Dedi Mulyadi Prihatin Dengan Indonesia, Jahe Saja Harus Impor

Jakarta, Verbivora.com – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Dedi Mulyadi merasa prihatin, untuk memenuhi kebutuhan jahe saja Indonesia sudah impor. 

Hal itu diketahuinya saat pemusnahan jahe impor yang terindikasi mengandung zat membahayakan pertanian Indonesia. 

Dedi mengatakan, sebelum Komisi IV dan Kementerian Pertanian memimpin pemusnahan 4 kontainer jahe impor dari Myanmar dan Thailand melalui Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/3/2021). 

Jahe tersebut mengandung unsur tanah sehingga dikhawatirkan bisa menebarkan penyakit bawaan dan mengancam pertanian Indonesia. 

“Maka Komisi IV minta jahe itu dimusnahkan karena tidak memenuhi syarat masuk Indonesia. Pemusnahannya sudah kemarin,” kata Dedi seperti dilansir Kompas.com (23/3/2021).

Dedi melanjutkan, persoalan yang menjadi fokus Komisi IV adalah bukan pemusnahan, tetapi keprihatinan mendalam bahwa jahe saja sudah impor. 

“Negeri ini kaya rempah dengan hamparan tanah begitu luas. Tanah kosong di Indonesia sangat luas. Jahe adalah tradisi tanaman rumahan, kenapa kita hari ini kok mesti impor. Ini keprihatinan mendalam,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Dedi minta Dirjen Karantina, Dirjen Tanaman Pangan dan Holtikultura, serta Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) pada tahun berikutnya menyiapkan program peningkatan produksi kebutuhan-kebutuhan yang masih impor. 

Semua anggaran difokuskan ke sana. Lalu dibuat terintegrasi antara pusat sampai daerah untuk menggarap kebutuhan yang masih impor, sehingga bisa dipenuhi oleh petani dalam negeri. 

“Program itu kemudian dimasukkan ke perencanaan pembangunan yang terntegrasi,” jelas Dedi. 

Menurutnya, jahe sebenarnya bisa dipasok dari dalam negeri, tidak harus impor, jika pemerintah memanfaatkan lahan-lahan kosong. Misalnya, lahan-lahan di pinggir sepanjang jalan Tol Semarang sampai Jakarta bisa ditanami jahe. 

“Jasa Marga diberi tugas tanam jahe di sepanjang jalan itu,” sambung Dedi.

Pemusnahan jahe sebelumnya, Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI memusnahkan 108 ton jahe yang diimpor dari Myanmar dan Vietnam. 

Jahe tersebut tak memenuhi syarat karantina lantaran masih terdapat tanah. Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI Ali Jamil mengatakan, pemusnahan komoditas jahe impor tersebut dilakukan karena tidak memenuhi persyaratan karantina. Yaitu terdapatnya kontaminan tanah pada media pembawa komoditas pertanian tersebut. 

“Sekitar 54 ton dari Myanmar dan 54 ton dari Vietnam hari ini terpaksa kita musnahkan,” kata Jamil di sela pemusnahan jahe impor di PT Triguna Pratama Abadi, Karawang, dilansir kompas.com, Senin (22/3/2021). 

Pemusnahan tersebut sudah melalui kajian dan analisa risiko. Tujuannya untuk melindungi sumber daya pertanian dalam negeri. 

Jamil mencontohkan, jika salah satu hama yang terbawa oleh tanah seperti jenis nematoda (Xiphinema) yang terbawa oleh tanah dan termasuk golongan organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) A1, yang belum ada di Indonesia, menyerang areal pertanaman jahe nasional. 

Maka dengan kemampuan produksi jahe nasional yang ada, kerugian pada tingkat produksi ditaksir mencapai Rp 3,4 triliun. 

“Ini belum termasuk biaya upaya eliminasi, yang bisa memakan waktu entah berapa tahun, dan biaya ekonomi lainnya yang harus ditanggung, inilah hitung-hitungan yang harus kita jaga,” ungkap Jamil. 

Karena itu, Jamil berharap para pengimpor tidak memasukkan media yang dilarang. Misalnya tanah pada jahe. Tujuannya untuk mencegah bakteri dan penyakit pertanian dan OPTK masuk ke Indonesia. 

Jamil pun meminta badan karantina negara asal tak sekedar meloloskan produk sebelum diekspor ke Indonesia. Sebab, secara administrasi sudah terpenuhi. Namun setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan tanah pada hampir semua karung dalam kontainer. 

Hal ini tidak sesuai dengan International Standard for Phytosanitary Measures (ISPM) 40/2017: guidelines for international movement of growing media in association with plants for planting dan ISPM 20/2019: guidelines for phytosanitary import regulatory system, disebutkan untuk peraturan impor tidak diperbolehkan adanya kontaminan salah satunya berupa tanah. 

Importasi tersebut juga belum memenuhi persyaratan sesuai SK Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati Nomor: B-22322/KR.020/K.3/ 12/2019 tanggal 26 Desember 2019 hal Phytosanitary Requirement Jahe Segar ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia disebutkan juga tidak boleh ada tanah dalam media pembawa. 

Juga tidak terpenuhinya persyaratan pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 25 tahun 2020, tentang adanya 166 jenis OPTK yang bisa terbawa melalui tanah. 

Pihaknya sudah menyurati ke negara asalnya, agar otoritas karantinanya tidak asal mengeluarkan atau menerbitkan sertifikat Phytosanitary Certificate. 

Jika masih terulang, pihaknya tak segan untuk menghentikan komoditas serupa masuk ke Indonesia. 

“Jangan sebut jahe sehat tapi ternyata bertanah, bernematoda,” ujarnya.

Jamil menyebut pemusnahan dilakukan di PT Triguna Pratama Abadi lantaran Badan Karantina Pertanian belum memiliki insenerator sendiri. Ia pun berharap ke depan pihaknya dapat memiliki. 

“Biaya pemusnahan ditanggung oleh importir. Ini ada dua importir,” tutur Jamil. Direktur PT Triguna Pratama Abadi Ade Priadi menyebut pemusnahan kurang lebih memakan waktu dua hari. 

Jahe impor tak memenuhi syarat ini bakal dibakar dengan suhu sekitar 800 derajat. 

“Kita lakukan pemusnahan sesuai standar. Kurang lebih memakan waktu dua hari,” papar Ade. 

Meski begitu, Dedi berharap tak ada lagi impor jahe, melainkan menanam sendiri di dalam negeri. 

“Saya berharap tidak ada lagi impor jahe, apalagi yang berpenyakit,” tegas Dedi. *(JM)

Exit mobile version