Foto. Dok. Pribadi |
Momentum hari Kartini
sejatinya dijadikan sebagai momentum untuk berefleksi bagi seluruh kaum
perempuan yang hidup di zaman milenial. Ketika kita menempatkan perhatian pada persoalan yang
melanda kaum perempuan, maka begitu banyak ‘pekerjaan rumah’ yang harus diselesaikan.
Misalnya, pemerkosaan, pelecehan seksual, TKW ilegal, hingga kasus human trafficking (perdagangan orang) semakin
marak terjadi merupakan ‘wajah kesedihan’ bangsa. Hal ini membutuhkan
penanganan serius.
sejatinya dijadikan sebagai momentum untuk berefleksi bagi seluruh kaum
perempuan yang hidup di zaman milenial. Ketika kita menempatkan perhatian pada persoalan yang
melanda kaum perempuan, maka begitu banyak ‘pekerjaan rumah’ yang harus diselesaikan.
Misalnya, pemerkosaan, pelecehan seksual, TKW ilegal, hingga kasus human trafficking (perdagangan orang) semakin
marak terjadi merupakan ‘wajah kesedihan’ bangsa. Hal ini membutuhkan
penanganan serius.
Memang benar, dan
inilah realita sosial yang terjadi di sekitar kita. Keindahan dan segala yang
ada pada perempuan telah menjadi ‘komoditas’ yang dikomersialkan. Perempuan
dijadikan objek dagangan dan budak seks yang kian subur. Fenomena ini sungguh
miris, karena perempuan yang (katanya) secara kodrati adalah kaum yang
melahirkan generasi penerus bangsa justru diperlakukan secara tidak adil oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
inilah realita sosial yang terjadi di sekitar kita. Keindahan dan segala yang
ada pada perempuan telah menjadi ‘komoditas’ yang dikomersialkan. Perempuan
dijadikan objek dagangan dan budak seks yang kian subur. Fenomena ini sungguh
miris, karena perempuan yang (katanya) secara kodrati adalah kaum yang
melahirkan generasi penerus bangsa justru diperlakukan secara tidak adil oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Berkaca pada momentum
Hari Kartini, tak jarang kita menemukan perayaan yang hanya bersifat ‘ceremonial’.
Perayaan yang terkadang minim dengan nilai-nilai perempuan sesungguhnya yang
telah diwariskan oleh sang pejuang emansipasi Raden Ajeng Kartini. Perayaan
hari Kartini terkadang hanya berhenti pada ruang-ruang ‘lomba’ yang memberikan
kesan ‘euforia’.
Hari Kartini, tak jarang kita menemukan perayaan yang hanya bersifat ‘ceremonial’.
Perayaan yang terkadang minim dengan nilai-nilai perempuan sesungguhnya yang
telah diwariskan oleh sang pejuang emansipasi Raden Ajeng Kartini. Perayaan
hari Kartini terkadang hanya berhenti pada ruang-ruang ‘lomba’ yang memberikan
kesan ‘euforia’.
Pada
zaman modern, yang kita kenal sebagai
zaman milenial, dapat dikatakan bahwa perempuan Indonesia sudah keluar dari
ranah domestiknya menuju ruang publik. Namun, data menunjukkan bahwa
keterwakilan perempuan dalam politik masih sangat rendah. Meskipun ada affirmative action 30% untuk pencalonan
anggota legislatif perempuan, nyatanya hanya 17% yang menduduki parlemen
periode 2014-2019. Ini kemudian berdampak pada sedikitnya peran perempuan dalam
mengambil kebijakan publik.
zaman modern, yang kita kenal sebagai
zaman milenial, dapat dikatakan bahwa perempuan Indonesia sudah keluar dari
ranah domestiknya menuju ruang publik. Namun, data menunjukkan bahwa
keterwakilan perempuan dalam politik masih sangat rendah. Meskipun ada affirmative action 30% untuk pencalonan
anggota legislatif perempuan, nyatanya hanya 17% yang menduduki parlemen
periode 2014-2019. Ini kemudian berdampak pada sedikitnya peran perempuan dalam
mengambil kebijakan publik.
Tsamara
Amany, mahasiswa Universitas Paramadina Jurusan Ilmu Komunikasi sekaligus Ketua
DPP Partai Solidaritas Indonesia dalam tulisannya ia mengutip sebuah pernyataan
dari Bung Karno bahwa: Indonesia bagaikan sayap burung. Dua sayap yang harus
diisi oleh perempuan dan laki-laki. Bung Karno percaya bahwa kesetaraan antara
perempuan dan laki-laki yang memikirkan hak bersama sebagai bangsa akan
mengantarkan Indonesia ke puncak yang tinggi. Namun, kini pertanyaannya adalah,
apakah perempuan Indonesia di era milenial bisa menjadi bagian dari sayap
burung yang menerbangkan Indonesia sampai ke puncaknya?
Amany, mahasiswa Universitas Paramadina Jurusan Ilmu Komunikasi sekaligus Ketua
DPP Partai Solidaritas Indonesia dalam tulisannya ia mengutip sebuah pernyataan
dari Bung Karno bahwa: Indonesia bagaikan sayap burung. Dua sayap yang harus
diisi oleh perempuan dan laki-laki. Bung Karno percaya bahwa kesetaraan antara
perempuan dan laki-laki yang memikirkan hak bersama sebagai bangsa akan
mengantarkan Indonesia ke puncak yang tinggi. Namun, kini pertanyaannya adalah,
apakah perempuan Indonesia di era milenial bisa menjadi bagian dari sayap
burung yang menerbangkan Indonesia sampai ke puncaknya?
Perempuan
milenial Indonesia harus meneruskan harapan Bung Karno ini. Tentu saja cara
meneruskannya sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh milenial itu
sendiri. Lebih lanjut Tsamara menambahkan, ada tiga karakter yang dimiliki
milenial diantaranya: Pertama,
milenial adalah pribadi yang connected. Artinya,
mereka adalah generasi yang melek teknologi dan media sosial. Kedua, milenial memiliki gaya berpikir
yang kreatif. Sebenarnya pola pikir milenial lebih mudah disalurkan karena
hidup di era digital. Ketiga, milenial
sebenarnya generasi yang percaya diri. Hal ini mudah terlihat dengan banyaknya
milenial yang berani mengungkapkan pendapatnya di media sosial. Milenial juga
disebut sebagai generasi ‘narsis’.
milenial Indonesia harus meneruskan harapan Bung Karno ini. Tentu saja cara
meneruskannya sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh milenial itu
sendiri. Lebih lanjut Tsamara menambahkan, ada tiga karakter yang dimiliki
milenial diantaranya: Pertama,
milenial adalah pribadi yang connected. Artinya,
mereka adalah generasi yang melek teknologi dan media sosial. Kedua, milenial memiliki gaya berpikir
yang kreatif. Sebenarnya pola pikir milenial lebih mudah disalurkan karena
hidup di era digital. Ketiga, milenial
sebenarnya generasi yang percaya diri. Hal ini mudah terlihat dengan banyaknya
milenial yang berani mengungkapkan pendapatnya di media sosial. Milenial juga
disebut sebagai generasi ‘narsis’.
Di
era milenial, kita harus berani dan jujur mengatakan bahwa kaum perempuan harus
ekstra keras berjuang untuk keluar dari “penjara hedonisme”. Penjara. Buah karya
kapitalis yang masih memenjarakan mereka dalam kenikmatan semu yang akan
membawa dampak buruk bagi mereka kelak. Dengan demikian kaum perempuan harus
selalu bergerak ke arah progresif, mulai menata hidup lebih layak. Perempuan
harus berani terjun ke ruang-ruang publik untuk memperjuangkan hak-hak dan
menyuarakan keadilan ditengah percaturan garis patriarkis.
era milenial, kita harus berani dan jujur mengatakan bahwa kaum perempuan harus
ekstra keras berjuang untuk keluar dari “penjara hedonisme”. Penjara. Buah karya
kapitalis yang masih memenjarakan mereka dalam kenikmatan semu yang akan
membawa dampak buruk bagi mereka kelak. Dengan demikian kaum perempuan harus
selalu bergerak ke arah progresif, mulai menata hidup lebih layak. Perempuan
harus berani terjun ke ruang-ruang publik untuk memperjuangkan hak-hak dan
menyuarakan keadilan ditengah percaturan garis patriarkis.
Oleh
karena itu, pada hari istimewa mendatang (Hari Kartini) menjadi momentum besar
agar perayaannya tidak hanya dihiasi dengan lomba-lomba berkebaya, memasak ataupun
upacara ceremonial lainnya. Harapan besar sekaligus tindakan besar harus
mengkristal pada hari istimewa itu. Perayaan Kartini paling tidak, memberikan
penyadaran reflektif bagi perempuan seluruh Indonesia dan seluruh masyarakat.
karena itu, pada hari istimewa mendatang (Hari Kartini) menjadi momentum besar
agar perayaannya tidak hanya dihiasi dengan lomba-lomba berkebaya, memasak ataupun
upacara ceremonial lainnya. Harapan besar sekaligus tindakan besar harus
mengkristal pada hari istimewa itu. Perayaan Kartini paling tidak, memberikan
penyadaran reflektif bagi perempuan seluruh Indonesia dan seluruh masyarakat.
Akhirnya yang dikatakan Kartini bahwa: “tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan
terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa
keindahan. Kehidupan manusia serupa alam,” merupakan sebuah interupsi
penting bagi masyarakat luas terkhusus bagi perempuan Indonesia , ikut serta
dalam membangun tatanan kehidupan bangsa yang cerah dan harus berani
menyuarakan hak-hak perempuan. Bagaimanapun juga tak ada demokrasi tanpa perempuan
itu senantiasa hidup dalam nadi dan perjuangan bangsa kita.
Selamat Hari Kartini
*Penulis
adalah Sekretaris Jenderal PMKRI Cabang Merauke