Dialog Kebhinekaan, Cara PMKRI Jakpus Redam Perpecahan

RAWAT KEBHINEKAAN. Jakarta, verbivora.com – Kebhinekaan saat ini tengah mengalami gangguan. Ruang penerimaan akan keberagaman sepertinya tak mampu dirawat lagi. Namun, Indonesia masih punya pemuda dan mahasiswa untuk menjaga nilai dan meredam segala potensi perpecahan. Semangat inilah yang meruncing para kader PMKRI Jakarta pusat untuk mendialogkan kebhinekaan di tengah kegalauan bangsa saat ini.
Dialogkan Kebhinekaan, Cara PMKRI Jakpus Redam Perpecahan
Dialogkan Kebhinekaan, Cara PMKRI Jakpus Redam Perpecahan – Foto: Ritus.

Demikian kata Ketua Presidium PMKRI Cabang Jakarta Pusat, Rinto Namang, dalam sambutannya mengawali kegiatan dialog bertajuk “Merawat Kebhinekaan, Menangkal Radikalisme” yang digelar di Margasiswa 1 PMKRI, Jl. Sam Ratulangie No. 1, Menteng – Jakarta Pusat, Minggu (30/10/2016).

Diaolog tersebut  menghadirkan empat narasumber, diantaranya Dosen Filsafat STF Driyarkara Jakarta,  Romo Setyo Wibowo, Intelektual Muda Nadathul Ulama (NU), Abdul Gophur,  Walubi, Rusli Tan dan Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI, Angelius Wake Kako.

Dalam pemaparannya, Romo Setyo Wibowo mengatakan bahwa munculnya gerakan radikalisme disebabkan oleh kegalauan dan situasi disorientasi kaum muda serta  ketidakpuasan terhadap sesuatu. Hal ini menurutnya diperparah lagi dengan ajaran radikalisme yang dimulai sejak dini, sementara di sisi lain nilai-nilai pancasila tidak diperkenalkan.

Berbeda debngan Romo Setyo,  Abdul Gophur menilai bahwa berkembangnya isu radikalisme di Jakarta akhir-akhir ini lebih merupakan permainan media massa dan segelintir elit politik yang memiliki kepentingan politik. Namun, kata Abdul, semua isu tersebut akan mampu diredam jika memiliki pemahamn yang baik soal ajaran amanya.

“Jika semua orang menjalankan ajaran agamanya dengan baik, maka bisa dipastikan nusantara ini akan aman – aman saja. Semua yang terjadi belakangan ini adalah permainan media dan segelintir elit politik”, tandas Abdul.

Rusli Tan yang mewakili umat Buddha mengatakan bahwa musuh kita bukan orang lain, tetapi sesama anak bangsa. Menurut Rusli, kita sedang berada dalam posisi dimana kita diadu domba, sibuk mengurusi sesama kita, sehingga kita lupa bahwa dunia di luar kita sudah jauh melangkah ke depan.

“Saya mengajak teman – teman semua untuk mari berpikir secara rasional. Mari mencoba memberikan yang terbaik bagi bangsa. Musuh kita bukan sesama anak bangsa, tetapi musuh kita adalah pemerintahan yang gagal menjalankan amanat konstitusi. Musuh kita adalah pembangunan yang tidak merata. Musuh kita adalah kepentingan asing yang terlalu mendominasi”, kata Rusli.

Sementara itu, Angelius Wake Kako, dalam pemaparannya mengatakan bahwa radikalisme disebabkan karena negara belum mampu menyejahterakan rakyatnya. Hal ini, kata dia, diperparah dengan kondisi masyarakat terutama pemuda yang kurang membuka diri terhadap dunia luar dan terkurung dalam sekat-sekat primordial.

“Kita menyadari sepenuhnya bahwa radikalisme ini terjadi sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap negara yang selalu  lupa akan janjinya, lupa akan tugas utamanya menyejahterakan rakyat” ungkap Anjelo.* (Ritus/AT)

Exit mobile version