Lembaga Pers PP PMKRI Menilai Telegram Kapolri Mengancam Kebebasan Pers

 

JAKARTA, VERBIVORA.COM- Lembaga Media dan Pers Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), John Alfred Mesach, menilai, Telegram Kapolri mengancam kebebasan pers.

“Telegram Kapolri memuat 11 poin dimana bunyi poin pertama melarang media menyiarkan tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Ini sangat jelas mengancam kebebasan pers,” tegasnya di sekretariat PP PMKRI, menteng Jakarta Pusat, Selasa (6/4/2021).

John mengatakan, melarang media meliput tindakan arogansi dan kekerasan oleh kepolisian sama saja meligitimasi bahwa POLRI memang ingin memelihara dan melestarikan tindakan arogansi dan kekerasan di internal kepolisian.

Ia menambahkan, pers adalah salah satu pilar demokrasi sehingga polisi semestinya menjamin keamanan bagi pers dalam melakukan peliputan dan penyiaran sesuai dengan tuntutan masyarakat terhadap akses informasi publik, bukan malah sebaliknya menutup diri dengan tameng telegram.

Sebelumnya Kapolri mengeluarkan Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/750/Aiv/HUM.3.4.5/2021 bertanggal 5 April 2021 menjadi dasar pengingat para pengemban fungsi Humas Polri di kewilayahan. Isi surat itu mengatur perihal pelaksanaan peliputan bermuatan kekerasan dan/atau kejahatan dalam program siaran jurnalistik. 

Ada 11 hal yang diinstruksikan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kepada jajaran Humas Polri. “Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik,” ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono seperti dilansir tirto.id, Selasa (6/3/2021).

Berikut isi lengkap telegram Kapolri: 

1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis. 

2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana. 

3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian. 

4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan. 

5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual. 

6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya. 

7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur. 

8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku. 

9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang. 

10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten. 

11. Tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak. 

“Surat Telegram ini bersifat penunjuk dan arahan untuk dilaksanakan dan dipedomani,” begitu petikan surat tersebut. Berkas itu ditandatangani oleh Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas nama Kapolri. *(JM)

Exit mobile version