Dibalik Agresi Israel Terhadap Palestina

 

Lampung, Verbivora.com – Israel menggelar Pemilihan umum (pemilu) Knesset  Selasa 23 Maret 2021 lalu dimana tidak menghasilkan pemenang yang kuat untuk membentuk pemerintahan baru Israel dikarenakan koalisi Likuid hanya memperoleh 54 dari 120 kursi. 

Sementara, kubu oposisi memperoleh 59 kursi. Adapun tujuh suara lainnya diamankan oleh Partai Yamina yang saat ini belum menentukan arah koalisi, sedangkan kubu Netanyahu mendapatkan 53 kursi, sedangkan kubu oposisi memperoleh 59 kursi, dan Partai Yamina delapan kursi.

Untuk mencapai mayoritas parlemen Israel, Knesset, Netayahu perlu dukungan dari partai United Arab List (UAL) dan kalangan zionis Yahudi. Namun hingga kini, partai zionis menolak bergabung dalam koalisi dengan UAL.

Sistem pemilu di Israel dibuat berdasarkan Hukum Dasar (Knesset) dan dari Hukum Pemilihan Knesset 1969. Sebanyak 120 anggota Knesset dipilih dengan pemungutan suara rahasia setiap 4 tahun, meskipun Knesset dapat memutuskan untuk mengadakan pemilu lebih awal, dan pemerintahan dapat berubah tanpa pemilihan umum. 

Mekanisme pemilihan PM Israel tersebut melibatkan masyarakat umum. Mereka diminta untuk memilih partai politik, tidak langsung memilih politikus. Tokoh yang memiliki kans besar untuk menjadi orang nomor satu di pemerintahan adalah para ketua atau pemimpin partai politik. Pada dasarnya, 61 kursi cukup untuk mengamankan kursi PM. Namun, koalisi biasanya mencari suara sebanyak 65-66 kursi demi mengamankan jalannya pemerintahan. 

Dalam sistem pemilu di Israel Partai yang memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu belum tentu akan menjadi PM berikutnya. Kunci pentingnya adalah kemampuan partai dan politisi untuk membuat penawaran tepat untuk membangun koalisi. 

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Lampung Ichwan Aulia mengungkapkan, Israel berada di tengah ketidakpastian politik karena dirundung perpecahan politik. 

Selama dua tahun terakhir, Israel sudah melangsungkan empat pemilihan umum untuk membentuk koalisi pemerintahan yang stabil. Pemilu terakhir baru saja diadakan bulan Maret lalu. Jika tidak ada kubu yang dapat membentuk pemerintahan, pemilihan umum kemungkinan besar akan diulang untuk kelima 

Benjamin Netanyahu, 71 tahun, telah menjabat sebagai Perdana Menteri Israel sejak 2009. Dia adalah perdana menteri terlama dalam sejarah Israel. Dia juga pernah menjadi Perdana Menteri dari tahun 1996 hingga 1999, ungkap Ichwan Aulia yang juga Ketua DPC GMNI Bandar Lampung, minggu (23/5/2021).

Jalan terakhir yang di tempuh Benjamin Netanyahu adalah Menyerang warga Palestina meskipun  pilihan itu sangat sulit bagi Netanyahu, tetapi Netanyahu butuh sesuatu kejadian di mana dia akan memperoleh dukungan secara domestik politik  internasional, terutama di daerah Amerika,  meski ia harus mengorbankan sejumlah hubungan kerjasama dengan Dunia Arab bahkan dunia. 

Namun itu sebuah pilihan yang paling mungkin ditempuh ketimbang harus mendekam di penjara, Netanyahu terjerat hukum penjara, atas tuduhan suap di bawah hukum Israel bisa diganjar dengan hukuman penjara hingga 10 tahun dan/atau denda. Sementara, tindak penipuan dan pelanggaran kepercayaan dapat dihukum hingga tiga tahun penjara. Tetapi di  bawah hukum Israel, seorang perdana menteri tidak berkewajiban untuk mundur dari jabatannya selama menjalani kasus hukum, kecuali terbukti bersalah. Sehingga itulah alasan hukum dan politik mengapa Netanyahu ingin tetap menjabat sebagai perdana menteri, Ungkap Ichwan Aulia. *(AR)

Exit mobile version