Kartini dan Perjuangan Hari ini

Foto. Dok. Pribadi

Oleh: Helena Kindung*

Bulan April adalah momen bersejarah bagi perempuan Indonesia. Tepatnya tanggal 21 April yang merupakan hari kelahiran salah seorang pahlawan nasional perempuan. Jelas berbicara pahlawan nasional perempuan yang terbesit dalam benak kita tentu cerita-cerita orang tua dan lebih khusus guru yang menceritakan tidak lain adalah Raden Ajeng Kartini. 

Hari Kartini pertama kali diresmikan sebagai hari nasional oleh presiden RI Soekarno berdasarkan Kepres No 108 tanggal 2 Mei 1964 dan menetapkan R A Kartini sebagai salah satu pahlawan  wanita di Indonesia. Pada tahun 2018, tepatnya hari ini genap hari kartini ke-54

R A Kartini adalah pelopor kebangkitan perempuan kelahiran kota Jepara 21 April 1879. Dia adalah Putri bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Sostrodiningrat. Perjalanan Hidupnya di dunia sangatlah singkat. Perjuangannya harus terhenti karena di panggil Yang Maha kuasa saat berumur 25 Tahun. Ia wafat pada 17 september 1904 setelah empat hari sebelumnya ia melahirkan. 

Dalam catatan sejarah, Kartini sosok perempuan yang berani dan tangguh. Dia seorang putri dari keluarga priyayi (kebangsawan) yang menerobos tembok raksasa yang membatasi pergerakan perempuan yaitu budaya. Budaya yang mengharuskan untuk berhenti mengenyam pendidikan di usia 12 tahun,  karena menurut budaya Jawa sudah bisa dipingit.  

Tapi kartini mungkin menerima hal itu, namun untuk tidak mendapat pengetahuan ia tidak menerimanya. Ia akhirnya belajar melalui buku dan surat kabar yang dikirim dari negeri Belanda walaupun ia tetap merasa kehidupan perempuan hanyalah sangkar yang sempit termasuk dirinya sendiri. 

Peringatan hari kartini bukan perayaan euforia belaka. Dimana semua orang berpakaian kebaya dan konde  layaknya Kartini, lagu nasional ‘’Ibu Kita Kartini’’ berkumandang dimana-mana, sejarah Kartini dibacakan. Namum semua itu dibaca hanya momentum belaka, apalagi postingan media sosial  dengan komentar dan tagar selamat hari Kartini. Hari Kartini adalah momen refleksi terhadap persoalan apa yang dihadapi Kartini-Kartini hari ini khususnya masalah perempuan di indonesia. 

Kartini ibarat burung yang ingin terbang sebebas-bebasnya dan mengajak perempuan pribumi tapi itu hanyalah mimpi yang terkubur. Artinya mimpi yang melahirkan kehidupan bangsa yang baru dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan perempuan di Indonesia. Mimpi yang lahir karena kehidupan perempuan zaman itu selalu terkungkung dan terpenjara dalam budaya yang tertanam dalam kehidupan di kota Jepara. Hingga membuat dia  menulis mimpinya melalui surat-surat yang selalu ia kirim kepada sahabatnya  di negeri Belanda, Rosa Abendanon.

Keadaan hari ini 

Kita tentu mengenal R A Kartini hanya pada gambar yang terpampang. Terlepas dari itu,  kita tentu bertanya-tanya, bagaimana perjuangan Kartini yang asli? Bagaimana seorang Kartini yang terkekang mampu membuka jalan bagi perempuan hari ini?, walaupun ia sendiri tidak merasakan perjuangannya? Kartini juga bukan satu-satunya pahlawan perempuan, mungkin salah satu Kartini era ini adalah Megawati Soekarno Putri.Tapi kita perlu ingat perjuangan perempuan masih tetap kontinu dengan warna yang berbeda.

Dari sejarah perjuangan kartini, apakah perjuangan kartini hari ini seperti perjuangan kartini pada masanya? Adakah   persoalan perempuan hari ini? Lalu apa perjuangan dan pergerakan Kartini-Kartini hari Ini untuk persoalan demikian? Hemat penulis, hal demikian menjadi bahan refleksi pada hari Kartini yang kita rayakan dan menjadi perjuangan kartini masa kini untuk hari-hari yang akan datang. Sehingga peringatan dan pemaknaan semangat R A Kartini tidak hanya seremonial belaka setiap 21 April yang sangat lumrah tetapi setiap hari.

Tantangan perjuangan perempuan hari-hari ini sangatlah berbeda dan semakin berat.  Kita disuguhkan dengan persoalan yang  seperti jamur (tumbuh banyak dan dalam waktu yang singkat) baik secara nasional maupun yang ada di tingkat kabupaten. Salah satunya kabupaten Manggarai. Sebut saja kasus pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga bahkan yang gencar dibicarakan adalah human trafficking yang didominasi perempuan.

Berdasarkan lansiran Badan pusat Statistik (BPS) 30 maret 2017 yang disampaikan ketua subkomisi pemantauan Komnas perempuan Indraswari mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan  selama 2016 sebanyak 259.150 kasus dan berdasarkan  pendataan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016 mengatakan 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun  mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan serta 1 dari 10 perempuan dengan rentangan usia yang sama mengalaminya dalam 12 bulan terakhir. Kekerasan fisik dan atau seksual cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan 36,3%  dibandingkan yang tinggal di daerah pedesaan dengan 29,8%. Kekerasan demikian dengan latar belakang pendidikan SMA keatas 39,4% dan status pekerjaan: tidak bekerja 35,1% (kompas.com, 05/04/2017)

Kasus di ranah rumah tangga yang berujung perceraian  menempati posisi tertinggi dengan 245.548 kasus yang tercatat di 358 pengadilan agama di Indonesia dan 13.602 di tangani  oleh 233 lembaga mitra pelayanan yang tersebar di 34 provinsi kasus ( kompas.com, 5/4/2017 dikutip 7/3/2107). Kasus kematian ibu berdasarkan data yang diperoleh dari direktur kesehatan keluarga kementrian Dr Eni Gustina MPH mengatakan data tahun 2016 angka kematian ibu mencapai 4.912 kasus dan tahun 2014 sebanyak 4.525 serta tahun 2015 sebanyak 4.890 ( Berita satu, 12/7/17). 

Lalu ketua Ikatan Bidan Indonesia saat siaran pers di Tempo 4/5/17 mengatakan bahwa berdasarkan survei penduduk antar sensus pada tahun 2015 angka kematian ibu sebesar 305 per 100.000 kelahiran, hidup yang jauh dari target yaitu 126 per 100 ribu ( Tempo, 9/5/17).  Sementara kasus perdagangan orang (perempuan) tahun 2017  sebanyak 1.078 orang, korban perempuan paling banyak (Tribunnews.com,21/12/17). 

Untuk konteks Nusa Tenggara Timur, Forum Pengada Pelayanan (FPL) mencatat 673 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2016 dan bulan Oktober 2017 sebanyak  349 yang sudah ditangani di kabupaten TTS, TTU dan kota Kupang ( Voxntt, 21/11/17 ).

Ketua konsorsium Timor Adil Setara, Ansi D Rihi mengatakan kekerasan terhadap perempuan terus meningkat. Data Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK) NTT 2013-2016  menunjukan kekerasan terhadap perempuan mencapai 284 kasus seksual, Kekerasan dalam rumah tangga 35 kasus, perdagangan sebanyak 88 kasus serta dalam bidang kesehatan sesuai data Dinas Kesehatan (DINKES) 2015 Menyatakan terdapat 124 ibu di NTT meninggal atau sekitar 13-14 perempuan perbulan. Sementara komisi penanggulangan AIDS (KPA ) NTT menunjukan 970 orang ibu rumah tangga terinfeksi HIV/AIDS sejak 1997-2017 ( Pos kupang.com 19/4/18).

Sementara di kabupaten Manggarai, pada tahun 2016 disuguhkan bahwa penganiayaan 29 kasus, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 6 kasus, pencabulan 1 kasus,  pemerkosaan 1 kasus dan perzinahan 4 kasus. Tahun 2017 dengan penganiayaan 29 kasus, KDRT 6 kasus, pencabulan 1 kasus, pemerkosaan 1 kasus, perzinahan 4 kasus (Florespost.co, 9/3/2017)

Banyak kasus demikian hanya sekedar referensi belaka yang sempat ada di tangan bagian penanganan. Walaupun data demikian cukup lengkap tidak menjamin penyusutan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. Masih banyak lagi yang luput dari pantauan selama ini. 

Data yang kian kuat tetapi hari ini pun kita tetap terlilit masalah. Harapan Korban masih jauh diatas langit. Tiada lagi istilah habis gelap terbitlah terang tetapi habis gelap yang ada justru makin gelap. Sangat jelas yang dilakukan KOMNAS Perempuan dalam aksi kampanyenya selama 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan dengan tema “Perlindungan Korban melalui Pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual” Sebagai dukungan dalam pencegahan dan perlindungan. Payung hukum kekerasan tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga No 23 Tahun 2004 harus ditegakkan agar tidak sekedar hiasan kertas dan tumpukkan dalam rak. Lalu penegak hukum harus peka terhadap persoalan yang ada. 

Perjuangan Kartini sekarang adalah persoalan diatas. Hari ini untuk hari Kartini bukan untuk memenuhi momentum tetapi memenuhi kesejahteraan dan keadilan yang sama. 

Selamat hari kartini

Semangat perempuan indonesia

                                           

*Penulis adalah Bendahara DPC PMKRI Cabang Ruteng Santu Agustinus

Exit mobile version