Mahasiswa Nagekeo Jakarta Kecam Pembongkaran Paksa Pos Jaga Masyarakat di Rendubutowe

JAKARTA, VERBIVORA.COM– Pembongkaran paksa pagar pos jaga masyarakat di Kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) beberapa waktu lalu mendapat kecaman keras dari Mahasiwa Nagekeo di Jakarta.

Berikut rilis tertulis yang diterima Verbivora dari Mahasiswa Nagekeo Jakarta, Polikarpus Dhase Mosa,  rabu (15/12/2021).

Melihat fenomena yang terjadi di Kabupaten Nagekeo akhir-akhir ini terkait pembangunan Waduk Lambo kian hari kian meresahkan. Kejadiang yang paling fenomenal baru-baru ini adalah pembongkaran paksa pagar pos jaga di Wilayah Rendubutowe,  Kecamatan Aesesa Selatan yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam hal ini Polres Nagekeo, sungguh miris. 

Kehadiran aparat kemanan bersenjata lengkap sangat meresahkan masyarakat apalagi dengan arogansi mereka membongkar secara paksa pagar pos jaga masyarakat adat bahkan melakukan intimidasi baik secara verbal maupun fisik kepada masyarakat adat. 

Realitas ini mau menunjukkan bahwa kehadiran negara mengabaikan tanggungjawab atas perlindungan kemajuan penegakan dan pemenuhan HAM. Dengan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat keamanan ini bukan menyelesaikan masalah tetapi malah menimbulkan persoalan baru.

Aparat keamanan harus benar-benar memaknai tugas dan fungsinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (tertuang dalam undang-undang pasal 2 UU 02 tahun 2002 tentang kepolisian).

Namun sayang mereka justru mengangkangi tugas dan fungsinya yang sebenarnya. Mutu pembangunan yang baik itu terletak pada kemampuan negara mensejahterakan rakyat dengan sedapat mungkin melakukan pencegahan lahirnya korban, bukannya dengan secara tau dan mau menciptakan korban, ini perlu dicari solusi alternatif untuk mencegahnya. 

Anarkis yang dilakukan aparat keamanan ini jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Hukum kita mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pelaksanaan pembangunan dan sangat tidak mengenal prinsip sengaja mengorbankan orang lain dalam hal ini masyarakat kecil yang tak berdosa. 

Tindakan masyarakat adat Rendubutowe sangat masuk akal dengan alasan konstitusional menolak pembangunan Waduk Lambo karena dampak yang mereka alami adalah kehilangan harta benda, kenyamanan hidup secara pribadi yang merupakan hak mereka dan makam para leluhur mereka yang ada diatas lahan tersebut. 

Hak ini tidak bisa ditukar dengan ganti rugi atau ganti untung sebesar apapun. Tawaran – tawaran yang diberikan oleh masyarakat adat untuk memindahkan lokasi pembangunan tidak pernah diindahkan oleh Pemerintah Daerah. Pemerintah cenderung bertindak pragmatis dengan dalil minimalis hanya demi pembangunan kita harus rela mengorbankan jiwa atau penghilangan nyawa orang lain sebagai tumbalnya.  

Oleh karena itu Saya meminta Kapolres Nagekeo agar segera menarik aparat keamanan dari tanah Rendubutowe, karena disana tidak ada situasi tanggap darurat yang mengganggu ketertiban dan keamanan pada wilayah itu. Disamping itu aparat keamanan yang hadir disana cenderung anarkis dan brutal membabi buta kepada masyarakat adat, Kami ingin hidup tenang diatas tanah warisan leluhur kami.

Saya dari Mahasiswa Nagekeo Jakarta (MNJ) mengecam dengan tegas  menyatakan :

1). Menolak Pembangunan Waduk Lambo yang berlokasi di Wolo Se;

2). Mendesak Pemda untuk tidak melakukan aktifitas terkait pembangunan waduk yang  berlokasi di Wolo Se; 

3).  Mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan terhadap masyarakat adat Rendubutowe di lokasi pembangunan;

4).  Menyatakan Mosi tidak percaya pada Pemda Nagekeo karena tidak transparansi dan akuntabel dalam proses Pembangunan Waduk Lambo;

5). Mendesak Pemda Nagekeo dan Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara II untuk segera melakukan survey dan kajian di lokasi alternatif, yakni Lowopedhu dan Malawaka. *(JM)

Exit mobile version