Pilkada Damai, Lembaga Hukum PP PMKRI Bicara Soal Ini – Foto: Andy Tandang |
“SARA merupakan jati diri bangsa Indonesia yang sudah tuntas digaungkan sejak 88 tahun lalu saat moment sumpah pemuda 1928. Bangsa yang harusnya sebagai potensi positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menggunakan isu SARA dalam Pilkada itu ketinggalan zaman. Pilkada DKI ibaratkan sebuah rumah demokrasi dimana di dalamnya terdapat banyak perbedaan dan pendapat tetapi tetap mengedepankan kedamaian dan ketenteraman,” ungkap Eleonarius.
Eleonarius menegaskan, terdapat tiga elemen penting yang saling berkaitan erat dalam meminimalisir isu SARA. Pertama, peran pemuda sebagai motor gerakan yang mengkawal kemajemukan bangsa. Kedua, peran pemerintah dalam memfasilitasi pendidikan sumber daya manusia . Ketiga, peran tokoh-tokoh agama dalam mengadakan dialog lintas iman yang dilakukan terus menerus demi memberikan wawasan kebangsaan terhadap semua warga negara.
Kepada team sukses ketiga pasangan calon Gubernur DKI, Eleonarius menegaskan konsentrasi team pemenangan bukan hanya untuk memenangkan Pasangan yang akan bertarung di pilkada DKI nnti. Team pemenangan kata dia, berkewajiban untuk memberikan Edukasi kepada semua massa pendukung agar lebih terbuka dan obyektif dalam menyambut pesta demokrasi nanti, dan bersiap untuk berbuka diri terhadap konsekuensi dari hasil Pilkada.
“Siap menang dan siap kalah karena dalam berpolitik dinegara demokrasi merebut kekuasaan itu sah-sah saja akan tetapi tetap harus mengikuti aturan-aturan main demokrasi yang lebih mengedepankan kualitas Demokrasi,” pungkas alumnus Hukum Universitas Bung Karno ini.
Hindari ‘Black Campaign’
Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Boy Rafli Ahmad mengatakan, Jangan sampai ada black campaign dalam Pilkada kita. Menurut Boy, masyarakat pasti mengalami pengelompokan terkait calon yang diusung, tetapi hal itu tidak sepatutnya menjadi hal yang dapat memecah kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Boy berharap dalam proses Pilkada serentak ini pada akhirnya mampu melahirkan pemimpin yang diinginkan masyarakat tanpa adanya anarkisme.
“Tidak boleh ada kekerasan dan pelanggaran hukum. Peran dari elitepolitik, media, dan sosial media adalah untuk mengedukasi masyarakat mengenai politik yang berkualitas dengan tidak mengaitkan dengan isu-isu SARA,” katanya.
Senada dengan Boy, perwakilan dari Gerakan Rumah 98, Bernard Haloho, menyatakan spirit dari suasana kondusif dalam menghadapi kontestasi Pilkada, khususnya di DKI Jakarta, sangat diperlukan.
“Publik DKI tengah disuguhi isu yang masif dan sistemik mengenai isu SARA, tetapi dengan masyarakat yang cerdas maka itu tidak akan produktif. Negara tidak boleh gagal dan diseret ke ujung jurang kehancuran dengan hal seperti itu. Pro dan kontra memang tidak bisa dihindarkan, tapi bagaimana kita bersatu padu menciptakan suasana kondusif serta damai,” ujar Bernard.* (Andy Tandang)