Obi Seprianto, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangka Raya/ist. |
Palangka Raya, Verbivora.com – Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Palangka Raya, Obi Seprianto menegaskan agar pemerintah daerah melakukan evaluasi dan mengambil sikap terkait konflik yang terjadi antara masyarakat dan PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) di desa Janah Jari, Barito Timur, Kalimantan Tengah.
“Untuk menghindari konflik yang terjadi antara pihak perusahaan dengan masyarakat, semestinya ada sikap dari pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi peristiwa ini, pun jika diperlukan pemerintah bisa meminta perusahaan untuk sementara memberhentikan aktifitas usahanya, sampai ditemukannya kesepemahaman antara masyarakat dan pihak perusahaan,” ujarnya.
Menambahkan apa yang disampaikan sebelumnya, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Palangka Raya, Rizky Pratama, turut mendorong perusahaan PT. KSL untuk melakukan keterbukaan informasi bagi masyarakat yang terdampak dalam kawasan hak guna usaha (HGU).
Ia kemudian menyebut, perusahan wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan berdasarkan Pasal 74 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi , “Peseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan”.
“Artinya, perseroan secara moral punya komitmen itu. Perseroan harus berperan dalam ekonomi berkelanjutan dan meningkatkan kualitas kehidupan serta lingkungan,” paparnya.
Baca juga: Dibuka Uskup Palangka Raya, KSR PMKRI Regio VIII Kalimantan Soroti Krisis Ekologi
“PT. KSL selain harus melakukan penyesuain kelengkapan dokumen dalam kajian AMDAL, wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, apabila persyaratan ini diabaikan maka dapat dipastikan perusahaan tersebut cacat demi hukum,” tambah Rizky.
“Menurut Pasal 74 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, perlu menjadi catatan penting bagi Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah untuk mengevaluasi perizinan perusahaan, bahkan mencabut perizinan yang berlaku,” lanjut Rikzky kepada Verbivora.com, Senin (30/8/2021).
Mengenal Barito Timur, Kalimantan Tengah
Barito Timur merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah, dengan pusat pemerintahannya berada di Kelurahan Tamiang Layang, Kecamatan Dusun Timur. Kemudian, jumlah penduduknya mencapai 7.711 jiwa (2010) untuk jarak tempuh enam jam lima menit (281,0 Km) dengan menggunakan alat transportasi darat.
Berdasarkan data yang ada, Barito Timur juga merupakan salah satu kabupaten dengan sumber daya alam (SDA) yang kaya dengan potensi alam yang sangat bagus, serta merupakan salah satu Kabupaten dengan konflik konversi hutan terbanyak, baik dari sektor ijin pertambangan batu bara maupun komoditas perkebunan sawit dan perkebunan karet.
Konflik seoalah tak ada habisnya
Konflik antar masyarakat dengan Perusahaan Besar Swasta (PBS) di Kabupaten Barito Timur seolah tidak ada habisnya. Berawal dari konflik tenurial yang diakibatkan antara penguasan lahan masyarakat adat dan kawasan lahan perusahaan yang dimulai pada tanggal 26 Februari 1990.
Saat itu PT. Polymers Kalimantan Plantation yang menginduk pada PT. Hasfarm Utama Estate beroperasi pada daerah komunitas masyarakat adat Janah Jari, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah.
Baca juga: Insiden Bom Gereja, PMKRI Palangka Raya Desak Aparat Keamanan Ungkap Jaringan Teroris
Dari sekian lama konflik ini bergulir, kali ini masyarakat harus kembali berurusan dengan perusahaan PT. KSL, anak Perusahaan PT. CAA (Ciliandry Anky Abady) Grup setelah menerima takeover beroperasi dari perusahaan PT. Sendabi Indah Lestari (SIL) dalam mengelola kawasan HGU dengan komoditas perkebunan sawit yang berada di desa Janah Jari, Kecamatan Awang, Barito Timur, Kalimantan Tengah.
Takeover sendiri juga dapat diartikan sebagai pengambilalihan yang merupakan perbuatan hukum yang dilakukan perusahaan, untuk mengubah status pemilik saham. Dari perusahaan PT. SIL dengan komoditas perkebunan karet kepada perusahaan PT. KSL yang bergerak pada komoditas perkebunan sawit.
Artinya dalam proses peralihan tersebut, masih pada tahap penyesuaian kelengkapan dokumen pada kajian AMDAL yang perlu diperbaharui, karena menyesuaikan kondisi lingkungan serta komoditas perusahaan yang berbeda.
Dok. PT. KSL gusur paksa lahan warga/Kompasiana.com. |
Kawasan HGU perusahaan PT. KSL masuk pada kawasan pemukiman warga serta lahan pekarangan milik Gereja Katolik Santo Gabriel Stasi Juwung Marigai, Paroki Tamiang Layang, Keuskupan Palangka Raya.
Bahkan lokasi tempat pemakaman umum (TPU) Watu Wihi dan puluhan rumah kepala keluarga beserta lokasi perkebunan yang ada di wilayah RT 03 Juwung Marigai juga masuk dalam kawasan HGU perkebunan kelapa sawit.
Menurut pernyataan pak Yulius Yartono, tokoh umat Stasi Juwung Marigai menyikapi lahan pekarangan milik Gereja Katolik Santo Gabriel Stasi Juwung Marigai yang masuk pada kawasan HGU, mengungkapkan kelengkapan dokumen sertifikat tanah gereja serta bangunan di kawasan lahan tersebut memang masih belum ada.
“Kalau dokumen gereja itu memang belum ada, itu masuk lokasi tanah kami. Kami mau buat sertifikat tanah, sekaligus juga gereja itu mau diserahkan ke Paroki,” ungkapnya.
“Saya baru tahu HGU masuk kampung ketika ada program PTSL Presiden Jokowi, kami sudah bayar biaya pengukuran tanah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Barito Timur, tapi sampai saat ini tak bisa diproses karena alasan masuk kawasan HGU,” beber Yulius.
Ia juga menyayangkan perusahaan PT. KSL yang beroperasi atau melakukan aktivitas tanpa mengantongi HGU, karena kelengkapan dokumen masih menggunakan hasil takeover perusahaan yang lama.
“Perusahaan PT. KSL itu masih belum mengantongi perizinan HGU, malah beroperasi duluan,” tegasnya saat dihubungi via telepon pada 28 Agustus 2021. *(AR)
Rizky Pratama, Presidium Gerakan Kemasyarakatan PMKRI Palangka Raya/ist. |