PMKRI Cabang Bengkulu Gelar Webinar Soroti Permasalahan Gender

Bengkulu, Verbivora.com – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Bengkulu, menggelar webinar nasional bertajuk “Perspektif Gender Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,” Sabtu (27/2/2021).

Webinar ini dilaksanakan atas inisiasi Biro Kajian Keperempuanan PMKRI Cabang Bengkulu St. Stanislaus Kostka, Suirma Rufina, kolaborasi dengan Bidang Internal Korps Hmi-Wati Komisariat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu.

Webinar diikuti Peserta dari organisasi kepemudaan, organisasi kedaerahan, himpunan mahasiswa dari berbagai macam kampus di seluruh indonesia, BEM Universitas yang ada di Provinsi Bengkulu, karyawan BUMN, notaris, pemuka agama, serta komunitas paguyuban.

Hadir sebagai narasumber, FR. Yohanna Tantria Wardhani, Aktivis Perempuan sekaligus Wakil Ketua Program Yayasan Kalyanamitra dan akademisi pasca sarjana Universitas Indonesia, Dila Novita.

Dila Novita menjelaska, Secara sosial, konstruksi peran gender di masyarakat telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan peran gender tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif.

“Gender pada hakekatnya hanya dibedakan secara biologis berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan. Stigma sosial di masyarakat telah mengubah pandangan antara peranan laki-laki dan perempuan yang pada akhirnya menimbulkan ketidakadilan dan penderitaan,” jelasnya.

Ia jua menambahkan,   Permasalahan gender telah banyak dikaji sebelumnya, namun belum mencapai apa yang menjadi harapan bersama.

“Keadilan gender yang telah diperjuangkan berpuluh-puluh tahun, belum mencapai hasil seperti yang diharapkan,” tambah Dila.

FR. Yohanna Tantria Wardhani juga menyampaikan beberapa poin ketidaksetaraan gender yang sering dialami perempuan.

Pertama, subordinasi, menomorduakan posisi perempuan, contoh dalam bidang politik, jabatan, karir dan pendidikan. Kedua, arginalisasi, peminggiran atau mendiskriminasi perempuan dari peran-peran yang bisa dilakoni. 

Ketiga, Double burden, peran ganda yang harus dipikul perempuan. Keempat, Stereotype, pelabelan negatif terhadap perempuan. Kelima, violence atau kekerasan yang sering terjadi terhadap perempuan.

Suirma Rufina selaku moderator, menyampaikan harapan agar kelak tidak ada lagi diskriminasi gender sebagai wujud dari kesetaraan itu sendiri.

“Perjuangan kesetaraan gender adalah perjuangan kemanusiaan. Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, sehingga mereka mendapatkan akses yang sama dalam segala lini,” tutup Suirma.*(JM)

Exit mobile version