Di Malmo, Ada Kado Dari Paus Untuk Minoritas Katolik


PAUS AJAK RENDAH HATI. Swedia, verbivora.com – “Kerendahan Hati adalah cara hidup dan bertindak yang membuat kita berada dekat Yesus,” demikian kata Pemimpin umat Katolik Sedunia Paus Fransiskus saat mengadakan pertemuan dengan umat Katolik di Kota Malmo, Swedia, seperti dikutip AFP, Selasa (1/11/2016).
Kado Paus Untuk Minoritas Katolik di Malmo
Paus Fransiskus – Foto: ist

Pertemuan Paus dengan minoritas Katolik di negara sekuler dengan penduduk mayoritas Kristen Protestan tersebut, telah memberikan ‘kado’ yakni  kerendahan hati agar selalu dihidupi umat Katolik dalam kehidupan konkrit bersama manusia-manusia lain.

“Hal ini memungkinkan kita untuk menghilangkan segala sesuatu yang menjadi pemisah di antara kita,” ungkap Paus di depan ribuan orang yang memadati stadion di kota yang terletak di wilayah selatan Swedia itu.

Selain itu, Paus juga mengungkapkan pentingnya kerendahan hati sebagai jalan pembebasan yang mampu mempersatukan manusia dengan manusia lain. Paus pun mengambil contoh Swedia sebagai negara plural namun bisa bersatu.

“Salah satu contoh paling dekat adalah kehidupan anda di negara ini, yang penuh dengan perbedaan. Namun, kita bisa berada di sini, di tengah peringatan 500 tahun terjadinya reformasi Gereja,” ungkap Paus.

Kota Malmo dikenal sebagai tempat bagi para imigran pemeluk agama Katolik Roma. Setelah terjadi liberalisasi agama pada akhir abad ke-18, agama lain mulai masuk Malmo, termasuk agama Katolik dan agama Yahudi.

Pada tahun 1860, penganut Lutheranisme dilarang pindah ke agama lain. Namun undang-undang kebebasan beragama kembali disahkan pada tahun 1951. Dan pada tahun 2000, Gereja di Swedia dipisahkan dan Swedia tidak lagi memiliki gereja resmi.

Seperti diberitakan sebelumnya, Paus kemarin, menghadiri ibadah oikumene yang digelar untuk merayakan 500 tahun gerakan reformasi, di kota yang sama. Oikumene dikenal sebagai suatu usaha untuk menyatukan seluruh gereja.

Hal ini berarti seluruh gereja, dengan berbagai latar belakang, berlainan suku, bahasa, kebudayaan dan tradisi melebur menjadi satu. Acara itu juga menandai 50 tahun terwujudnya dialog rekonsiliasi antara gereja Katolik dan ajaran Lutheran (Protestan).

sebuah tradisi yang dulunya sungguh bermusuhan dengan kewenangan dan ajaran Vatikan. Hanya dengan bersedia hadir dalam acara itu, Paus pun telah membuat sebuah langkah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.* (Andy Tandang)

Exit mobile version