Koordinator Indonesian Corruption Watch Adnan Topan Husodo – Sumber: jurnalpolitik.com |
“Kalau ada wacana memperkuat DPD, kita siap enggak? Siap menerima dampak dari kekuasaan baru yang diberikan undang-undang kepada DPD? Karena itu artinya penyimpangannya menjadi lebih besar. Power tends to corrupt,” ujar Adnan, seusai ‘Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi Seri 11’, di Jakarta, Senin (19/9/2016).
Menurut Adnan, Kesiapan DPD memikul kewenangan yang lebih luas dipertanyakan pasca Ketua DPD Irman Gusman terjerat kasus dugaan suap dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Wacana itu hancur-lebur karena ketuanya ditangkap KPK. Apakah semua anggota DPD nantinya punya potensi abuse of power yang lebih serius dari sekarang jika diberi kewenangan yang kuat?” kata Adnan.
Meskipun menurut Adnan, di satu sisi, publik ingin demokrasi diperkuat dengan menambah wewenang DPD, namun, di sisi lain, aktor-aktor yang menjalankan lembaga ini dinilainya tidak demokratis.
Seperti yang diberitakan, pasca penangkapan Irman, muncul wacana penguatan wewenang DPD agar lebih dari sekadar memberikan pertimbangan dalam proses legislasi, penganggaran, dan pengawasan.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad menyatakan, ditangkapnya Irman oleh KPK justru terjadi karena saat ini DPD tak memiliki kewenangan yang jelas dalam tiga hal tersebut.
Farouk mengatakan, jika DPD memiliki wewenang yang jelas dalam tiga hal tersebut maka peristiwa ditangkapnya Irman tak akan terjadi.Pernyataan Farouk tersebut menanggapi pertanyaan awak media yang meragukan kinerja DPD ke depan apabila memiliki wewenang yang sama dengan DPR.
“Justru karena DPD tidak memiliki kewenangan yang jelas dalam legislasi, anggaran, dan pengawasan makanya masing-masing anggota malah bergerak sendiri. Akhirnya tertangkap seperti ini,” kata Farouk saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Sabtu (17/9/2016).
Farouk menambahkan, dengan kejelasan wewenang legislasi, penganggaran, dan pengawasan yang dimiliki DPD justru akan menghindarkan anggota DPD dari upaya gratifikasi yang memanfaatkan posisi dan jaringannya sebagai pejabat negara.*
Andyka