Arah Transformasi Organisasi (PMKRI) di Era Disrupsi

Ket. Alfred Januar Nabal (Foto: Istimewa)
Oleh: Alfred R. Januar Nabal*
Sejak tahun 2005, dunia global
dikenalkan dengan satu konsep dalam hal pengembangan dan pengelolaan kota.
Konsep kota cerdas, atau smart city dipandang sebagai konsep mutakhir dalam hal
penataan kota yang dipengaruhi oleh perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi yang begitu pesat. Allwinkle dan Cruickshank (2007) menempatkan
teknologi sebagai determinan penting dalam pengembangan konsep smart city ini.
Munculnya konsep smart city ini
dilatarbelakangi oleh beragam fenomena sosial yang mengisi kehidupan perkotaan.
Pertambahan jumlah penduduk yang signifikan dari tahun ke tahun, baik karena
kelahiran maupun urbanisasi menyebabkan menurunnya performa kota. Terlebih,
keterbatasan sumber daya perkotaan dalam mengelola fenomena sosial ini
mengakselerasi penurunan performa kota. Kita menyaksikan munculnya
pemukiman-pemukiman kumuh, masalah limbah dan polusi, kemacetan lalu lintas,
degradasi lingkungan, dan sebagainya.
Prinsip utama penataan kota
menggunakan konsep smart city terletak pada kemampuan sebuah kota dalam
memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mengintegrasikan seluruh
aspek kehidupan perkotaan, antara lain ekonomi, pemerintahan, lingkungan,
sumber daya manusia, mobilitas, dan kehidupan masyarakat. Teknologi Informasi
dan Komunikasi menjadi instrumen yang membantu meningkatan performa-perfoma
kota.

Kita menyaksikan kota Amsterdam mampu
menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mengatasi persoalan
polusi, atau kota Tallim di Estonia yang memanfaatkan perkembangan teknologi dalam
mewujudkan transparansi pemerintahannya dan pelayanan di masyarakatnya.
Sementara itu di Songlo (Korea Selatan), Teknologi Informasi dan Komunikasi
menjadikan kota tersebut sebagai pusat bisnis internasional. 

Di Indonesia,
keberhasilan memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam menata kota
diperlihatkan oleh kota Bandung dan kota Surabaya. Kota Bandung bahkan menjadi
finalis World Smart City dalam ajang Smart City Expo World Congress pada tahun
2015. Sementara kota Surabaya meraih penghargaan nasional di ajang Smart City
Award tahun 2011 oleh Warta Ekonomi dan Warta e-Gov. 
Kita perlu menyepakati, perkembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi telah memicu perubahan yang sangat
fundamental dalam pola hidup, kerja, dan relasi manusia. Ia mampu memangkas
jarak dan waktu dalam kehidupan manusia, sehingga dinamika dan
perubahan-perubahan terjadi sangat cepat. Implikasinya, kita semua dituntut
untuk bergerak cepat atau lebih cepat. Bergerak lambat dalam arus perubahan yang
serba cepat hanya berarti kekalahan, lalu mati. Dua pilihan, bergerak cepat
atau lebih cepat hanya dapat dilakukan jika kita mampu beradaptasi dan
berkolaborasi dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Konsep Smart City yang telah dipraktekkan
di banyak kota bisa kita kategorikan sebagai salah satu bentuk adaptasi dan
kolaborasi  dengan perkembangan Teknologi
Informasi dan Komunikasi yang paling berhasil.
Perubahan fundamental lain yang lahir
dari Teknologi Informasi dan Komunikasi ini terwujud dalam Revolusi Industri
4.0. Kemajuan teknologi baru (baca: digitalisasi) telah melahirkan satu
fenomena baru yang memaksa kita untuk terlibat di dalamnya. Fenomena yang kerap
disebut sebagai disrupsi ini menjadi fenomena yang tidak terpisahkan dengan
revolusi industri 4.0.
Di bidang bisnis, kita menyaksikan
pertarungan antara taksi konvensional versus taksi online dan ojek pangkalan
versus ojek online. Perubahan lainnya, seperti penggunaan aplikasi berbasis
internet yang dimanfaatkan oleh pebisnis-pebisnis ritel untuk memasarkan
produk-produknya. Atau, fenomena uber yang mengancam pemain-pemain besar
industri transportasi di seluruh dunia, atau disrupsi yang dilakukan Tokopedia
dan Bukalapak menyebabkan bangkrutnya lapak-lapak konvensional di pusat-pusat
perbelanjaan.
Tidak hanya di bidang bisnis,
fenomena disrupsi karena teknologi baru juga merambah ke dalam aspek-aspek
organisasi yang bergerak di bidang sosial. Keberhasilan kitabisa.com dalam
memanfaatkan teknologi untuk menggalang dana-dana sosial dan kemanusiaan
mengalahkan pola-pola gerakan konvensional, baik dari segi skala, jumlah,
pengaruh, maupun kuantitas orang yang terlibat. Atau, gerakan-gerakan yang
mengkritisi penyelenggara negara lebih efektif menggunakan gerakan media
seperti petisi-petisi di change.org, hastag-hastag di media sosial, dan quotes
dibandingkan gerakan-gerakan konvensional seperti demonstrasi.
Baik keberhasilan smart city,
kelompok bisnis berbasis digital, maupun gerakan sosial berbasis digital yang
telah diuraikan di atas memiliki satu kesamaan pola, yaitu kemampuan mereka
untuk beradaptasi dan berkolaborasi dengan perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi.    
Transformasi (PMKRI) di Era Disrupsi
Transformasi merupakan sebuah
keharusan dan tetap menjadi keniscayaan dalam menghadapi fenomena disrupsi.
Jika tidak, sebuah entitas; entah individu, organisasi profit, ataupun
organisasi non profit akan terdisrupsi oleh entitas-entitas serupa lainnya yang
mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam kerja-kerjanya.
Selain itu, Teknologi Informasi dan Komunikasi juga  menjadi pemicu utama (sebagai tools) untuk
dilakukannya perubahan terencana, menyeluruh, dan fundamental menuju keadaan
yang lebih baik. Hal ini wajib untuk dilakukan, karena revolusi teknologi yang
sedemikian pesat telah mengubah secara fundamental cara hidup, bekerja, dan
relasi individu dan organisasi dalam berhubungan satu sama lain.
Transformasi di era disrupsi memiliki
satu karateristik utama. Transformasi ini perlu diarahkan pada kemampuan (baik
secara individu maupun organisasi) untuk beradaptasi dan berkolaborasi dengan
perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Daya adaptasi dan kolaborasi
menjadi kunci keberhasilan individu dan organisasi dalam mencapai visi dan misi
di era disrupsi ini.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik
Republik Indonesia (disingkat PMKRI) merupakan satu organisasi yang tidak luput
dari fenomena disrupsi hari ini. Transformasi organisasi PMKRI perlu dilihat
sebagai langkah baik dalam merumuskan arah pembinaan dan perjuangannya saat ini
dan kedepannya. Jika kita sepakat bahwa keberhasilan konsep smart city dalam
transformasi penataan kota, keberhasilan kelompok bisnis berbasis digital,
maupun keberhasilan gerakan sosial berbasis digital adalah referensi penting
dalam merumuskan arah transformasi PMKRI, maka kita telah berada pada satu alur
dalam mengarahkan transformasi PMKRI ini, yakni menjadikan PMKRI mampu beradaptasi
dan berkolaborasi dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Dengan kata lain, transformasi organisasi PMKRI dinilai berhasil jika PMKRI
mampu memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk mengintegrasikan
aspek-aspek pembinaan dan perjuangannya.
Transformasi PMKRI mencakup empat
kategori, yaitu transformasi kultur, transformasi manajemen, transformasi
struktur, dan transformasi sumber daya manusia. Pada aspek kultur, PMKRI dapat
beradaptasi dan berkolaborasi dengan perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi jika ia menjadikan teknologi tidak semata-mata bersifat fungsional
(hanya menunjang kerja-kerja organisasi), melainkan menjadikannya sebagai
budaya/kultur PMKRI. Teknologi telah berproses bersama-sama dan menjadi bagian
dari kebudayaan manusia. PMKRI (baca: organisasi) sebagai bagian dari entitas
kebudayaan yang lebih besar tidak mungkin dipisahkan dari teknologi dan
perkembangannya.

Pada aspek manajemen, adaptasi dan
kolaborasi dengan perkembangan teknologi hanya dimungkinkan jika organisasi
PMKRI ditransformasi menjadi sebuah sistem terbuka. Tren organisasi pada abad
21 (baca: organisasi kontemporer) menunjukkan sistem yang jauh lebih terbuka
dibandingkan dengan era sebelumnya. Organisasi dengan sistem terbuka memiliki
frekuensi interaksi yang tinggi dan komunikasi yang bebas dengan ekosistem di
luarnya. Segala hal yang berasal dari lingkungan eksternal dipandang sebagai
input baru yang dapat memperkaya organisasi. 

Fremont E. Kast dan James E.
Rosenzweig (2002) menyebut, organisasi kontemporer memiliki ciri saling
mempertukarkan informasi, energi, dan material dengan lingkungannya. PMKRI
sebagai organisasi yang didirikan pada abad ke 20 (1947), mengikuti tren sistem
organisasi yang eksis pada jamannya. PMKRI dikategorikan sebagai organisasi
dengan sistem tertutup.
Pada transformasi struktur, PMKRI
dapat beradaptasi dan berkolaborasi dengan perkembangan teknologi jika
struktur-struktur organisasi PMKRI memiliki corak yang lebih organik ketimbang
mekanistik. Organisasi bercorak organik mempunyai struktur yang adaptif,
fleksibel, dan birokrasi yang minim. Organisasi organik memiliki tugas-tugas
yang tidak terstandarisasi dan bisa berubah sesuai dengan kebutuhan.
Tugas-tugas organisasi dikelola dalam tim kerja (lintas fungsional dan
hierarki), memiliki formalisasi yang rendah, dan informasi yang mengalir bebas.
Organisasi organik memiliki bentuk tim yang mendatar, anggota memiliki
keterampilan/keahlian tertentu, dan bekerja sesuai dengan keahlian daripada
otoritas.
Dan pada bagian akhir, yaitu
transformasi sumber daya manusia, PMKRI dapat beradaptasi dan berkolaborasi
dengan perkembangan teknologi jika salah satu orientasi pembinaan PMKRI
diarahkan kepada penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. PMKRI sebagai
sebuah sistem organisasi akan adaptif dan kolaboratif dengan teknologi jika
anggota-anggotanya memiliki kapasitas untuk mengoperasionalkan teknologi secara
produktif.
*Penulis adalah Ketua Lembaga Kajian,
Penelitian, dan Pengembangan Pengurus Pusat PMKRI
https://www.academia.edu/13224108/Organisasi_Adaptif_Organik,
diakses pada tanggal 20 Februari 2018 pukul 12.57 WIB
Irham Fahmi, 2013, Perilaku
Organisasi: Teori, Aplikasi, dan Kasus, Bandung: Penerbit Alfabeta: Bandung
Slamet Rosyadi, Revolusi Industri
4.0: Peluang dan Tantangan Bagi Alumni Universitas Terbuka, diakses melalui
https://www.reseachgate.net/publication/324220813_REVOLUSI_INDUSTRI_40 pada
tanggal 18 Februari 2019 pukul 03.02 WIB
Suwatno, 2018, Komunikasi Organisasi
Kontemporer, Simbiosa Rekatama Media: Bandung
Tim PSPPR UGM, 2006, Road Map
Yogyakarta Menuju Smart City, diakses melalui https://psppr.ugm.ac.id pada
tanggal 3 Januari 2019 pukul 12.00 WITA
Exit mobile version