Mampukah POLRI Menjadi Vaksin Demokrasi? (Catatan untuk KAPOLRI baru)

Setiap Pelantikan KAPOLRI baru tentu senantiasa membawa harapan baru bagi masyarakat luas maupun didalam tubuh POLRI itu sendiri. dengan harapan sosok KAPOLRI baru hendaknya dapat berkorelasi dengan wajah baru POLRI yang jauh dari berbagai Potret usang POLRI yang kian melahirkan krisis kepercayaan masyarakat terhadapnya padahal POLRI mengemban tugas yang cukup amanah yakni melindungi dan mengayomi rakyat.

Krisis kepercayaan terhadap Polisi ini juga  kemudian membuat rakyat mempersepsikan polisi itu seolah sebuah komoditi yang mudah dibeli seperti ungkapan seorang bocah di Manggarai, Nusa Tenggara Timur dalam videonya yang sempat viral beberapa waktu lalu “Kami tidak pakai helm Polisi tangkap paling kasih uang to.” Ini bisa menjadi puncak gunung es tentang bagaimana persepsi publik terhadap institusi POLRI.

Dalam uraian ini penulis tidak bermaksud mengulas lebih jauh soal video anak manggarai yang viral itu namun ditengah krisis kepercayaan ini, Polisi juga menjadi bagian penting dalam demokrasi kita dalam konteks kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Sebagaimana ciri-ciri demokrasi itu sendiri antara lain kebebasan dan supremasi hukum, bahwa kita bebas menyampaikan pendapat sejauh mekanismenya sesuai prosedur hukum yang ada. Disinilah peran polisi itu dibutuhkan dalam menjamin kesinambungan antara supremasi hukum dan kebebasan berpendapat, apalagi sejak dipisahkan dari ABRI pasca reformasi 98 Posisi Polisi dan Tentara menjadi jelas dalam menjalankan tugasnya, yakni Tugas  Tentara sebagai Pertahanan dan Polisi sebagai Pengamanan seperti yang ditetapkan dalam Tap MPR No IV/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dengan Polri dan Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang peran TNI dan peran Polri. 

Semagat Pemisahan TNI dan POLRI ini juga untuk memperkuat Posisi POLRI agar tidak mudah diintervensi dan dikooptasi oleh kekuatan lain. Namun sudahkah Polri  kita hari ini tidak diintervensi dan tidak terkooptasi? Mungkin semua kita hampir pasti akan gagap menjawab pertanyaan sederhana ini karena krisis kepercayaan terhadap Polri kita hari ini dalam menjamin keamanan menyampaikan pendapat di muka umum. Dalam banyak kasus Polri  justru cendrung mengakomodasi kepentingan kekuasaan dan oligarki daripada kepentingan rakyat yang menafkahinya. 

DEMOKRASI.

Demokrasi seperti kata Carol C. Gould, adalah suatu bentuk pemerintahan yang didalamnya rakyat memerintah sendiri, baik melalui pastipasi langsung dalam merumuskan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka maupun dengan cara memilih wakil-wakil mereka.

Potret perumusan kebijakan pemerintah hari-hari ini khususnya dalam perumusan Undang-Undang justru bertolak belakang dengan apa yang dikatakan Carol, dimana selalu mengindikasikan adanya pengabaian pemerintah terhadap dampak negatif dari setiap produk UU yang dihasilkan oleh pemerintah sehingga menimbulkan aksi protes dari masyarakat seperti yang terjadi dalam proses pengesahan UU CIPTA KERJA beberapa waktu lalu.

Yang patut disesalkan pula Polri justru mengakomodasi pembentukan UU ini dengan mengeluarkan Telegram Kapolri yang melarang aksi demonstrasi mahasiswa dan masyarakat terdampak. Bahkan dalam contoh kasus lain para mahasiswa demonstran harus meregang nyawah dengan tragis di jalanan sambil Polisi mencuci tangan dengan kata manis “pelaku sedang diselidiki”. 

Berbicara soal korban jiwa saat demonstrasi menjadi momok rezim orde baru saat itu dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto dimana banyak mahasiswa yang tewas saat demonstrasi dan ada pula yang hilang hingga hari ini, Ironisnya mereka berjuang menegakkan demokrasi yang sebagian kecil dampaknya memisahkan POLRI dan TNI namun polisi hari ini justru tetap mewarisi watak militeristik orde baru dalam menghadapi aksi mahasiswa. Tentu ini menjadi potret buram Polri dalam panggung demokrasi kita.

VAKSIN DEMOKRASI.

Potret buram Polri ini seolah menjadi virus bagi masyarakat yang sadar bahwa demokrasi kita hari ini tidak sedang baik-baik saja terutama jika dalam merespon setiap kebijakan pemerintah yang sarat akan kepentingan Oligarki yang puncaknya dapat mengkooptasi Polri dalam menjalankan tugasnya menjamin keamanan bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Untuk itu sudah saatnya krisis kepercayaan dan degradasi moral Polisi baik secara institusi maupun personal ini kiranya dapat dipulihkan dengan hadirnya sosok KAPOLRI yang baru Bapak Jenderal Pol. Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.si yang dilantik hari ini(27/12021). 

kita menanti terobosan baru dari KAPOLRI ini dengan harapan agar wajah Polri yang terlanjur distigma sebagai alat kekuasaan dan Oligarki  ini yang menjadikan Polri seolah sebagai suatu Varian Virus yang merusak wajah demokrasi kita ini dapat segera dipulihkan dengan Mengubah Polri sebagai Vaksin Demokrasi yang dapat memicu daya tahan tubuh demokrasi itu sendiri dalam kiprah negara Indonesia yang kita cintai ini ke depan..Semoga

Oleh : John Alfred Mesach (Pengurus Pusat PMKRI)

Exit mobile version