SAMARINDA,Verbivora.com- Berbicara
teroris memang tidak ada habisnya karena memang pemerintah tidak mampu
memangkas gerbong teroris hingga saat ini. Pemerintah dan instansi terkait
seperti BIN, BNPT, POLRI, TNI dan lain-lain hanya hadir jika telah jatuh korban
jiwa yang disebabkan oleh gerakan teroris yang mengatasnamakan agama tersebut.
teroris memang tidak ada habisnya karena memang pemerintah tidak mampu
memangkas gerbong teroris hingga saat ini. Pemerintah dan instansi terkait
seperti BIN, BNPT, POLRI, TNI dan lain-lain hanya hadir jika telah jatuh korban
jiwa yang disebabkan oleh gerakan teroris yang mengatasnamakan agama tersebut.
Belum
genap satu Minggu bentrokan yang terjadi di mako brimob hingga menewaskan lima
korban dari anggota kepolisian, kini serangan kembali terjadi pada tanggal 13
Mei 2018 tepatnya pada tiga rumah ibadah yakni Gereja Santa Maria Nagel, Gereja
Kristen Indonesia di jalan Diponegoro dan Gereja Pentakosta di jalan Arjuno,
yang mana lokasi dari tiga titik ledakan adalah di Surabaya. Pada hari ini
tanggal 14 Mei 2018 juga kembali terjadi tindakan yang serupa namun berada di
Polrestabes Surabaya hingga terdapat korban sekitar 10 orang.
genap satu Minggu bentrokan yang terjadi di mako brimob hingga menewaskan lima
korban dari anggota kepolisian, kini serangan kembali terjadi pada tanggal 13
Mei 2018 tepatnya pada tiga rumah ibadah yakni Gereja Santa Maria Nagel, Gereja
Kristen Indonesia di jalan Diponegoro dan Gereja Pentakosta di jalan Arjuno,
yang mana lokasi dari tiga titik ledakan adalah di Surabaya. Pada hari ini
tanggal 14 Mei 2018 juga kembali terjadi tindakan yang serupa namun berada di
Polrestabes Surabaya hingga terdapat korban sekitar 10 orang.
Itu
artinya teroris mulai merangsak masuk kedalam lini pertahanan negara seolah
ingin menelanjangi negara kita dari instansi keamanan.
artinya teroris mulai merangsak masuk kedalam lini pertahanan negara seolah
ingin menelanjangi negara kita dari instansi keamanan.
Pada
Senin dini hari sebelum peristiwa di Surabaya, pihak densus melakukan
penangkapan seorang yang diduga teroris, tetapi kenapa penangkapan dilakukan
setelah jatuh korban.
Senin dini hari sebelum peristiwa di Surabaya, pihak densus melakukan
penangkapan seorang yang diduga teroris, tetapi kenapa penangkapan dilakukan
setelah jatuh korban.
Namun
sejauh ini kejadian tersebut masih dalam tindak lanjut dari pihak kepolisian
karena memang berita yang beredar masih simpang siur.
sejauh ini kejadian tersebut masih dalam tindak lanjut dari pihak kepolisian
karena memang berita yang beredar masih simpang siur.
Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik
Indonesia cabang Samarinda melalui ketua presidium Silvester Hengki Sanan
mengutuk keras tindakan pengeboman rumah ibadah dan beberapa tempat yang
terjadi di Surabaya hingga menewaskan 21 jiwa yang terdiri dari 14 orang korban
bom di Gereja, 3 orang bom Sidoarjo, 4 orang bom Polrestabes dan 43 jiwa korban
luka-luka.
“Kami
juga menekan pemerintah Republik Indonesia dan lembaga-lembaga terkait untuk
terus bekerja ekstra guna memberantas gerakan-gerakan radikal tersebut jangan
sampai hadir di saat sudah terdapat korban jiwa, kesannya seperti pahlawan
kesiangan”, ungkap Silvester.
juga menekan pemerintah Republik Indonesia dan lembaga-lembaga terkait untuk
terus bekerja ekstra guna memberantas gerakan-gerakan radikal tersebut jangan
sampai hadir di saat sudah terdapat korban jiwa, kesannya seperti pahlawan
kesiangan”, ungkap Silvester.
Untuk
mendukung kerja yang ekstra, Silvester menambahkan
bahwa, “kami (DPC PMKRI Samarinda) juga mendorong agar pihak legislatif untuk
segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Karena kami juga menganggap
dengan adanya aturan perundang-undangan yang lemah, mengakibatkan pihak
keamanan semakin sulit juga untuk membasmi gerakan-gerakan terosisme” tutur
Silvester
mendukung kerja yang ekstra, Silvester menambahkan
bahwa, “kami (DPC PMKRI Samarinda) juga mendorong agar pihak legislatif untuk
segera merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan Dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Karena kami juga menganggap
dengan adanya aturan perundang-undangan yang lemah, mengakibatkan pihak
keamanan semakin sulit juga untuk membasmi gerakan-gerakan terosisme” tutur
Silvester
Sekedar mengingat bahwa pascatragedi bom Bali 2002 yang kemudian melahirkan
Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dan kemudian keluar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003.
Perpu Nomor 1 Tahun 2002 dan kemudian keluar Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003.
Pada
tanggal 24 Mei 2017 pun kembali terjadi serangan teroris di kampung Melayu
Jakarta Timur yang juga menelan korban jiwa. Pada
saat itu Presiden langsung menginstruksikan untuk segera merivisi Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2003 namun hingga kini tak kunjung memberi dampak positif.
Menko
Polhukam, Wiranto yang pada saat itu mengumpulkan BNPT, BIN, Wakapolri Komjen
Syafaruddin dan pejabat keamanan lainnya pada tanggal 26 Mei 2017 yang katanya
untuk membahas payung hukum yang saat ini membuat aparat tak leluasa mencegah
aksi teror di tanah air bahkan dia mengibaratkan tangan aparat seperti di
borgol akibat Undang-Undang terorisme yang belum memadai. Sejatinya kami merasa
aparat selalu kecolongan sehingga selalu jatuh korban jiwa tapi tak kunjung
bergerak, negara selalu terlambat dalam bergerak.
Polhukam, Wiranto yang pada saat itu mengumpulkan BNPT, BIN, Wakapolri Komjen
Syafaruddin dan pejabat keamanan lainnya pada tanggal 26 Mei 2017 yang katanya
untuk membahas payung hukum yang saat ini membuat aparat tak leluasa mencegah
aksi teror di tanah air bahkan dia mengibaratkan tangan aparat seperti di
borgol akibat Undang-Undang terorisme yang belum memadai. Sejatinya kami merasa
aparat selalu kecolongan sehingga selalu jatuh korban jiwa tapi tak kunjung
bergerak, negara selalu terlambat dalam bergerak.
DPC
PMKRI Samarinda juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak
terprovokasi dengan adanya gerakan-gerakan tak bermoral jadi jika terdapat
berita atau informasi dari berbagai macam media mohon untuk tidak langsung
disebarkan karena kebenarannya belum terbukti yang justru akan mengakibatkan
isu provokasi, kepada seluruh elemen umat beragama juga agar bisa terus menjaga
situasi tetap kondusif dan jangan menjadi penyebar kebencian tetapi menjadi
penyejuk.
PMKRI Samarinda juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak
terprovokasi dengan adanya gerakan-gerakan tak bermoral jadi jika terdapat
berita atau informasi dari berbagai macam media mohon untuk tidak langsung
disebarkan karena kebenarannya belum terbukti yang justru akan mengakibatkan
isu provokasi, kepada seluruh elemen umat beragama juga agar bisa terus menjaga
situasi tetap kondusif dan jangan menjadi penyebar kebencian tetapi menjadi
penyejuk.
“Mari
sama-sama kita menolak jika ada oknum-oknum yang ingin memanfaatkan kejadian
ini sebagai ajang untuk mencari popularitas semata” tandas Silvester.
sama-sama kita menolak jika ada oknum-oknum yang ingin memanfaatkan kejadian
ini sebagai ajang untuk mencari popularitas semata” tandas Silvester.