NKRI Harga Mati, NU Tetap Setia

NKRI HARGA MATI, verbivora.com – Nasionalisem dan cinta tanah air merupakan kerinduan segenap anak bangsa yang ingin agar negara Indonesia tetap utuh dan tidak terpecah-pecah. Keutuhan NKRI akan terwujud ketika semua warga negara mampu merajut kekeluargaan dan tali persaudaraan di dalam rumah Indonesia.
Menhan: NKRI Harga Mati, NU Tetap Setia
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu – Sumber:forumkeadilan.com

Kerinduan akan keutuhan NKRI ini juga diungkapkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat menghadiri silahturahmi lintas institute yang dilangsungkan di aula Bhineka Tunggal Ika di Kantor Kemenham, Senin 6 Juni 2016.

“Saya ingin NU tetap setia bahwa NKRI harga mati. Bagaimana NU berjuang, semuanya untuk bangsa dan negara. Jadi nasionalisme NU itu luar biasa. Kondisi ini yang saya tidak ingin ini berubah,” ungkap Ryamizar.

Ryamizard juga menyampaikan bahwa NU harus tetap mempertahankan karakter yang ada sebagaimana dulu dicitakan. Selain itu, pertemuan yang bertajuk ‘Silahturahmi Menhan Bersama Warga NU dalam Rangka Menyongsong 1 Abad NU’ tersebut juga membahas tentang isu kebangkitan komunisme di Indonesia.

Ryamizar mengatakan bahwa Indonesia tidak membenci komunisme, sebab Indonesia sendiri masih berhubungan dengan negara yang berhaluan komunisme. “Saya bilang, kita tidak benci komunis. Kita tetap teman Tiongkok, Rusia dan Vietnam. Bukan komunis yang kita benci tetapi PKI,” ujar Ryamizard.

Sementara itu As’ad Ali Said yang turut menjadi pembicara menyampaikan terkait persoalan PKI merujuk pada buku ‘Benturan NU-PKI 1948-1965’. Buku yang kerap disebut buku putih NU itu  disusun oleh tim untuk penelusuran sejarah persinggungan NU dan PKI.

Menurut Asad, komunisme adalah harapan utopia. Maka, seperti perkembangan di negara lain, PKI pun tidak akan tumbuh sumbur di Indonesia.Namun, As’ad mengatakan Indonesia tidak boleh hanya terfokus pada isu kebangkitan PKI.

Persoalan paham yang menyimpan lainnya juga harus terus diwaspadai, karena tidak kalah berbahaya bagi keutuhan NKRI. “Jadi, menurut saya budaya Indonesia tidak cocok dengan komunis, tetapi waspada pasti, agar tidak ada yang lewat seperti khilafah, radikal. Jadi enggak cuma satu aja yang focus sehingga yang lain terlewatkan,” ujarnya.*

Andyka

Exit mobile version