Telaah Tinjauan Yuridis, Hukuman Mati bagi Koruptor Bansos Covid-19?

Opini, Verbivora.com – Undang-Undang Anti Korupsi mengatur ancaman pidana mati khusus terhadap pelanggaran Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No.31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (2) bahwa dalam hal tindak pidana  korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Berdasarkan penjelasan resmi pasal ini, apakah yang dimaksud dengan “keadaan tertentu?” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana korupsi  dilakukan pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan monoter.

Jadi ada empat keadaan tertentu yang memungkinkan hakim menjatuhkan pidana mati terhadap seseorang yang terbukti secara melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara.

1. Undang-Undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan  Tindak Pidana Korupsi

Bab II Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat (1) berbunyi “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”

Ayat (2) Dalam hal tindak pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. 

Penjelasan Ayat 2: yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi (residevis korupsi) atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan monoter. 

Dalam praktek belum pernah ada pelaku tindak pidana korupsi yang dijatuhi pidana mati berdasarkan putusan pengadilan meski ada wacana/diskursus perlunya pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi pidana mati. Pertama keadaan tertentu yang menjadi dasar boleh tidaknya menjatuhkan pidana mati jarang terjadi. Sebagai contoh adalah korupsi terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan bencana nasional.

2. Pasca Tsunami Aceh tahun 2004 hingga awal 2020, belum ada bencana yang oleh negara ditetapkan sebagai bencana nasional sehingga sulit menjatuhkan hukuman mati

Meski negara atau pemerintah telah menetapkan Corona virus Decease 2019 (Covid-19) sebagai Bencana Nasional melalui Keppres no.12 tahun 2020 tetapi Pasal 27 ayat (1) Perpu No.1 tahun 2020 (menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020) telah menegaskan bahwa dana-dana yang digunakan untuk menanggulangi virus corona bukan merupakan kerugian negara, secara normatif pidana mati tidak mungkin dijatuhkan. 

Selain itu, terhadap perbuatan pelaku penyalahgunaan pengelolaan sumber dana bantuan bencana nasional bisa dijerat dengan pasal 78 Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ‘hanya’ dapat dijatuhi pidana palin berat berupa pidana penjara seumur hidup.

Kemudian, empat kategori keadaan tertentu yang menjadi syarat penjatuhan pidana mati justru ditempatkan di dalam penjelasan pasal dan bukan di batang tubuh. Tentunya penjelasan suatu pasal tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Sekalipun penjelasan suatu pasal adalah tafsir resmi pembentuk undang-undang, hakim dapat  saja berdalih tidak terikat dengan penjelasan tersebut sehingga hal itu dijadikan alasan untuk tidak menjatuhkan pidana mati kepada pelaku tindak pidana korupsi. 

Ketiga pidana mati hanya mungkin dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana korupsi yang terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) selain pelanggaran terhadap pasal ini pidana mati tidak dapat dijatuhkan. Padahal delik dalam Pasal 2 ayat (1) lebih ringan dari pada delik dalam Pasal 3.

3. Menurut OC. Kaligis, Indonesia ini merupakan surga bagi para koruptor

Dengan sistem perekat bangsa, Pancasila dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga sebagai bangsa yang taat beragama dan menempatkan Ketuhanan di sila yang pertama, membuat pengadilan dan para algojo keadilan agak takut untuk membuat terobosan tentang perlu tidaknya hukuman Mati, berbeda sekali dengan negara Tiongkok.

*Mathius Utus Datang, SH., MH: Advokat dan Dewan Pertimbangan DPC Makassar 2020-2021

Telaah Tinjauan Yuridis, Hukuman Mati bagi Koruptor Bansos Covid-19?

RELATED ARTICLES

Most Popular