Ket. Yogen Sogen |
Para Rahib Lupa Pulang Kampung
Di musim bungkam ini suara dan Roti
kudus-Mu kembali asin di lidahku
kudus-Mu kembali asin di lidahku
Yang gemetar mendekap syair-syair
konsekrasi
konsekrasi
Ada tuan dan puan mabuk di
kepalaku
kepalaku
Sambil tempayan perayaanku
muntahkan anggur-anggur asing
muntahkan anggur-anggur asing
Lonceng gereja dan kitab tentang
syair-Mu tersesat di hulu sujudku,
syair-Mu tersesat di hulu sujudku,
Sedang para Rahib menggila di
kota-kota dan enggan pulang kampung
kota-kota dan enggan pulang kampung
Sebab tualang di gunung-gunung
pasti tak ada perayaan syukur
pasti tak ada perayaan syukur
Pun perjamuan kudus sekadar menuai
puja-puji dari domba dan keledai yang diternak waktu berladang
puja-puji dari domba dan keledai yang diternak waktu berladang
Sedang di kota waktu kotbah
adalah ladang uang
adalah ladang uang
Mungkin juga gudang persembahan
Lilin dan dupa kureguk dari bahasa
tanpa makam makna
tanpa makam makna
Gandum sesekali hambar di lidah
kami yang tak lagi fasih mengeja nama-Mu
Para rasul dan malaikat penjala iman sering berimajinasi di tiap ranjang keinginan
Memapah anak-anak burung malam dan
belalang jalang dari ladang para penari bar yang telanjang
belalang jalang dari ladang para penari bar yang telanjang
Sambil meminta gandum dan madu
kota yang serakah
kota yang serakah
Sedang para domba di kampung tak berkota menunggu di altar yang tandus,
ada duka tanpa dupa, ada anggur di tempayan yang ngganggur
ada duka tanpa dupa, ada anggur di tempayan yang ngganggur
Tuhan, kapan para Rahib kembali menuangkan
anggur suci di kampung-kampung?
anggur suci di kampung-kampung?
Belajar dari Gunung
Bulan terang di atas punggungmu
yang kekar
yang kekar
Batu kali dan hutan bambu mengeja ruas-ruas katamu
Ular dan belukar memapah jalan
pikiranmu
pikiranmu
Anak-anak daun membalut kalut
tanahmu
tanahmu
Adalah rahasia sebuah kebajikan
Di gunungmu batu-batu purba tegar
menikmati tabah
menikmati tabah
Di hutanmu pohon-pohon belajar
dididik alam
dididik alam
Di keningmu anak-anak burung
belajar terbang
belajar terbang
Di kakimu, anak-anak laut berpetualang
ke seberang nasib
ke seberang nasib
Sebuah nada tanpa alamat
mengirimkan resah
mengirimkan resah
Yang fasih mengendap di
keheningan jantungmu
keheningan jantungmu
Serupa hujan memeluk tubuhmu yang
gelisah di pelupuk senja
gelisah di pelupuk senja
Jatuh dan mati tanpa makna di
hulu keluh matamu, di hilir kesahmu yang larut ke dalam samudera sunyi
hulu keluh matamu, di hilir kesahmu yang larut ke dalam samudera sunyi
Waktu menyeretku ke tubuhmu yang gontai,
alamat kalimat yang tak pernah
tuntas diucap tiba lebih awal dari ucapan selamat datang, di pintu sungaimu
yang deras mengirimkan kidung kerinduan
tuntas diucap tiba lebih awal dari ucapan selamat datang, di pintu sungaimu
yang deras mengirimkan kidung kerinduan
Ketika langit mengetuk pintu
waktu
waktu
Yang ganas dan keras di rahim
riwayatmu
riwayatmu
Ada cahaya renta terlihat mengendap pada debar bahasamu
Yang masih fasih menghidangkan
perjamuan bagi doa dan puisi
perjamuan bagi doa dan puisi
kutemukan dua buah anak sungai
yang saling menunggu pada pintu hening yang bening
yang saling menunggu pada pintu hening yang bening
Kepada gunung dan sungai sunyi
Dan kepada senja tanpa alamat
jatuh di pipimu yang gersang
menunggu kabar sebuah isyarat
menunggu kabar sebuah isyarat
yang terjerat di rimbun bahasa
sambil mengecup tubuhmu
sambil mengecup tubuhmu
serupa Adam dan Hawa menemukan
ketidaktahuan
ketidaktahuan
Penulis: Yogen Sogen.
Pegiat Sastra. Penulis buku antologi puisi “Nyanyian Savana”.