Opini, Verbivora.com – Berbicara tentang politik tidak hanya dilakukan oleh kalangan politisi, pemerintah, atau para birokrat, tetapi juga melibatkan semua lapisan masyarakat. Di setiap lingkungan, seperti warung kopi, kita dapat mendengar warga sedang membicarakan politik, memperdebatkan calon mana yang terbaik, atau mengkritisi kebijakan pemerintah. Perempuan Indonesia tidak lagi terkurung dalam kegelapan intelektual.
Mereka yang dulunya tidak diperbolehkan sekolah hanya diberi tugas-tugas rumah tangga, kini mendapatkan akses pendidikan. Peran wanita tidak hanya terbatas sebagai pelengkap di dalam rumah tangga, melainkan juga memiliki kemampuan untuk berbicara tentang arah kemajuan bangsa.
Representasi wanita dalam bidang politik dapat dikatakan masih jauh dari harapan. Di Indonesia sendiri wanita yang terjun dalam dunia perpolitikan masih terbelenggu dengan latar belakang, budaya patriarki, perbedaan gender. Meskipun sampai saat ini selalu ada upaya untuk memperbaiki persoalan tersebut.
Baca juga: Peringati Hari Perempuan Sedunia, PP PMKRI Desak Pengesahan RUU PPRT
Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Dibuatnya kebijakan seperti uu no.10 tahun 2008 pasal 55 ayat 2 menerapkan zipper system yang mengatur bahwa setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang wanita. Pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen nyatanya masih jauh dari kata memuaskan. Angka tersebut tidak sepenuhnya tercapai bahkan malah menimbulkan pro dan kontra dalam partai.
Budaya Patriarki Dalam Partisipasi Politik Perempuan
Hal mendasar yang membuat wanita begitu sulit masuk dalam dunia perpolitikan. Ialah budaya patriarki. Sistem yang masih terjaga dan masih terawat dalam kehidupan masyarakat. Sebuah anggapan bahwa derajat wanita adalah di bawah pria. Perempuan adalah makhluk lemah dan harus dilindungi sehingga harus diperlakukan sesuai dengan kemauan laki-laki. Khawatirnya malah berujung pada kasus kekerasan terhadap wanita.
Efek dari stigma ini akan menjadi bahaya, ketika wanita menganggap ini menjadi sesuatu yang tabuh. Meyakini bahwa ini sudah menjadi hukum alam yang tidak dapat diubah. Sehingga saat dihadapkan dengan kaum laki-laki dalam memperebutkan kursi jabatan misalnya, akan timbul rasa pesimis untuk menang. Atau merasa gengsi dipimpin oleh seorang wanita. Padahal Negara Indonesia adalah Negara demokrasi dan pancasila. Setiap individu dalam masyarakat memiliki kebebasan tersendiri.
Kebebasan mengekspresikan dirinya melakukan segala tindakan sosial dengan tetap terikat pada hukum yang berlaku. Memilih maupun mencalonkan untuk dipilih dalam masyarakat. Itu semua bagian dari demokrasi. Begitu juga dalam sila yang kelima yang berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menyatakan bahwasanya tidak dibenarkan adanya pengkulturan dalam masyarakat Indonesia.
Tidak boleh ada diskriminasi, pengkotakan atau pengkelasan dalam masyarakat apalagi berdasarkan jenis kelamin antara wanita dan laki-laki. Semuanya dianggap sebagai entitas yang sama dan sejatinya diperlakukan adil. Keadilan dalam ruang politik, ekonomi, sosial masyarakat.
Baca Juga: Indonesia Emas 2045, Dimulai Dari Diri Sendiri
Pengaruh Pemimpin perempuan Dalam Meningkatkan Partisipasi Politik
Dengan lahirnya para pemimpin perempuan baru seperti ibu Megawati Soekarnoputri sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia menjadi bukti bahwa perempuan tidak kalah kuat dibanding dengan kaum laki-laki. Ibu Sri Mulyani yang menjabat sebagai menteri keuangan, ibu Ida Fauziyah sebagai menteri ketenagakerjaan, ibu Siti Nurbaya sebagai menteri lingkungan hidup dan kehutanan, ibu Retno Marsudi sebagai menteri luar negeri, ibu Gusti Ayu Bintang sebagai menteri pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak dan ibu Puan Maharani sebagai ketua DPR RI. Mereka adalah sebagian dari banyaknya perempuan hebat yang memiliki peranan penting dalam Negara ini.
Tokoh perempuan diatas dapat memberikan angin segar bagi semua Wanita Indonesia saat ini. Menumbuhkan semangat dan motivasi untuk berperan aktif dalam bidang politik. Begitu juga dalam bidang ekonomi dan sosial masyarakat dan lainnya. Menumbuhkan kesadaran akan kesempatan yang sama dalam berwarganegara.
Bahwasanya ada hak, kewajiban dan ruang politik yang dapat diisi untuk memperjuangkan nasib bangsa dan Negara kedepannya. Begitu juga dengan pemerintah harus bisa menjamin keamanan hak-hak politik setiap perempuan sesuai dengan nilai-nilai demokrasi dan asas pancasila. Maka seluruh wanita Indonesia tidak usah ragu ketika harus terjun dalam perpolitikan. Tidak ada ketakutan ketika harus menjadi pemimpin dalam badan atau lembaga pemerintahan.
Mengutip kata-kata bung karno yang beliau tulis dalam bukunya yang berjudul “Sarinah; kewajiban wanita menjalankan kewajibannya’’. Wanita Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan republik, dan nanti jika republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara nasional. Di dalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi wanita yang bahagia dan wanita yang Merdeka!
Penulis: Raineldis Bero, Lembaga Pemberdayaan Perempuan PP PMKRI, Mahasiswa IBLAM School of Law, Jakarta.