Pendidikan Era Digital

OPINI, verbivora.com – Pesatnya perkembangan di bidang teknologi dalam beberapa dekade terkahir,  membawa perubahan yang pesat pula dalam pola hidup manusia. Manusia dengan pekerjaannya nampak semakin lebih mudah. Luar biasa, teknologi membantu pekerjaan manusia. Beban aktivitas yang membelenggu manusia diringankan.

Hendrikus Mandela
Hendrikus Mandela – Foto: ist

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Jeques Ellul tentang teknologi. Bahwasannya teknologi adalah keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap kegiatan manusia (Jeques Ellul, 1967: xxv).

Demikianpun situasi dalam bidang ilmu pengetahuan, juga patut diapresiasi. Karena  terjadi kemajuan yang pesat pula. Manusia mampu menciptakan benda yang secara kapasitas hampir sama dan bahkan melampaui batas kapasitas manusia. Sungguh ciptaan yang serupa dengan manusa hanya saja  tidak sempurna seperti layaknya manusia yang utuh. Itulah teknologi.

Harus diakui bahwa hal ini adalah berkat manifestasi dari kesadaran, daya khayal, dan cara berpikir manusia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh The Sane Society, Fromm bahwa… “manusia sebagai manusia memiliki kesadaran diri, pikiran, dan daya khayal (imajinasi).

Seiring berjalannya waktu, terjadi keseimbangan kemajuan dalam perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi. Patutlah keduanya disandingkan saja sehingga disebut iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Sebagian besar aktivitas manusia dikendalikan oleh perkakas ini. Ia mendominasi di setiap lini kehidupan manusia. Sehingga pantas, ilmu pengetahuan tekhnologi menarik perhatian dunia.

Namun, di tengah kemajuannya yang semakin pesat, salah satu problematika yang sulit ditemukan solusinya adalah interaksi antara manusia dengan iptek itu sendiri. Bahwasannya di dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, manusia adalah sebagai subjeknya. Dengan demikian manusia adalah pelaku dalam pengembangan dan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tetapi manusia juga diposisikan sebagai objek dalam iptek itu sendiri. Artinya manusia menjadi sasaran iptek. Lantas manusia tergiur dan terbuai oleh kemajuan iptek itu sendiri. Tingkat ketergantungan manusia terhadap teknologi sangat tinggi. Tanpa disadari bahwa sebenarnya kemajuan tekhnologi mempunyai manfaat dua sisi yang berbeda.

Selain manfaat memberi kemudahan bagi manusia juga manfaat memberi kesulitan bagi manusia. Ia pandai menguntungkan, pandai juga merugikan. Manusia mestinya mampu melihat secara jeli dampak dari teknologi. Teknologi itu ibarat pedang bermata dua.

Berkat kecanggihannya, pengaruh teknologi mampu menjamur di setiap bidang kehidupan manusia, termasuk pendidikan. Hal ini memang signal positif bagi pendidikan. Sebab pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu melihat perkembangan sekitarnya dan mampu menerima atau menyesuaikan diri dengan perubahan di sekitarnya tersebut. Singkatnya pendidikan mesti mempunyai dasar ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik  melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau peranannya di masa yang akan datang (undang-undang nomor 2 tahun 1989). Berbicara tentang masa depan atau masa yang akan datang tentu saja bersifat dinamis. Realitas yang kita hadapi sekarang tidak sama dengan realitas di masa yang akan datang. Selalu beubah. Hal ini sejatinya dikarenakan oleh situasi perkembangan iptek.

Jadi, sangat penting pelaksanaan pendidikan harus berdasarkan perkembangan iptek. Khusus untuk pendidikan di Indonesia, landasan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan ilmiah sebenarnya telah diamanatkan dalam pasal 36 ayat 3 undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003.

Dalam pasal tersebut berbunyi, kurikulum disusun sesuai dengan jenjang  pendidikan dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan; peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pengembangan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global, dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Masuknya pengaruh era digital  ini dalam konstelasi dunia pendidikan apa lagi telah mendapat pengesahan dari negara tentunya menuntut respon balik dari pendidikan. Hal ini dimaksudkan agar pendidikan tetap menghasilkan pendidikan yang sesuai dengan tujuannya. Oleh karena itu menjadi tugas pendidikan sekarang adalah bagaimana pendidikan itu sendiri mengelola secara cerdas pendidikannya di atas situasi era digital.

Yang pasti bahwa tidak semua perkembangan iptek membawa perubahan yang baik bagi manusia. Demikian pun bagi pendidikan manusia. Perubahan dan perkembangan hakikatnya diboncengi gejala baik dan gejala buruk.

Gaya belajar siswa era digital

Munculnya tekhnologi canggih melahirkan cara baru dalam proses belajar siswa. Mulanya, buku mempunyai sangat urgen, yakni sebagai satu-satunya  acuan sumber belajar dan atau untuk mendapatkan materi dalam dunia pendidikan tetapi kemudian sekarang (era digital) beralih ke sistem bantuan komputer bahkan berbasis komputer.

Lahirnya proses pengalihan ini mengubah pandangan pendidikan terhadap buku. Buku tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar untuk menunjang pencapaian kesuksesan dalam dunia pendidikan. Jadi dalam dunia pendidikan era digital buku dan sistem komputer  merupakan satu-kesatuan sebagai referensi pembelajaran.

Buku teks dalam dunia pendidikan, menurut beberapa para ahli, buku teks pelajaran adalah media pembelajaran (instruksional) yang dominan perannya di kelas; media penyampaian materi kurikulum; dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Patrick, 1988; Lockeed dan Verspur, 1990; Altbach, 991; Buckingham dalam Harris, ed, 1980). Secara lebih spesifik, Chambliss dan Calfe (1998) menjelaskan buku teks adalah  alat bantu siswa memahami dan belajar dari hal-hal yang dibaca.

Sedangkan Tarigan (2009) mendefinisikan buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang merupakan buku standar, yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud-maksud dan tujuan instruksional, yang diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang serasi dan mudah dipahami para pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tingi sehingga dapat menunjang sesuatu program pengajaran.

Kemudian dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2005 dijelaskan bahwa buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan  di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan.

Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa buku merupakan alat bantu pokok dalam kegiatan belajar mengajar. Sementara itu, sejak tahun 2008 di Indonesia buku teks pelajaran ditampilkan  dalam buku cetakan  dan Buku Sekolah Elektronik (BSE). Lalu pada bulan juli 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia telah menerapkan kurikulum baru dalam pendidikan di Indonesia yang disebut dengan kurikulum 2013. Lahirnya kurikulum ini semakin memperjelas pergeseran gaya belajar siswa melalui media elektronik.

Manfaat dan dampak Era Digital terhadap Siswa

Kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan kontribusi yang baik terhadap pendidikan. Hal ini dapat dirasakan oleh guru mau pun siswa dalam hal mengakses materi pembelajaran. Materi pembelajaran dapat dengan mudah diakses melalui komputer mau pun media elektronik lainnya. Munculnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan juga dapat mengubah paradigma tentang guru sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan.

Dengan adanya media elektronik yang menyajikan materi pembelajaran maka guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Teknologi semacam ini memang seyogianya disanjungkan. Namun perlu disadari bahwa tidak semua pengaruhnya memberikan manfaat yang baik bagi pendidikan. Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Jujun S. Surisumantri (1978: 35-36) bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi memang telah berjasa mengubah wajah dunia dalam berbagai bidang serta berhasil memajukan kesejahteraan manusia.

Namun kita juga menyaksikan bagaimana ilmu pengetahuan dan tekhnologi digunakan untuk mengancam martabat dan kebudayaan manusia. Dengan kata lain, manusia pemilik ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus menentukan apakah ilmu pengetahuan dan teknologinya itu bermanfaat bagi manusia atau sebaliknya.

Salah satu dampak buruk yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi dalam dunia pendidikan adalah bergesernya buku teks sebagai sumber ilmu pengetahuan oleh media elektronik. Hemat penulis hal ini dikatakan dampak buruk karena penyajian materi pembelajaran antara buku dengan media elektronik sangat jauh berbeda. Buku menyajikan materi secara dalam sedangkan media elektronik terkadang menyajikan materi secara dangkal.

Hal ini tentunya berpengaruh terhadap pemahaman dan wawasan siswa yang dalam dan dangkal pula. Selain itu media elektronik sangat berpotensi memberikan ruang bagi seseorang memanfaatkan pengetahuannya untuk melakukan tindakan kriminal.

Solusi

Untuk dapat mencegah rangkaian polemik dalam pendidikan era digital yang dilatarbelakangi media elektronik, saya berpikir ini adalah tanggung jawab bersama semua kalangan termasuk masyarakat dan teristimewa kalangan pendidikan. Pendidikan harus tetap pada nalar yang logis melalui pembatasan penggunaan media elektronik dalam keberlangsungan aktivitas pendidikan.

Memang harus diakui bahwa masa-masa seperti cukup sulit untuk memilih dan memilah sebab sistemnya yang menjaring secara otomatis selalu berhubungan dengan aspek-sapek lainnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Charles Dickens, this isi the of times and the worst of times (ini adalah masa paling baik dan sekaligus masa paling buruk).

Ada banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia, tetapi sebaliknya, kemajuan itu beriringan dengan kesengsaraan yang terjadi di masyarakat Indonesia (Moh. Sukardjo dan Ukim Komarudin, 2007:68).

Hemat penulis bahwa hanya dengan mengikutsertakan aspek moralitas dalam menangkal dan mengantisipasi gejala buruk yang timbul dari era digital terhadap pendidikan dapat tercapai. Artinya era digital yang hakikatnya tidak beraspek moralitas sehingga apa yang dihasilkannya adalah satu kesatuan antara yang baik dan yang buruk tetapi dengan menempatkan aspek moralitas oleh manusia maka dengan demikian dapat dipilahkan antara sisi baik dan sis buruknya dan setelahnya, tentu saja pendidikan selalu berada di atas sisi baiknya.*

*Oleh: Hendrikus Mandela
(Wakil sekretaris Jendral PMKRI cabang Ruteng St. Agustinus sekaligus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Santu Paulus Ruteng)

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
RELATED ARTICLES

Most Popular