Langsung ke konten utama
Puisi-puisi Robertus Dagul: Setumpuk Rinduku
Foto. Dok. Pribadi |
Oleh: Robertus Dagul*
Ragaku
terbius oleh ranum-mu diatas pelupuk rinduku
Kamu
yang selalu melontar senyum
Dengan
segelumit cinta yang menghipnotisku
Menghempas
pelan gerakan-gerakan berakal
Kamu
yang selalu memantik rinduku
Hingga
menyala terbakar menghangatkan kalbuku
Bagai
tetesan tinta ,merayu hingga menetes ,mengalir bersama saraf-sarat rindu
Kulitku
terus menipis tergesek oleh rindu manismu
Gelora
bibirmu
Menghanyutkan
aku pada mimpi tidurku
Hanya
sebatas rindu
Ahhhh……entah
kapan
Dan
kenapa dengan aroma setumpuk senyummu
Hanya
pada sepotong senja aku akan meramu
Mutiara
-mutiara berlian
Hingga
ku percik dalam balutan gelora bibirmu
Hingg
aku tak kaku melempar setumpuk senyum pada memori kalbumu
Terhanyut
bersama senja
Diiringi
dencingan bebatuan emas
Menghempas
pelan
Bersama
buliran air
Mengikis
tembok penyekat kalbu
Lirihan
suara kokak
Menyambut
remang nan shadu
Nan
senja telah usai
Senja
yang singkat
Terlarut
dengan denyut nan sunyi dan sepi
Hanyut
terbawa bayu dalam
Memerah
dari ufuk barat
Sekian
siang kita ini hari
Biarkan
terselimut pekat
Senja
yang singkat ini
Mejaku
tempat melirik ranummu
Menulis
tentang lontaran senyummu
Helai
demi helai
Ku
gores dengan tinta liurmu
Mejaku
menyimpan hidangan romantikmu
Hingga
aku memantikmu
Nan
aroma merona jiwa
Ahhh…bumbu-bumbu
rindu
Ber
embun meredam lambungku
Mejaku…
Menganyam
kata-kataku
Masih
seputar masakan-masakan bertaburan bumbu senyummu.
Meja
yang menempel rindumu
Terhidang
menu-menu pemantik dan peredam amarahmu
Di
atas meja yang menumpuk aroma pembius ragamu
Meja
rinduku
Koran
di dinding kamarku
Tersimpan
cerita besi-besi pembungkam suara massa
Lalu
waktu bergurat bersama kejamnya derihan orba
Serta
lara yang masih melekat raga
Tersipuh
sapa
Rintihan
massa beragam asal
Bagai
gemuruh menuntut barisan pucuk
Seakan
tak ada arti kelam yang membercak darah
Membara
massa pemuda peruntuh rezim
Melarat
dalam genggaman penguasa
Onani
penguasa
Lontaran
sajak amarah
Tersandera
dalam pekatnya nalarisme dangkal
Penguasa
berwatak pembual ,pembungkam derihan massa
Rintihan
suara massa
Tersalur
dalam ritme kawula peruntuh rezim
Kelam
meninggalkan duka
Lara
yang mencekam raga
Lantunanku
memadumu dengan metafora-metafora rindu
Anyaman
membius raga
Percikan
-percikan berlian
Glosarium
berbulir romantis
Penyejuk
nada amarah
Kata
-kataku tak serumit matematika
Barisannya
berapik rindu
Melipur
duka lara
Di
ujung senja aku lontar dengan syair syhadu
Membungkam
nafsu biadap
Sajak-sajakku
berliur rindu
Me
rontak senyum
Ahhh…..ini
cuman kata sederhana
Peneman
rindumu
Pelipur
laramu
Di
bilik gubukku
Terlontar
aura penyejuk kalbumu
Sajak-sajakmu
Menghanyutkan
aku pada malam tidurku
Engkau
pergi dengan gelora setumpuk senyum
Kokoh,tegap
kau melampui negeri pemberi nafkah
Engkau
pergi dengan daya mereka yang tak berakal
Tak
tahu engkau pergi dengan raga tanpa data
Di
seberang sana kau beroleh hidup seperti surga
Nyawamu
begitu berharga di mata sesamamu manusia
Ter
rebah kau di jubin sang majikan
Tiada
sebab kau di ciduk tanpa alasan
Terbaring
dalam semak-semak kebencian
Namamu
masih teringat dalam memori ibumu
Namamu
masih melekat dalam memori ayahmu
Lantas
kau datang dengan raga tanpa napas
Tersibak
kenang-kenangan kelam kala itu
Di
Negeri orang bayu bersahut
Kalau
kau tiada lagi
Membulir
dari kelopak mata
Shayat-shayat
lara yang mendekam
Entah
sebab apa dan karena siapa
Engkau
pulang dengan raga tanpa napas.
*Penulis adalah aggota aktif PMKRI Cabang
Kupang St. Fransiskus Xaverius
Kupang St. Fransiskus Xaverius