Maumere, Verbivora.com – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Cabang Maumere St. Thomas Morus, mengadakan diskusi terbuka dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia di Margasiswa, Maumere, NTT, Senin (8/3/2021)
Kegiatan ini dipelopori oleh Presidium Pendidikan & Kaderisasi (PPK) Emanuel W. Wisang melalui Biro Diskusi Kornelis Wuli, bertajuk: Perempuan Di Hadapan Budaya Patriarki. Menghadirkan narasumber Maria Apriani Kartika Solapung (Pegiat Komunitas KAHE).
Peserta yang hadir sekitar 100 orang, terdiri dari anggota biasa PMKRI Maumere, perwakilan PMKRI Cabang Makassar, Cabang Yogyakarta, Cabang Jakarta Selatan, komunitas KAHE, serta masyarakat umum lainnya.
Tika Solapung dalam pemaparannya menyampaikan, momentum hari perempuan sedunia, spesial didedikasikan bagi perjuangan kaum perempuan di seluruh dunia.
“Dalam situasi dan kondisi yang terjadi dalam budaya patriarki, tetap ada kekhasan dan persoalan berbeda yang dihadapi perempuan dalam sebuah masyarakat, yang mana ketidakpuasan kaum perempuan dimana kehidupannya ditentukan dan didefinisikan oleh laki-laki,” paparnya.
Ini memunculkan sebuah gerakan perlawanan yang kita sebut sebagai Feminisme atau juga Emansipasi Wanita.
Kate Millet (Feminis Radikal-Libertarian) menerangkan bahwa sistem ideologi patriarkat terlalu mendewakan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, serta memastikan laki-laki selalu memiliki peran yang dominan (maskulin), sedangkan perempuan selalu mempunyai peran yang subordinat (feminim).
Hal ini mengakibatkan kebanyakan perempuan menginternalisasi rasa inferioritas diri terhadap kaum pria.
Ketua Presidium PMKRI Maumere Flavianus Nong Raga, menyampaikan apresiasi kepada Presidium Pendidikan & Kaderisasi, melalui Biro Diskusi yang telah menyukseskan kegiatan ini dan ucapan terimakasih kepada narasumber yang telah meluangkan waktu untuk berbagi ilmu.
Lebih lanjut, Aris Raga mengungkapkan, momentum International Woman’s Day menjadi sebuah stimulus menggebrak paradigma khalayak yang kerap menjustifikasi dan mendiskreditkan kaum perempuan dalam setiap lini kehidupan.
“Setiap ruang mesti di berikan kepada kaum perempuan untuk berkontribusi membangun kolaborasi dengan catatan, kaum perempuan harus berani menanggalkan rasa pesimis dan gengsi yang melekat. Harus bisa melawan sistem budaya patriarkat yang terlalu radikal, serta tingkatkan kemauan dan inisiatif dalam diri untuk maju dan tampil,” tutup Aris Raga. *(AR)