Makassar Verbivora.com – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Makassar Sanctus Albertus Magnus Komisariat Universitas Mega Rezky menggelar webinar yang bertajuk “Normalisasi Kehidupan Kampus di Tengah Pandemi Covid-19”, Minggu (26/9/2021).
Kegiatan ini menghadirkan narasumber, Pengamat Politik Kota Makassar Andi Luhur Aprianto, Dekan FKIP Universitas Mega Rezky Abdul Malik Iskandar, dan Ketua Lembaga Media dan Pers Pengurus Pusat PMKRI Anastasya Rosalinda.
Presidium Hubungan Perguruan Tinggi (PHPT) PMKRI Cabang Makassar Mensianus Medi, dalam sambutannya menyampaikan, kurang lebih dua tahun kita terjebak pada sebuah kondisi yang memaksa kita untuk menjalankan aktivitas tidak biasa atau new normal.
Baca juga: Hari Tani Nasional, Aliansi Mahasiswa Peduli Petani Tegaskan Empat Tuntutan
“Kondisi new normal disebabkan oleh badai pandemi Covid-19 yang merebak disetiap lini kehidupan lebih khusus pada segmen pendidikan. Akibat dari kondisi ini, desain pendidikan kita akan berubah misalnya transformasi pendidikan dari berbasis luring ke pendidikan yang berbasis daring atau virtual,” ungkap Medi.
Selanjutnya iya menyampaikan, perubahan desain pendidikan yang sangat spontan ini tentu berimplikasi pada mutu pendidikan, karena setiap daerah dari Sabang sampai Merauke belum siap akan perubahan yang sangat spontan ini.
“Ketidaksiapan begitu terasa, baik dari sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana. Kondisi ini tentu menghambat tercapainya tujuan bangsa kita. Karenanya, melalui webinar normalisasi kehidupan kampus di tengah pandemi Covid-19 ini, diharapkan bisa menilik bagaimana konsep pendidikan yang ideal di tengah pandemi baik dalam tataran praktis maupun regulatif.
Penegamat Politik Andi Luhur, menyampaikan beberapa poin penting terkait liberalisasi pendidikan yang menjadikan pendidikan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pasar.
“Kematian universitas itu kita lihat pada desain pendidikan saat ini, misalnya praktik neoliberalisme serta transformasi pendidikan dimana keluaran dari pendidikan kita saat ini bukan lagi pada akademik tapi hanya sekedar untuk menjawab kebutuhan pasar kerja,” papar Andi.
Pada kesempatan yang sama, Dekan Fakultas FKIP Universitas Mega Rezky Abdul Malik Iskandar, juga menyampaikan, normalisasi kehidupan kampus di tengah pandemi Covid-19 mengakibatkan aktivitas pembelajaran dibatasi.
“Kampus akan mengalami yang namanya blended learning atau penggabungan pembelajaran, baik melalui tatap muka langsung ataupun via online dan menurut saya, normalisasi atau keadaan seperti sekarang akan terus berlanjut dan otomatis pasca pandemi antara mahasiswa dan dosen akan terjadi bargaining,” katanya.
Abdul juga menambahkan,” tawar-menawar nantinya, apakah mahasiswa menginginkan tetap dilaksanakan kuliah online atau beralih ke tatap muka, kemudian yang kedua, normalisasi kampus pasca pandemi akan meningkatkan kempuan IT antara mahasiswa maupun dosen dalam mengakses teknologi,” tambahnya.
Baca juga: PMKRI dan Pemuda Katolik Makassar Melaksanakan Vaksinasi Massal Kedua
Pengurus Pusat PMKRI Anastasia Rosalinda, kemudian menyebut, sejak awal pemangku kebijakan tidak bisa merumuskan visi pendidikan masa depan, khususnya dalam mengeluarkan peraturan perundang-undangan.
“Sedari awal saat menyusun tujuan pendidikan nasional, pemerintah sudah tidak serius, ini terlihat dari tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU No. 2 tahun 1989, UU No. 20 Tahun 2003, UU No. 12 Tahun 2012 dan UU No. 20 Tahun 2013,” sebut Anastasya.
“Tujuan pendidikan terkesan copy paste, pengambil kebijakan tidak membuat satu tujuan jangka panjang sesuai dengan kebutuhan zaman ke depan, sehingga ketika muncul hal-hal di luar kendali semisal pandemi Covid-19, kita kemudian gagap dalam bertranformasi ke era digital,” ujarnya.
Lebih lanjut, Rosalinda kemudian membeberkan terkait permasalah yang tengah dihadapi dalam dunia pendidikan di tengah pademi Covid-19.
“Ada hal teknis, substansi hingga regulasi yang perlu mendapat perhatian, pertama soal ketersediaan infrastruktur digital, data Internasional Telecommunication Union (ITU) dan Biro Pusat Statistik (BPS) terbaru, menggambar kurang dari 40 persen penduduk Indonesia yang menjadi pengguna internet, disisi lain hanya tiga persen yang secara regular mendapatkan akses internet pita lebar, sementara infrastruktur ini sangat dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar-mengajar yang menggunakan visual, dan audio visual,” bebernya.
“hal teknis kedua terkait ketersediaan laptop atau komputer, menurut BPS jumlah pengguna telepon seluler mencapai lebih dari 100 persen, namun hanya 20 persen penduduk Indonesia yang memiliki komputer medium yang ideal untuk kegiatan belajar mengajar karena karakteristik yang memungkinkan penggunaan beragam aplikasi pendukung dalam proses belajar-mengajar,” lanjutnya.
Soal kebijakan, lanjutnya, “masalah utama bukan saja soal regulasi itu di keluarkan, namun menjembatani kesenjangan antara desain kebijakan dan operasional penyenggara pendidikan,” tutupnya.
Dok. PMKRI Cabang Makassar/ist. |