Audiensi Dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ini yang Disoroti PMKRI.

 

Jakarta, Verbivora.com – Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) melakukan audiensi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang di kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia, Selasa (16/3/2021).

Ketua Presidium PP PMKRI, Benediktus Papa didampingi oleh Sekjen PP PMKRI, Tri Natalia Urada, Presidium Gerakan Masyarakat, Alboin Samosir, Presidium Pendidikan dan Kaderisasi, Engelbertus Boli Tobin, Lembaga Desa dan Pariwisata, Fransiskus Bani, dan Lembaga Media dan Pers, John Alfred Mesach.

Rombongan PP PMKRI langsung diterima oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang, Dr. Sofyan A Djalil, SH, MA, MALD dan Wakil Menteri Dr. Surya Tjandra, S.H., LL.M.

Foto: Audiensi PP PMKRI dengan Menteri dan Wamen Agraria di Kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang.

Mengawali audiensi, Ketua PP PMKRI, Benidiktus Papa mengatakan, program food estate yang saat ini dijalankan dengan membuka lahan di Kalimantan dan Sumatera, direncanakan akan dilanjutkan ke semua provinsi di seluruh indonesia, menimbulkan kekhawatiran masyarakat terutama petani bahwa jangan sampai program ini menimbulkan penguasaan tunggal terhadap lahan dan petani justru kehilangan haknya sebagai petani.

Beni juga mempertanyakan soal bagaiman langkah pemerintah soal kerusakan lingkungan yang bisa saja terjadi akibat program Food estate.

Lanjut Beni, berkaitan dengan RUU Masyarakat Adat yang sedang digulirkan di DPR, dia menilai penghargaan terhadap masyarakat adat sejauh ini masih bersifat simbolis saja.

“Selama ini pemerintah memberikan penghargaan terhadap masyarakat adat namun masih bersifat simbolis saja, karena banyak sekali penyerobotan lahan atau tanah ulayat yang terjadi di beberapa daerah karena belum dilindungi, sehingga harapan kami semoga RUU masyarakat adat ini bisa segera disahkan agar semua bisa teratasi.” Jelas Beni

Sementara itu, Presidium Germas, Alboin Samosir mengatakan, jika berkaca dari tahun 2020 ada setidaknya 400 laporan yang terdiri dari beberapa kasus, mulai dari sengketa tanah, legalisasi tanah, dan redistribusi tanah.

“Kami melihat antara legalisasi dan redistribusi tanah, berjalan tidak seimbang karena negara lebih fokus pada hal yang sifatnya legalisasi atau yang dikenal tanah objek reforma agraria, yang dicanangkan oleh presiden Jokowi melalui Perpres 86 tahun 2018. Semestinya antara legalisasi dan redistribusi itu harus sejalan agar tercipta keadilan dan kesetaraan.” Jelas Alboin

Lanjut Alboin, terkait konflik tenurial masyarakat adat yang ada di indonesia, jika berkaca dari Badan Registrasi Wilayah Adat, ada sekitar 10 juta hektar wilayah adat yang sebenarnya sudah tercatat namun sampai hari ini yang dilegalisasi hanya sekitar 1,2 juta hektar, artinya ada sekitar 8,9 juta hektar yang belum diakui.

Ia menambahkan, ini sangat berbanding terbalik dengan konsesi lahan pemerintah yang sangat eksploitatif terhadap perluasan lahan hutan konsesi yang ada di indonesia, bahkan hingga saat belum ada keterbukaan terkait berapa luas lahan konsesi nasional.

“Terkait dengan luas lahan konsesi ini, menunjukkan bagaimana negara tidak berpihak pada masyarakat adat karena masyarakat adat hari ini semakin terpinggirkan oleh proyek-proyek konsesi yang terus dibuka.” Tutur Alboin

Menteri Sofyan Djalil dalam tanggapannya menjelaskan, program food estate yang dicanangkan presiden Jokowi itu tujuannya untuk menjadi model agar masyarakat dapat mengadopsi teknologi.

Ia menegaskan tidak akan terjadi Food estate dimana-mana dan food estate pun hasilnya akan dirasakan lima sampai sepuluh tahun ke depan, dengan adanya intervensi teknologi lewat program ini akan meningkatkan produktifitas pertanian yang saat ini masih sangat rendah.

Menurut Sofyan, saat ini presiden Jokowi ingin secepat mungkin melakukan legalisasi tanah dimana tanah adat diberikan sertifikat.

Sedangkan terkait redistribusi tanah, Sofyan mengatakan, BPN tidak mempunyai tanah kecuali tanah HGU yang terlantar itupun jumlahnya sedikit.

Ia menjelaskan, yang punya banyak tanah itu kementrian kehutanan dan sedang direncanakan akan dibagikan oleh presiden Jokowi kepada masyarakyat.

“Sekarang presiden Jokowi akan membagikan 12,6 juta hektar hutan akses kepada masyarakat yang sebelumnya UU kita itu membuat menteri kehutanan tidak bisa melepaskan 1 hektar pun tanah kepada masyarakat.” Ungkap Sofyan

Ia menambahkan, paling tidak saat ini sekitar 2 juta dari 12,6 juta hektar itu sudah diberikan akses hutan kepada masyarakat.

Mengakhiri Audiensi, Wakil Menteri  Surya Tjandra mengatakan, secara tugas fungsi agraria, tata ruang khususnya, saat ini terus berusaha mengkonsolidasikan semua sumber daya internal walaupun tidak terlepas dari keterbatasan, sehingga dibutuhkan kerja sama dan partisipasi masyarakat termasuk PMKRI dan organisasi-organisasi yang lain.*(JM)

Exit mobile version