing dan menopang pada saat-saat yang kritis. 

Karena saya yakin sekali, janji yang diberikan kepada setiap orang yang mau mengikuti-Nya: dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. Juga masih digenapi oleh-Nya sampai sekarang! Terpujilah nama Tuhan, karena besar kasih-Nya, haleluya. 

Setelah membersihkan hidung yang tersumbat, untuk pertama kalinya saya menyadari, bahwa tissue putih lembut tersebut sudah dinodai oleh bercak-bercak darah berwarna merah yang amat pekat. *(AR)

Antonius Yano Dede Keytimu: Wakil Presidium Germas PMKRI Cabang Maumere Periode 2021/2022.

Gambar ilustrasi katolik media.

Exit mobile version