Ket. Yogen Sogen (Foto: Dok. Pribadi) |
Oleh: Yogen Sogen*
Desember Pembunuh Berdarah Waktu
Sebuah Desember
telah lahir
telah lahir
Adakah engkau
goyah dan patah serupa reranting jatuh
goyah dan patah serupa reranting jatuh
Ketika hujan
mengganas di kota yang lama kemarau
mengganas di kota yang lama kemarau
Lantas luruh
menjadi kado di penghujung tahun
menjadi kado di penghujung tahun
Sebuah Desember,
adakah engkau melihatnya berjalan rapuh
ketika derap waktu kian telanjang bersamamu
adakah engkau melihatnya berjalan rapuh
ketika derap waktu kian telanjang bersamamu
Ketika kesedihanmu
lebih risik dari tawamu di Januari silam
lebih risik dari tawamu di Januari silam
Ia yang datang
memelukmu dengan hujan
memelukmu dengan hujan
Merampungkan
kisah yang basah bersama kawanan hari yang begitu biru
kisah yang basah bersama kawanan hari yang begitu biru
Lantas kita
menyebutnya pembunuh berdarah waktu
menyebutnya pembunuh berdarah waktu
Yang membuka
pakaian di tubuhnya sambil memelukmu sembari ia mengucap
pakaian di tubuhnya sambil memelukmu sembari ia mengucap
:selamat
tinggal masa lalu yang digarap tebata-bata dan kau bakar membara memburu meratap
tinggal masa lalu yang digarap tebata-bata dan kau bakar membara memburu meratap
Sebuah Desember,
adakah engkau memandangnya letih di pintu riwayatmu
adakah engkau memandangnya letih di pintu riwayatmu
Sambil kau
pinang kalender Tahun Baru
pinang kalender Tahun Baru
Ia yang
mengirim sejarah panjang jalan yang jalang dan kesalahan yang gaduh
mengirim sejarah panjang jalan yang jalang dan kesalahan yang gaduh
Dan membangunkan
monumen kesadaran menuju ketabahan di waktu yang bertumbuh
monumen kesadaran menuju ketabahan di waktu yang bertumbuh
Desember, batang
hari telah purna dan rapuh
hari telah purna dan rapuh
Melewati ruas
kemarau dan mata api di dadamu
kemarau dan mata api di dadamu
Membangun ruas-ruas
masa; yang keras dan ganas
masa; yang keras dan ganas
Sambil ia
ucap: selamat datang sejarah
ucap: selamat datang sejarah
Dengan sebilah
tanggal yang jatuh di mulut mautnya
tanggal yang jatuh di mulut mautnya
Sambil ia bakar
kembang api: Kembang waktu membawamu menuju riak-riak hari yang luruh bersama
segala batas-batas kemungkinan
kembang api: Kembang waktu membawamu menuju riak-riak hari yang luruh bersama
segala batas-batas kemungkinan
Perjalananku
akan habis di penghujung tanggal
akan habis di penghujung tanggal
tepian hari berlari
menjarah seluruh peluh dan keluh
menjarah seluruh peluh dan keluh
dan luka
sekadar matamu melihat hari yang menganga
sekadar matamu melihat hari yang menganga
Seperti
pisau mengiris lipatan kado
pisau mengiris lipatan kado
lalu sebuah kalimat
menggelepar di tanganmu: selamat tahun baru
menggelepar di tanganmu: selamat tahun baru
Hujan yang
berjatuhan di keningmu
berjatuhan di keningmu
Berulangkali
kau tafsirkan ke dalam sajak hidup
kau tafsirkan ke dalam sajak hidup
Gerimis tangis
kau kumpulkan
kau kumpulkan
Butir demi
butir, getir demi getir
Gemetar dan terkapar
Di hulu sungai doamu mengalir
Membanjiri warta kata dan cita
Cuaca cuma
erang, cuma kewaspadaan sekejap
erang, cuma kewaspadaan sekejap
kau pun aku
membiarkannya menjalar pada semesta yang panjang
membiarkannya menjalar pada semesta yang panjang
Dan hujan
yang gaduh di tubuhmu yang puisi
yang gaduh di tubuhmu yang puisi
Sesekali
mungkin bisa diajak berunding
mungkin bisa diajak berunding
Barangkali ia
hendak menjadi ibu: yang hadir dalam palung resah
hendak menjadi ibu: yang hadir dalam palung resah
Seperti Maria
mengasihi Yesus.
mengasihi Yesus.
Jakarta, 1 Desember 2018
*Penulis adalah Pengurus Pusat PMKRI, pegiat sastra dan kebudayaan.