Obituari Philips Tangdilintin, Sang Mentor Pembinaan Orang Muda Katolik KAMS

Makassar, Verbivora.com – Sejak awal dan pertama kali dimandatkan mewakili paroki saya, paroki Krirtus Raja Andalas oleh pastor paroki saat itu Pastor Frans Arring Ada’ bersama Seksi Kepemudaan Paroki yang diketuai oleh salah satu mentor baik saya, Om Albert Yap, sebagai starting date/ awal waktu, saya bertemu dengan seseorang yang begitu punya kapasitas, kompetensi, dan antusiasme tentang ilmu membina orang muda Gereja, yang waktu itu masih dimateraikan dengan akronim Mudika (Muda-Mudi Katolik). 

Saya sapa sebagai ” Om Albert Yap ” sebagai pesan, betapa kualitas hubungan fraternitas/ persaudaraan yang begitu baik dan akrab, selain sapaan “om” adalah doa singkat  untuk yang disapa agar  tetap sebagai “Orang Muda”,  meski sang waktu terus menapak pada bilangan “tua” dari hitungan umur. Sapaan khas dengan panggilan “om, kakak dan adek serta bang, adalah budaya yang hidup dan menguatkan benang merah fraternitas di teritori Margasiswa PMKRI di seluruh Indonesia. 

Sosok yang belakangan saya kenal sebagai Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Makassar (KAMS),  bernama Philips Tangdilintin atau lebih akrab disapa pak Philips. Begitu banyaknya kegiatan yang diinisisasi baik oleh Komisi Kepemudaan KAMS maupun yang merupakan kolaborasi dengan Pembimas Katolik saat itu, sehingga disetiap kegiatan yang dibuat, semua aktivis mudika saat itu terbentuk sebagai satu keluarga, kompak dan saling mengenal dengan baik satu dengan yang lain, selain ada juga yang membentuk Gereja kecil sebagai sebuah keluarga setelahnya. Juga sebagai generasi masa depan Gereja yang lahir dari proses pembinaan sisi altar, begitu stempel yang diberikan oleh umat saat itu diparuh tahun 1989 sampai beberapa tahun kemudian pada era tahun up 90-an. 

Kegiatan pembinaan mudika saat itu secara garis besar berpola pada kegiatan umum, dimana para peserta dibekali dengan beragam materi untuk lebih mengenal jati diri siapa saya (who am i), dan  termasuk materi mengenal tipe-tipe kepribadian (Johari Window),  problem solving  and decision making, dinamika kelompok. Adapun materi yang terkait skill berorganisasi, antara lain, motivasi beroragnisasi, teknik berorgnisasi, teknik diskusi, teknik rapat, public speaking, kepempimpinan kristiani, manajemen organisasi.

Sementara materi terkait wawasan kebangsaan antara lain materi tentang Pancasila, peran orang muda Katolik dalam politik dan kemasyarakatan, ajaran sosial gereja, kemudian untuk kegiatan yang bersifat khusus seperti Retret, Pendalaman Iman, berisikan materi mengenal agama Katolik, benda-benda rohani Katolik sampai tentang hari raya orang kudus dan gereja, sejarah tentang Yesus, Maria, Yosep, sejarah tentang Alkitab dari Kejadian sampai Kitab Wahyu. Latihan Memimpin Ibadat Umum maupun Kedukaan, teknik membaca Kitab Suci. 

Cukup banyak pemateri dari luar KAMS. Saya ingat antara lain yang pernah dihadirkan, mendiang Frans Sisu Odjan, Pembantu Rektor III Unika Atma Jaya Jakarta, dan mendiang Marcel Beding, Anggota DPR RI, adik kandung Pastor Alex Beding, SVD yang baru saja berpulang, dari Partai PDI saat itu, yang sekaligus wartawan senior  kawakan dan merupakan  lingkaran ring satu dari pemilik Kompas, mendiang Jakob Oetama. Dari sini pula saya dan rekan peserta lainnya saat itu tahu, jika  akronim Kompas (Katolik Obor Masyarakat Pancasila) selain beberapa kepanjangan lain yang lazim disebut dari akronim Kompas (Komando Pastoral) atau yang secara harafiah dan teknis dimaknai sebagai petunjuk arah mata angin. 

Berbagai kegiatan pembinaan “sisi altar” aktivis Mudika yang diinisiasi oleh Pak Philips, hasilnya saat sekarang banyak  membentuk generasi pada zaman itu, sekarang hampir rerata sebagai pengurus “banyak sisi gereja”  yang lebih duc in altum (melompat lebih dalam). Hal ini bisa   terwujud, karena sangat banyak dari aktivis Mudika tersebut setelah memperoleh  bekal dari Gereja kemudian melangkah melanjutkan proses pembentukkan diri sebagai kader generasi masa depan Gereja dan tanah air, dengan berkiprah lanjut di ormas kepemudaan antara lain PMKRI, Pemuda Katolik, ada pula yang ke GMNI dan atau menjadi mentor pembinaan generasi OMK di paroki masing-masing. Ibu Wanda,  wanita paruh baya, berambut putih adalah kompatriotnya saat di Komisi Kepemudaan KAMS.

Saat saya memasuki dunia kampus, dan lulus tes di Fakuktas Teknik Universitas Atma Jaya Makassar (UAJM) waktu kemudian mempertemukan saya kembali dengan Pak Philips yang saat itu sebagai Pembantu Rektor III, saat rektor dijabat oleh Pastor Lukas Paliling, Pr. 

Ada dua permintaan pak Philips kepada saya saat menjadi mahasiswa di UAJ.  Yang pertama, meminta saya menjadi Koordinator Misa Kampus, saya kemudian menerima tugas dan peran itu dan terbilang sukses dengan melaksanakan program tersebut, karena setiap pelaksanaan misa kampus,  aula sesak dan hasilnya kolekte UKM Misa Kampus juga mendapat berkat. 

Yang kedua, saat saya pindah dari fakultas teknik ke fakultas hukum dan pak Philips mengampu mata kuliah Agama Katolik, meminta saya untuk datang keruangan kerjanya di lantai dua gedung rektorat. Urgensinya saya tidak tahu. Namun begitu saya datang dan dipersilahkan duduk, satu hal yang tidak pernah saya duga sama sekali, pak Philips menawarkan beasiswa kepada saya. Jujur, saya sangat tersentuh, menaruh respek dan memberi apresiasi yang begitu tinggi atas kebaikan hatinya. 

Saya tahu, pak Philips sangat memahami mengapa saya harus memerlukan waktu jedah 5 tahun sejak tamat – SLTA untuk bisa masuk kuliah dan menyandang status mahasiswa dengan memakai jas almamater UAJ. Itu karena perjumpaan awal di berbagai kegiatan dan kadersisasi Mudika yang cukup tertata, berpola dan rutin dilaksanakan perangkatan dengan peserta dari semua regio dari banyak paroki, saat itu saya mungkin termasuk diantara satu sampai lima dari peserta yang bukan mahasiswa, atau bahkan ada beberapa kali kegiatan saya sorangan wae-ondo kule, yang bukan mahasiswa.

Sejatinya saya sangat membutuhkan dukungan  finansial itu. Namun saya lebih mengemas sebagai momentum yang tepat untuk belajar menata integritas pribadi saya. Jauh dari pikiran saya, bahwa tawaran beasiswa tersebut juga akan membonzai eksistensi dan akselerasi saya sebagai aktivis intra kampus UAJ sekaligus juga aktivis ekstra kampus sebagai kader baret merah bol kuning PMKRI St. Albertus Magnus Makassar, saat itu, Mgr. Dr. John Liku Ada’ sebagai moderator,  untuk kemudian terkoptasi sebagai aktivis melawan otoritarian orde baru sebelum tumbang di Mei Tahun 1998. 

Saya hanya  menghindari, agar stigma opurtunis, aji mumpung, penggadai intelektual atau memanfaatkan kentalnya hubungan untuk secara praktis mengais keutungan dari kesempatan yang ada tidak distempel dan  di-legalisasi ke saya. Finis non iustificat medium (tujuan akhir tidak menghalalkan segala cara). Selain juga belajar mengasah kebiasaan moral (ethikai). Magna est vis consuetudinis, pengaruh sebuah kebiasaan itu sangat kuat (Cicero) menghantar untuk mendefenisikan nilai keutamaan sebagai habitus operativus bono, kebiasaan untuk melakukan sesuatu yang baik (Thomas Aquinas).

Yang pasti, hal ini sama sekali tidak mendegradasi kualitas hubungan personal saya dan pak Philips, sampai saat terakhir berjumpa diacara bedah buka mendiang bapak Ishak Ngeljaratan di Aula Seminari St. Petrus Claver, saat pak Philips sebagai moderator. Nyaris tak terdengar lagi berita, tentang apa kiprahnya kemudian. 

Ada begitu banyak aktivis Mudika dan THS-THM, bersama di-tahbis-kan sebagai aktivis yang lahir dari kegiatan pembinaan seorang Pak Philips, antara lain dengan Ronald Suitela dan Nia, Roni Talik, Ricky Parera, Harry Malonda, Don Manehat, Silvia Leman, Conny Wira, Natalia Hadjon, Vanda Gosal, Lusi Lomo, Bartho Tandiayu, Victor Ada’, Agustinus Sulaeman, Alex Oyong, Rosa Oyong, Albert Yap, Sebastianus, Ina Assa, Robby Holinowo, Suardi Hiong, Wilhelmus Sombolayuk (om Pendekar) Rektor UAJ sekarang dan lain-lain, nama entah dimana kini berada, termasuk mendiang Oktovianus Sappang dan mendiang Markus Malondong. 

Kalau yang berasal dari daerah, terekam kuat sebagai peserta usil dan nyentrik (sigondrong), bad boys tapi sangat baik hati dari Bantaeng, Niko Lolo Tandung. Yang terakhir ini pernah diminta Pak Philips memimpin doa makan secara spontan pada sebuah kegiatan di Wisma Kare. Intensi doanya “option to the poor” bagi para penjual telur. Doanya, “Ya Tuhan kami berdoa bagi para penjual telur. Sudilah melindungi mereka dalam perjalanan ke Makassar, agar tiba dengan selamat, dan kami semua bisa tetap membeli telur dan memasak atau menggorengnya, sehingga menjadi energi buat kami. Karena kalau jatuh dan pecah telurnya, pejualnya rugi dan kami tidak akan bisa beli telur, amin”. 

Seketika setelah selesai doa, semua peserta dan termasuk Pak Philips tertawa terbahak bersama. Doa unik tapi segar dalam iman. Benang merahnya kilas balik momentum ini,  banyak aktivis Mudika menjadi lebih religius, mungkin malah beriman Katolik secara radikal positif, lebih cinta  gereja dan mengikuti ekaristi dan percaya diri jika harus tampil spontan berdoa. 

Beberapa waktu terakhir ini, saya cukup banyak menghadiri adanya invasi kematian atas teritori kehidupan, dengan berpulangnya cukup banyak dari mereka yang saya kenal begitu baik. Lebih baik hadir di rumah duka daripada hadir ke sebuah pesta, menjadi dasar banyak orang beriman Krsitiani untuk ikut hadir memberi dukungan bagi keluarga dengan  doa, dukacita dan  simpati. Invasi kematian atas kehidupan, bersifat mutlak,  akan terjadi dan bersifat pasti. Mors ultima linea rerum est, kematian adalah garis batas terakhir dari segalanya.  

Kepergian sang pioner pembinaan, Bapak Philips Tangdilintin, pada hari  Sabtu, 12 Maret 2022, menutup kiprah elok dan sepak terjangnya yang penuh tanggung jawab dan dedikas bagi pembinaan orang muda Katolik di KAMS. Pesan dukacita yang diterima oleh semua aktivis yang pernah merasakan, dengan terlibat mengikuti proses pembinaan yang dibuatnya, sebagai sebuah breaking news  pass away yang menegaskan, jika hidup atau mati kita adalah  milik Tuhan. 

Eckart Tolle, When dead is denied, life lose its depth, ketika kematian disangkal, kehidupan kehilangan kedalamannya. Di balik kematian ada kedalaman. Tidak mungkin memasuki kedalaman kehidupan tanpa menyelami kematian. Hanya cara dan kapan serta dimana? Adagium Latin berlaku benar: hodie mihi, cras tibi, hari ini saya, besok anda. 

Olehnya dalam ziarah kehidupan yang diterima sebagai karunia terbesar, semua  kita memiliki tugas mempromosikan nila-nilai keutamaan kemanusiaan, penghargaan kepada sesama, memperjuangkan kebenaran dan keadilan, mengusahakan perdamaian dengan semangat  caritas est mater, radix, et forma omnium virtutum, kasih adalah ibu, akar dan bentuk dari semua keutamaan, persaudaraan, pengampunan yang mengantar kita pada kedalaman. 

Banyak legacy yang telah diwariskan oleh Pak Philips dengan pola, metode dan pembinaan yang dibuat secara terprogram dengan model kegiatan terpusat, untuk bagaimana mempersiapkan orang muda Katolik lebih memahami jati dirinya sebagai generasi masa depan Gereja dan bangsa. Lebih membentuk karakter dasar personal aktivis, berwatak berani dan jujur, menyadari eksistensi diri, visoner untuk aktualisasi peran pada misi panggilan pengabdian kelak.

Talenta yang begitu banyak dalam diri pak Philips semasa hidupnya, selain piawai dalam cara membina orang muda, yang telah dibukukan, juga sebagai penulis handal dengan topik yang mengurai dan beropini multi persoalan yang cukup produktif. Diksi, pilihan katanya saat berbicara sangat teratur dan saat menulis.  

Piawai saat berbicara, saat merumuskan atau memberi pengantar sebuah kegiatan serta menjadi moderator sebuah seminar atau pertemuan di internal Gereja dan organisasi. Mudah dipahami dan sangat jelas serta berciri akademik dan berkualitas intelektual. Beliau juga pernah memimpin Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) DPD Sulsel, lalu kemudian secara baik mendampingi saat Bang Yoseph Tito P. Jansz yang adalah kakak iparnya, yang juga pribadi yang baik menjadi Ketua DPD  ISKA Sulsel. 

Pengalaman bersama dalam berbagai kegiatan, memperlihatkan personanya yang memang sangat familiar dan mengenal semua aktivis yang berjumpa dengannya. Sosok suami yang penuh kehangatan dan cinta serta kasih sayang bagi istri terkasih Drg. Clara P. Janz, serta sebagai ayah dan opa yang hebat bagi anak-anak dan cucu-cucunya tersayang beserta semua keluarga tercinta, yang begitu penuh kasih kemudian merawat ketika mengalami sakit sebelum berpulang, saat menjalani perawatan medis di RS. Akademis Jaury Yusuf Putra, Makassar. 

Homo proponit sed Deus Disponit, Manusia Merencanakan tetapi Tuhanlah yang Menentukan

Selamat jalan pak Philips Tangdilintin. Quam bene vivas, non quam diu refert, yang penting bukan berapa lama engkau hidup, tetapi bagaimana engkau hidup dengan baik (Seneca). Semai kebaikan bagi Gereja dan banyak generasi mudanya adalah bekal hidup abadi dan Tuhan menyambutmu di gerbang surgawi. Hidup hanyalah diubah, bukannya dilenyapkan, amin.

Makassar, 13 Maret 2022, Viani Octavius (Alumni Aktivis Atma Jaya, PMKRI dan ISKA).

 Alm. Philips Tangdilintin/ist.

Exit mobile version