Jakarta, Verbivora.com – Seorang karyawan di PT KAI berinisial DE diamankan oleh Densus 88 karena terlibat aktifitas terorisme pada Senin (14/8). Kabar penangkapan ini pun telah menghebohkan publik dan mengancam keamanan negara. DE diduga terafiliasi dengan jaringan teror ISIS.
Menurut, Billy Claudio, Presidium Gerakan Kemasyarakatan Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), menyampaikan pandangannya terkait penangkapan ini. Menurutnya, penangkapan DE merupakan sinyal kuat bahwa lembaga pemerintahan, dalam hal ini Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak sepenuhnya terbebas dari ideologi ekstrimisme dan jaringan teror.
Kejadian terorisme di dalam lingkungan BUMN bukanlah hal yang baru. Sebelumnya, telah tercatat kasus serupa di BUMN seperti Kimia Farma, PLN, dan Krakatau Steel, di mana oknum pegawai dari perusahaan-perusahaan ini terlibat dalam kegiatan terorisme dan akhirnya ditangkap oleh Densus 88.
Baca juga: Politik Dagang Jelang Pemilu 2024
Terorisme dan Tantangan Keamanan Pemilu 2024
Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 di Indonesia menjadi titik fokus bagi berbagai kalangan. Setelah melihat rentetan peristiwa terorisme dan ekstremisme yang melibatkan oknum pegawai BUMN, perhatian terhadap keamanan dan demokrasi dalam proses politik semakin meningkat. Dalam konteks ini, langkah-langkah proaktif harus diambil untuk memastikan Pemilu 2024 berjalan dengan aman, damai, dan demokratis.
Menurut Billy, negara tidak boleh lengah terhadap infiltrasi jaringan terorisme ke dalam institusi pemerintahan. Kegagalan dalam menangani radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme bisa menghambat proses demokratisasi yang sedang berlangsung.
“Kualitas demokrasi Indonesia hingga kini terus turun bahkan masuk kategori flawed democracy atau demokrasi cacat. Kita harus terus memperbaiki keadaan. Demokrasi hanya akan tumbuh dengan baik tanpa adanya radikalisme, ektrimisme dan aksi-aksi terorisme,” ucap Billy.
Demokrasi hanya akan tumbuh dengan baik tanpa adanya radikalisme, ektrimisme dan aksi-aksi terorisme,” ucap Billy.
Billy melanjutkan bahwa untuk mencapai tujuan demokratisasi yang diharapkan, negara harus secara proaktif mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi seperti equality (persamaan), liberty (kebebasan), dan fraternity (persaudaraan). Negara juga harus menjamin rasa aman bagi seluruh warganya, karena demokrasi tanpa keamanan hanya akan menyebabkan kekacauan.
Dalam hal ini, negara terutama aparat penegak hukum, seperti kepolisian memiliki peran dan tanggung jawab besar dalam melawan radikalis dan aktifitas ekstrimisme. Karena itu Billy menilai, tindakan yang dilakukan Densus 88 Polri terhadap DE patut diapresiasi dan didukung.
Ia mengharapkan ke depan Densus 88 Polri selalu mengedepankan langkah-langkah inovatif serta kolaboratif dalam menghadapi ancaman terorisme karena potensi ancamannya yang sangat beragam, terlebih menjelang Pemilu 2024.
Baca juga: Pengurus Pusat PMKRI Gandeng BRIN Adakan Pelatihan Riset di Regio Timor
“Pemilu harus berjalan secara demokratis dan tanpa aksi-aksi teror dan intoleran. Karena itu masyarakat sipil yang tidak mendukung praktik radikalisme, ekstrimisme dan terorisme sudah saatnya untuk menggalang kekuatan untuk meastikan pemilu berjalan damai,” ucap Billy.
Hal tersebut senada dengan Tri Natalia Urada, Ketua Presidium PP PMKRI. Menurutnya hal tersebut cukup beralasan bahwa bangsa Indonesia saat ini telah kehilangan energi untuk menghadapi masalah sesungguhnya, seperti resesi dunia, perubahan iklim, ketimpangan, kemiskinan, dan isu kesehatan.
Tri Natalia menekankan perlunya komitmen dari pimpinan partai, aparat keamanan, pejabat pemerintahan, dan masyarakat sipil untuk menghentikan ekstrimisme dan terorisme dalam Pemilu 2024.
“Mengelola problem intoleransi dan ekstimisme harus juga diimbangi dengan narasi baru tentang Indonesia masa depan. Bagaimana menghadapi masalah-masalah riil dan konkrit yang ada di depan mata,” tutup Tri.