Memaknai Sumpah Pemuda


JAKARTA, VERBIVORA.COM– Sumpah Pemuda yang dikumandangkan pada 93-tahun silam merupakan ikrar sakral putra dan putri Indonesia sebagai bentuk komitmen kebangsaan mereka pada tanggal 28 Oktober 1928. Ada tiga hal yang disampaikan dalam ikrar tersebut, yaitu satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa persatuan.

Pertanyaannya adalah apa makna dari kata “satu” dalam ikrar tersebut? Setidaknya jawaban atas pertanyaan tersebut telah terjawab melalui semboyan Negara Kesatuan Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

Artinya, pemuda pada saat menyatakan ikrar, dengan kesadaran penuh bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang terdiri dari berbagai suku, ras, agama, bahasa dan antargolongan.

Dengan menyadari kemajemukan yang ada, pesan apa yang ingin disampaikan dalam ikrar Sumpah Pemuda? Pertanyaan ini tentunya tidak terlepas dari konsep kewarganegaraan. Menurut JJ Cogan & Dericot (1998), kewarganegaraan tidak hanya sebuah identitas, tetapi mencakup pula atribut hak dan kewajiban aktif dalam urusan publik dan penerimaan nilai-nilai sosial.

Artinya, setiap orang memiliki kesamaan hak dan kewajiban, baik dalam urusan publik maupun dalam penerimaan nilai-nilai sosial. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh kesejahteraan, bebas dari penindasan dan penderitaan, serta eksploitasi kekuasaan. Dengan kata lain, pesan sumpah pemuda bukan hanya sekadar untuk mengakomodir pesan kemajemukan identitas bangsa, melainkan lebih dari itu, yaitu menegaskan persamaan hak dan kewajiban sesama warga bangsa dan negara.

Peran Pemuda

Saat ini, peran pemuda masih dipertanyakan. Bahkan pada perayaan sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 2020, Presiden ke-5 RI Ibu Megawati Soekarnoputeri mempertanyakan peran generasi milennial kepada negara ini. Apa sumbangsih kalian terhadap bangsa dan negara ini? Masa hanya demo saja (kompas.com 30/10/2020).

Dalam konteks ini, apa yang disampaikan oleh tokoh nasional tersebut bisa dikatakan benar dan bisa dikatakan keliru. Dikatakan benar apabila kita mengingat kembali ungkapan dari mantan presiden Amerika Serikat John F. Kennedy untuk memberi motivasi kepada warganya, utamanya generasi mudanya, “Ask not what your country can do for you. Ask what you can do for your country!”.Ungkapan tersebut menuntut partisipasi warga negara terutama generasi muda dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Partisipasi ini sedemikian penting, apalagi di tengah perkembangan revolusi industri yang membutuhkan kreativitas, inovasi, dan karya baru dari generasi penerus. Artinya generasi muda harus memaksimalkan peranya sebagai agent of change yang dipandang memiliki kemampuan dan akses terhadap ilmu pengetahuan. Dengan akses tersebut generasi muda dapat menambah wawasan, mengasah kemampuan berpikir, serta belajar mempertajam analisis terhadap sesuatu termasuk kondisi sosial.

Bisa keliru, karena pernyataan itu disampaikan untuk menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa untuk menolak pengesahan UU Cipta kerja. Mengapa keliru? Pertama, generasi muda Indonesia menganggap bahwa lahirnya UU Cipta kerja bukan untuk kepentingan publik atau kebaikan bersama. Justru yang terjadi malah sebaliknya.

Kedua, generasi muda tidak ingin menjadi pekerja di bawah rezim pasar dan investasi yang tidak memihak terhadap rakyat; upah rendah, jaminan sosial tidak ada, krisis ekologi mencuat. Ketiga, perlu diketahui bahwa generasi muda adalah generasi yang memiliki peran social control. Generasi muda penting untuk mengembangkan dan mengasa kemampuan berpikir kritis agar bisa melihat sesuatu secara lebih mendalam dan menemukan sisi lain yang tidak banyak ditemukan oleh orang lain.

Memaksimalkan Peran Pemuda

Pada tahun 2045, Indonesia genap berusia 100 tahun. Dalam upaya mewujudkan Indonesia emas, kita perlu memaksimalkan peran generasi muda sebagai generasi produktif dengan memanfaatkan bonus demografi. Bonus demografi diartikan sebagai penduduk dengan usia produktif yang menjadi motor penggerak kehidupan ekonomi negara. Saat ini, Indonesia mengalami fase bonus demografi sampai tahun 2035.

Dikatakan sebagai bonus karena kondisi ini tidak terjadi secara terus menerus melainkan hanya terjadi sekali dalam sejarah sebuah bangsa dan tidak akan bertahan lama. Penduduk yang memasuki usia kerja merupakan sumber daya potensial bagi negara, bahkan dapat menjadi mesin pertumbuhan bagi perekonomian nasional. Studi yang dilakukan Andre mason (2005) menemukan bahwa keberhasilan bonus demografi di berbagai negara sangat tergantung pada kebijakan pemerintahannya.

Keuntungan bonus demografi dapat diambil jika pertumbuhan lapangan kerja lebih cepat dibandingkan dengan kebutuhan pencari kerja. Demi mengetahui prospek bonus demografi ke depan kita perlu mengetahui tantangan dan peluang yang akan kita gunakan untuk menjawab kebutuhan ini.

Adapun tantangan dari bonus demografi yakni persaingan usaha semakin ketat karena tenaga kerja produktif semakin banyak. Oleh karena itu kualitas sumber daya manusia juga harus ditingkatkan.Sedangkan peluang bonus demografi yaitu terjadi peningkatan laju perekonomian Indonesia sehingga siap bersaing dalam dunia internasional, serta bertambahnya bidang pekerjaan yang baru sehingga meningkatkan lapangan kerja.

Bonus demografi dapat menjadi jendela peluang atau jendela bencana tergantung pada sarana dan prasarana yang dipersiapkan hari ini. Salah satu kunci sukses bonus demografis yang harus dipersiapkan adalah sumber daya manusia. Indonesia disinyalir memiliki kekuatan ekonomi di dunia 20 tahun ke depan, sedangkan realitas menunjukkan bahwa indeks IPM Indonesia berada di urutan 107 dari 189 negara yang dianalisis oleh United Nation Development Programme (UNDP).

Sementara di negara Asean, Indonesia berada di urutan kelima dengan skor 107 dan berada di bawah Malaysia dengan skor 62. Untuk itu, Indonesia harus fokus pada program pembangunan sumber daya manusia, yaitu program membangun manusia untuk 25 tahun ke depan sebagai wujud intelectual capital, sehingga dapat kita peroleh hikmahnya pada 30-40 tahun berikutnya. Program pengembangan potensi sumber daya pemuda tersebut menjadi prioritas untuk kemajuan bangsa, agar lapangan pekerjaan dapat terserap secara optimal.

Disisi lain bonus demografi tidak semerta-merta hanya untuk penyerapan lapangan kerja. Bonus demografi itu harus ditujukan untuk mengatasi kesenjangan sosial. Bonus demografi harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia agar terciptanya negara yang berdaulat, adil, dan makmur serta bisa mewujudkan trisakti bung Karno yaitu Berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayan. Jika tidak disiapkan, maka bonus demografi ini akan menjadi bencana besar untuk sebuah bangsa yang besar.

Salam Pemuda!!!

Penulis : Ewaldus Bole  (Presidium Pengembangan Organisasi Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Periode 2020-2022)

Exit mobile version