Ilustrasi – Sumber: Tempo.co |
Selain kekerasan tersebut, kelompok pakar hak asasi manusai (HAM) di PBB meminta Myanmar mengatasi pelanggaran hak asasi pasca serangan di tiga pos plolisi di perbatasan dengan Bangladesh di Kota Maungdaw dan Rathedaung itu pada 9 Oktober lalu.
Dalama persitiwa tersebut, Sembilan polisi tewas dan puluhan senjata dan amunisi dirampas penyerang. Dengan maraknya aksi kekerasan tersebut, berbagai lembaga kemanusiaan menyatakan lebig dari 15 ribu orang, sebagian besar warga muslim Rohingnya, terpaksa mengungsi.
“Kami menerima laporan adanya penangkapan dan pembunuhan sewenang-wenang dengan dalih operasi keamanan yang dilakukan aparat dalam memburu pelakuk serangan,” kata pelapor khusus PBB soal situasi HAM di Myanmar, Yanghee Lee, dalam sidang di Jenewa, Senin lalu sebagaimana dilansir Tempo, Kamis (27/10/2016).
Lee mengatakan tidak memiliki cukup akses untuk menilai situasi yang sebenarnya terjadi. Operasi keamanan, katanya, membuat masyarakat tidak bisa leluasa mencari nafkah dan beraktifitas. Menurut informasi resmi, 33 pelaku serangan tewas dan 53 tersangka ditahan dalam penggeledahan terhadap 400 tersangka militant Rohingya yang melarikan senjata.
Namun hal tersebut dibantah aktivis Rohingya. Menurut mereka, warga sipil yang menjadi korban operasi militer tersebut. Bahkan kata mereka, jumlah korban tewas kekerasan aparat bahkan jauh lebih banyak dari yang dilaporkan.
Selain itu, pelapor khusus PBB bidang pengungsi internal Chaloka Beyani khawatir atas makin banyaknya pengungsi akibat operasi militer. “Aparat harus membiarkan lembaga kemanusiaan masuk dan menyalurkan bantuan,” kata Beyani.
Meskipun belum ada tanggapan resmi dari pemerintahan Myanmar terkait persoalan ini, Menteri Luar Negeri Myanmar Aung San Suu Kyi telah membentuk komisi penasihat di Negara Bagian Rakhine di bawah pimpinan Kofi Annan, mantan Sekretaris Jendral PBB.* (Andy TAndang)