Hentikan Persekusi dan Upaya Kriminalisasi atas Mahasiswa Papua!

Asrama Mahasiswa Papua di Kemasan, Jalan
Kalasan No 10 Surabaya setelah terjadinya bentrokan.

SURABAYA, verbivora.com- Bentrok terjadi antara kelompok mahasiswa
Papua dengan sekelompok organisasi masyarakat
yang tergabung dalam
Sekber Benteng NKRI.
Gabungan ormas yang terlibat bentrok dengan
kelompok mahasiswa Papua antara lain, Patriot Garuda, Benteng NKRI, sampai
Pemuda Pancasila (PP). 

Kejadian ini berawal saat sejumlah ormas yang tergabung dalam Sekber
Benteng NKRI mendatangi asrama mahasiswa Papua. Mereka melakukan imbauan kepada
mahasiswa agar memasang bendera merah putih. Itu sesuai dengan instruksi Wali
Kota Surabaya untuk memasang bendera merah putih mulai 14-18 Agustus.

Namun kedatangan massa ormas itu membuat para penghuni asrama berusaha
mempertahankan diri hingga terjadi adu mulut dan baku hantam.  Salah satu
anggota ormas diduga terkena luka bacok oleh salah seorang mahasiswa.
“Laporannya sudah masuk SPKT. Kami akan tindaklanjuti sambil meminta
keterangan intel yang ada di lapangan,” ujar Kasatreskrim Polrestabes
Surabaya AKBP Sudamiran saat dihubungi JawaPos.com, Rabu (15/8) petang.

“Awalnya kami mendatangi asrama untuk
mengimbau agar memasang bendera, karena tidak kami lihat ada bendera merah
putih terpasang. Namun dari pihak mereka tidak berkehendak,” kata salah
satu anggota Sekber Benteng NKRI, Susi Rohmadi kepada detik.com, Rabu
(15/8/2018).

Susi mengatakan selain mendapat penolakan,
imbauan itu juga mendapat perlawanan. Entah siapa yang memulai, anggota ormas
dan mahasiswa saling pukul di halaman asrama. Setelah sempat baku hantam,
keduanya saling mundur. 

Setelah gesekan tersebut, Ketua Sekber
Benteng NKRI, Arukat Djaswadi yang didampingi oleh Pendeta Rico dan Joko
Suprianto melakukan mediasi dengan AMP di dalam Asrama Mahasiswa Papua.

“Dalam mediasi tersebut akhirnya
disepakati pemasangan bendera Merah Putih di pagar asrama III Kemasan Jalan
Kalasan No 10 Surabaya,” kata Susi Rohmadi, anggota Sekber Benteng NKRI
kepada awak media, Kamis (15/8).

Sedangkan Kepala Bidang Riset Pengembangan
dan Kerjasama LBH Surabaya, Sahura, yang mewakili AMP, menyatakan bentrokan itu
terjadi hanya karena kesalahpahaman. Penghuni asrama tidak memahami kewajiban
pemasangan bendera merah putih.

“Jadi sesuai yang kami konfirmasi kepada
teman-teman (AMP) terkait pemasangan bendera. Pertama, teman-teman tidak
memiliki pemahaman betul bahwa ada kewajiban memasang bendera. Kedua, ada yang
paham tapi pemahamannya tanggal 17 pengibaran bendera,” terang Sahura yang
menjabat Kepala Bidang Riset Pengembangan dan Kerjasama LBH Surabaha, kepada
wartawan, Rabu (15/8).

Alasan ketiga, penghuni asrama mahasiswa
Papua tidak memutuskan untuk mengibarkan bendera merah putih di halaman asrama.
“Alasan ketiga adalah semua keputusan di asrama diambil dengan
musyawarah,” ujar Sahura.

Sahura menambahkan, sebelum ada imbauan dari
ormas tentang pemasangan bendera, telah diberikan imbauan dari Satpol PP
sebelumnya.

“Kemarin ada anggota satpol PP datang
untuk meminta agar dipasang bendera. Penghuni asrama beralasan jika mereka
belum merapatkannya. Karena yang menghuni asrama ini hanya anggota,”
ungkap Sahura.

Sahura juga menyayangkan terkait persoalan
pengibaran bendera ini dikaitkan dengan aksi makar. “Persoalan bendera ini
saya pikir jika dikait-kaitkan dengan makar dan sebagainya, ini tidak cukup alasan.
Karena tidak semua orang tahu kalau bendera itu wajib dipasang,” tandas
Sahura.

Di lain sisi, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) Surabaya dan Federasi KontraS  dalam pers release yang diterima
verbivora.com menilai bahwa Tindakan massa Ormas tersebut jelas adalah tindak
pelanggaran pidana, melanggar Pasal 167 ayat (1), pasal 460, pasal 170 Jo 55
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

KontraS Surabaya dan Federasi KontraS  juga mendesak aparat
kepolisian untuk dilakukan evaluasi atas tindakan personel Polrestabes Surabaya
dalam peristiwa ini  dan meminta kepolisian membebaskan semua mahasiswa
Papua yang diperiksa oleh Polrestabes Surabaya dari semua tuduhan.

Inilah fakta-fakta terkait peristiwa tersebut
menurut KontraS Surabaya.

Pada Rabu, 15 Agustus 2018, kembali terjadi persekusi atas komunitas
Mahasiswa Papua di Surabaya. Peristiwa dimulai pada sekitar pukul 12.30 ketika
ada puluhan orang massa yang menggunakan pakaian dan atribut ormas tertentu,
mendatangi asrama Mahasiswa Papua Jl. Kalasan Surabaya.

Pace Yp, salah satu mahasiswa Papua yang menempati asrama menemui massa
dan menanyakan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Salah satu pimpinan massa
ormas mengatakan bahwa mereka akan memasang bendera merah putih dan melakukan
upacara pengibaran bendera di halaman Asrama.

Pada saat berlangsung dialog antara mahasiswa dan anggota ormas
tersebut, sekitar 5-6 orang massa dari Ormas masuk ke dalam Asrama.

Beberapa mahasiswa Papua yang kebetulan berada di halaman asrama
berusaha menghadang massa agar tidak masuk asrama. Terjadilah aksi saling
dorong, sekitar 5-6 orang dari massa menyerang para mahasiswa Papua dengan
mencekik leher dan memukul. Salah satu mahasiswa Papua, yang bernama Pace Ws,
hingga yang bersangkutan lari tersudut di pojok depan halaman asrama dan salah
satu anggota Ormas tersebut berusaha mengejarnya.

Karena merasa tersudut akibat aksi kekerasan yang dialaminya Pace Ws
berusaha membela diri dan mengambil apa aja yang ada disekitarnya dan menemukan
golok (yang biasa dipakai untuk potong kayu) di atas meja di lorong asrama.

Melihat temannya dikejar massa ormas, para mahasiswa Papua yang lain
secara spontan mengangkat kursi atau apapun yang ada di depan nya akan dilempar
dengan maksud untuk mengusir massa ormas tersebut.

Melihat perlawanan dari para mahasiswa Papua, massa Ormas yang mengejar
Pace Ws, berlari dan sempat terjatuh di bawah tangga Asrama sebelum kemudian
kembali bergabung dengan kelompoknya yang berada di luar asrama. 

Massa ormas juga melakukan pengrusakan pagar asrama dan meneriakkan
kata-kata bernada kebencian yang ditujukan kepada mahasiswa Papua.

Kejadian ini tidak berlangsung lama, sekitar jam 12.45 massa ormas
berkumpul di sebrang jalan asrama dan pada jam 15.00 mereka membubarkan diri.

Pada saat kejadian terlihat sejumlah aparat kepolisian berada tak jauh
dari asrama, tepatnya di depan RSIA Siti Aisyiyah Surabaya. Aparat kepolisian
hanya mendiamkan kejadian tersebut tanpa melakukan tindakan apapun.

Tindakan massa Ormas tersebut jelas adalah tindak pelanggaran pidana,
melanggar Pasal 167 ayat (1), pasal 460, pasal 170 Jo 55 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”).

Kemudian, pada pukul 20.00 polisi datang ke asrama. Aparat akan
melakukan interogasi dan pengeledahan dan mahasiswa berusaha menolaknya.

Pada pukul 21.00 tim kuasa hukum bernegoisasi dengan pihak reskrim dan
menghasilkan kesepakatan bahwa tidak akan dilakukan penggeledahan asal
mahasiswa menyerahkan alat bukti berupa berang.

Pada pukul 21.30 saat salah satu mahasiswa akan menyerahkan alat bukti
tersebut dan dalam proses pembuatan berita acara penyerahan, secara tiba-tiba
rombongan Kapolres datang dan meminta semua mahasiswa yang berjumlah 49 orang
yang terdiri 45 mahasiswa dan satu anak usia (14) tahun, 4 orang perempuan
diminta untuk meninggalkan asrama dan naik mobil untuk dimintai keterangan di
Polrestabes Surabaya.

Berdasarkan fakta-fakta yang terurai di atas, Komisi Untuk Orang Hilang
dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya dan Federasi KontraS mendesak :

1. Kepolisian membebaskan semua mahasiswa Papua yang diperiksa oleh
Polrestabes Surabaya dari semua tuduhan .

2. Kepolisian segera melakukan proses hukum terhadap seluruh oknum ormas
yang melakukan tindakan pengrusakan dan kekerasan di Asrama Papua di Jalan
Kalasan Surabaya.

3. Adanya evaluasi atas tindakan personel Polrestabes Surabaya dalam
peristiwa ini, khususnya kepada Kapolrestabes Kota Surabaya.

4. Kepolisian wajib memberikan perlindungan kepada mahasiswa Papua dari
segala ancamam kekerasan yang sering mereka alami dan menghentikan segala
bentuk tindakan persekusi yg bertentangan dengan hukum dan HAM.

Surabaya, 16 Agustus 2018

Cp Fatkhul Khoir

RELATED ARTICLES

Most Popular