Pengaruh Globalisasi Terhadap Cara Berpakaian Etnis Sikka

 Jakarta, Verbivora.com – Istilah Globalisasi, pertama kali digunakan oleh Theodore Levitt tahun 1985 yang menunjuk pada politik-ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksi keuangan. 

Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru, khususnya yang menyangkut informasi secara mendunia melalui media cetak dan elektronik. 

Era globalisasi yang dicirikan oleh pesatnya perdagangan, industri pengolahan pangan, jasa dan informasi yang akan mengubah gaya hidup masyarakat pedesaan maupun di perkotaan. 

Globalisasi sudah berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di dunia. Arus globalisasi tersebut telah memberi kemudahan dan kelancaran dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi Informasi dan Komunikasi (IPTEK). 

Akan tetapi, biasanya kemajuan IPTEK masih dikuasai oleh negara-negara maju. Kondisi ini mengakibatkan negara berkembang termasuk Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisasi dalam berbagai bidang. Pada akhirnya, muncul sikap masyarakat Indonesia yang mau mengikuti dan sikap teguh pada pendirian (masyarakat tradisional).

Dewasa ini, Indonesia yang masih dalam tahap negara berkembang ingin memajukan seluruh komponen bangsanya terutama di bidang pendidikan agar tercipta sumber daya manusia yang berkualitas. 

Oleh sebab itu, dalam bidang pendidikan di Indonesia saat ini banyak ditunjang oleh manfaat dari teknologi modern. Perkembangan teknologi diharapkan memberikan dampak positif dalam menunjang proses belajar remaja. 

Namun disisi lain, banyak juga remaja yang berstatus bersekolah terjerumus melakukan hal-hal yang negatif, karena tidak bisa memanfaatkan teknologi sesuai dengan porsinya. Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang terbentang dari sabang sampai merauke.

Sementara, Nusa  Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang berada di Indonesia, dengan Kabupaten Sikka sebagai salah satu wilayah administratifnya.

Sikka  terdiri dari tiga etnis, Sikka, Krowe, dan Tana Ai. Dengan kebudayaan yang sangat kental dan masyarakatnya terkenal sangat ramah. sementara itu, mayoritas penduduk Sikka adalah pemeluk agama Katolik.

Generasi Intelek

Intelektual dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti cerdas, berakal dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Intelektual merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkannya dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul (Gunarsa,1991). 

Menurut Alfred Binet (dalam irvan,1986), intelegensi adalah suatu kapasitas intektual umum yang antara lain mencakup kemampuan-kemampuan : menalar dan menilai; menyeluruh; menciptakan dan merumuskan arah berfikir spesifik; serta menyesuaikan pikiran dalam pencapaian hasil akhir; dan memiliki kemampuan mengkritik diri sendiri. 

Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa, generasi ini merupakan generasi yang berperan dalam usaha pembaharuan bangsa sehingga diharapkan generasi muda mampu memiliki kemampuan yang sering disebut dengan intelektual.

Dalam kamus filsafat (Loren Bagus,1996), intelek diartikan sebagai kemampuan untuk mengetahui, untuk mengerti secara konseptual dan menghubungkan apa yang diketahui atau dimengerti. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan secara sederhana bahwa kaum intelektual merupakan sosok teladan, berpendidikan dan mempunyai pengetahuan yang tinggi.

Generasi muda dapat digolongkan sebagai kaum intelektual akan tetapi tidak banyak generasi muda yang benar-benar intelektual, jika mengacu pada pengertian intelektual itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari potret atau gambaran generasi muda saat ini meracuni pikiran mereka dengan dunia fashion, kegiatan sehari-hari hanya berpacaran, main di jalan, hura-hura dan banyak lagi.

Jika seseorang generasi muda khususnya remaja yang baru masuk ke masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, mereka mulai terpengaruh akan sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang melanggar norma yang berlaku di masyarakat, hal itu juga terjadi pada remaja Sikka dari ketiga etnis, Sikka, Krowe, dan Tana Ai. 

Remaja dari ketiga etnis di Kabupaten Sikka mulai memudarkan budaya aslinya dari ketiga etnis tersebut dan mencampurkan budaya modern ke pakaian adat dari ketigas etnis yang ada di Kabupaten Sikka saat ini. Sebagai generasi muda kita tidak boleh bermalas-malasan dan berdiam ditengah informasi dan ruang yang lebih sempit yang mulai menjajah budaya kita saat ini.

Budaya Berpakaian Adat, Gereja dan Acara Resmi

Budaya yang telah diwariskan dari generasi terdahulu kepada generasi sekarang mulai mengalami modifikasi. Contoh nyata, dalam hal berbusana saat ke gereja dan tempat acara resmi lainya, juga mulai mengalami perubahan model pada tiga etnis yang sangat kental dengan nuansa adat dan budaya dengan filosofi di dalamnya, selain itu busana adat Kabaupaten Sikka juga terkenal dengan beragam motif.  

Gereja merupakan tempat suci yang digunakan sebagai tempat persembahyangan bagi umat katolik. Dalam melakukan persembahyangan, umat katolik perlu menyiapkan sarana serta berpakaian yang sopan. Namun, di era globalisasi ini cara berpakaian  juga terkena imbas. Remaja cenderung memiliki hasrat untuk mengikuti model berpakaian orang barat yang lebih terbuka dan menyimpang dari norma yang berlaku.

Pakaian adat tiga etnis di Kabupaten Sikka memiliki standardisasi dalam kelengkapannya. Pakaian adat lengkap biasanya dikenakan pada upacara adat dan keagamaan atau upacara perayaan besar. Setiap daerah memiliki ornamen berbeda yang memiliki arti simbolis dalam pakaian adatnya masing-masing. Untuk saat ini banyak generasi muda yang menggunakan busana trend gaya zaman modren. 

Entah apa yang mereka pikirkan, dari hal tersebut saya membuat suatu gagasan menghubungkan generasi intelek untuk menciptakan budaya di Nian Tana Sikka melalui cara berpakaian adat ke gereja ataupun di tempat acara resmi lainya. 

Mengingat berpakaian adat ke gereja ataupun acara resmi lainya merupakan ciri khas kita masyarakat Nian Tana Sikka secara umum, memang terlihat anggun jika seseorang ke gereja ataupun ke tempat resmi lainya dengan pakaian sedemikian rupa dan menggunakan aksesoris yang berlebihan. 

Namun ada baiknya jika seseorang ke gereja, memusatkan niat untuk menghadapkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa dan juga ke tempat acara resmi lainya bisa memberikan suasana dan lingkungan sesuai dengan kultur setempat. *(AR)

Antonius Yano Dede Keytimu: Wakil Presidium Germas PMKRI Cabang Maumere Periode 2021/2022.

Pengaruh Globalisasi Terhadap Cara Berpakaian Etnis Sikka
Antonius Yano Dede Keytimu, Wakil Presidium Germas PMKRI Cabang Maumere Periode 2021/2022

RELATED ARTICLES

Most Popular