Kupang,verbivora.com- Perhimpunan
Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) menggelar Seminar Kebangsaan
dengan tema: “Meneguhkan Kembali Semangat #Kita_Indonesia di Aula
Universitas Katolik Widya Mandira Penfui, Kupang. Jumad, 10
Agustus 2018.
Kegiatan ini merupakan rangkaian road show
kebangsaan di 15 kota di Indonesia dan Kota kupang sebagai kota tujuan pertama.
Kegiatan road show
kebangsaan ini digelar dengan melihat kondisi bangsa hari ini. Bahwa ketegangan
yang ditimbulkan oleh viralnya frasa “Tahun politik” begitu dahsyat, sehingga
dampak psikologisnya pun dirasakan hingga ke pelosok negeri.
Lebih dari itu, yang menegangkan
justru ketika merebaknya isu-isu fundamentalisme agama dikalangan akar rumput
yang dengan garang memisahkan antara kami dan kamu dari bingkai kekitaan. Rasa
persaudaraan yang selama ini terbangun begitu apik diatas fondasi kebhinekaan
tergilas oleh pesona primordialisme yang menampilkan wajah SARA demi
kepentingan dan tendensi negatif. Isu-isu atas nama suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA) tak lain hanya menegaskan eksklusivitas identitas
sektarian dalam bingkai berpikir yang sempit dan picik, namun dampaknya begitu
luas pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Terhadap fenomena tersebut, Ketua
Majelis Ulama Indonesia Provinsi NTT, Drs. Abdul K. Makarim yang hadir sebagai
narasumber mengatakan, bangsa Indonesia memiliki banyak keragaman
meliputi ragam suku, adat, budaya dan agama di Indonesia menjadikan Indonesia
sebagai bangsa yang beragam.
Lebih lanjut, Makarim menegaskan,
dari keragaman – keragaman ini, terbentuklah bangsa ini. Keragaman ini
menjadikan Indonesia memiliki kekhasan tersendiri di mata dunia. Lihat saja
bangsa lain, mereka tidak mampu mempersatukan keragaman/perbedaan yang ada
sehingga muncullah perpecahan ataupun konflik. Namun, Indonesia mampu
mempersatukan perbedaan – perbedaan itu. Sehingga kita sangat diperhitungkan
oleh bangsa lain.
“Keragaman
bangsa kita ini tidak membuat perpecahan di antara kita, malah mampu memperat
dalam tali persatuan. Untuk itu, sebagai generasi muda zaman now agar selalu
menggali sejarah bangsa, membangun nasionalisme dalam diri kita masing-masing,
serta memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa,” ajak Makarim.
Ketua
MUI NTT tersebut juga selalu menyerukan toleransi kepada masyarakat Indonesia
terkhusus NTT
“Nusa
Tenggara Timur sebagai provinsi yang majemuk, telah membuktikan akan semangat
persatuan dan kesatuan dalam hidup berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ketika
hadir dalam berbagai forum nasional saya selalu menyerukan bahwa NTT itu Nusa
Tinggi Toleransi, itulah yang saya serukan berulang kali,’’ kata Makarim
diakhir pembicaraannya.
Selanjutnya, Sekretaris Jendral PP
PMKRI, Thomson Silalahi ketika ditemui tim
verbivora.com mengatakan bahwa ‘Kita Indonesia’ sebagai tema besar yang
diangkat oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia sebagai tagline moral
politik pembinaan-perjuangannya, menjadi relevan dengan konteks Indonesia hari
ini. #Kita_Indonesia sebagai seruan moral sekaligus gerakan politik untuk
menjahit kembali tenun kebangsaan yang terkoyak oleh arogansi identitas
keakuan, kekamian, keagamaan, dan kesukuan.
“Kita_Indonesia
sebagai sebuah gerakan yang tidak hanya menghendaki persatuan Indonesia namun
menentang gerakan-gerakan yang mengoyak tenun kebangsaan kita. Oleh karena itu,
PMKRI secara konsisten menggaungkan gerakan #Kita_Indonesia di 15 Kota di
Indonesia agar gerakan ini menjadi ‘serum’ perdamaian yang mempersatukan
seluruh anak bangsa demi memajukan Indonesia lebih baik lagi,” ujar Thomson.
Di lain sisi, Ketua Presidium PMKRI
Cabang Kupang, Engelbertus Boli Tobin, dalam pidatonya mengatakan, refleksi
kita atas koyaknya persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dari persoalan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan problem kemanusiaan.
Ketidakadilan yang berdampak langsung pada kesenjangan ekonomi dan memicu
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia menimbulkan gerakan-gerakan yang ingin
menggantikan dasar negara (Pancasila) dengan ideologi yang datang dari
luar.
“Terhadap
situasi tersebut, pemerintah perlu lebih serius mewujudkan keadilan berpijak di
atas kepentingan semua dan di atas segalanya perlu menghormati martabat
kemanusiaan. Pemerintah dinilai belum mampu mewujudkan cita-cita pendirian
bangsa: terwujudnya kesejahteraan umum di segala aspek kehidupan,” tutur Obi.
Untuk diketahui, kegiatan seminar
kebangsaan ini diikuti oleh seluruh elemen, baik masyarakat umum, tokoh agama,
mahasiswa maupun pelajar, serta pimpinan organisasi kemasyarakatan. Kegiatan
seminar kebangsaan ini mampu menarik simpati dan antusias dari sejumlah elemen
masyarakat khususnya kaum milenial sehingga peserta yang hadir dalam kegiatan
ini berjumlah 700-an orang. (***)