Jakarta, Verbivora.com – Semasa kuliah nampaknya menjadi suatu keharusan untuk menggeluti sebuah organisasi, entah itu organisasi intra kampus maupun ekstra kampus, semua kembali lagi kepada minat dan bakat yang kita miliki. Bisa juga karena sekedar mengikuti ajakan teman, kemudian menjadi jatuh cinta kepada organisasi maupun kader organisasinya.
Jatuh cinta kepada organisasi eksternal kampus memiliki dampak yang baik bagi pengembangan diri khususnya bagi perempuan. Ia akan belajar untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri, mengatur waktu, menyelesaikan tugas kuliah tepat waktu dan tetap memberikan kontribusi terhadap organisasi yang ia cintai itu.
Sepanjang proses tersebut, menjadikan aktivis perempuan berbeda dengan teman sebayanya yang tidak berorganisasi. Ia mengikuti perkembangan isu terkini, berdiskusi, dan berbagai aktivitas lain demi eksistensi organisasinya maupun pengembangan dirinya.
Sementara, jatuh cinta kepada kader organisasi menggabungkan idealisme perjuangan yang dipupuk bersamaan dengan indahnya masa muda yang dinikmati, menjadi warna tersendiri. Suka dan duka tentu ada, namun itu menjadi suatu proses yang turut mendewasakan para aktivis. Berikut tujuh keunggulan punya pacar seorang aktivis:
1. Dia adalah teman ngobrol yang menyenangkan
Hubungan kalian akan lebih menarik dengan mendiskusikan banyak hal, mulai dari basa-basi, urusan romansa sampai dengan urusan sosial, politik, agama maupun isu terbaru hingga tak jarang menyinggung teori konspirasi.
2. Pacaran cerdas, memupuk kehangatan dengan berdiskusi
“Kamu lagi apa, udah makan belum”. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat sangat basa-basi itu tidak akan terulang setiap jam kalau kekasihmu seorang aktivis. Tapi jangan kaget jika dia tiba-tiba bertanya “menurut kamu keadilan itu seperti apa? apa yang harus kita berantas dulu nih antara kemiskinan, keadilan, apa kesehatan?” Kita akan dibuat berdiskusi dan saling bertukar pendapat dengan topik yang bermanfaat. Disinilah kita akan mendapatkan keintiman dan keromantisan pacaran ala aktivis.
3. Terlihat cuek, tapi sekalinya ketemu ia akan sangat romantis
Dengan kesibukan yang menyita banyak waktu dan energi, ia pun jarang membagi kabar setiap harinya. Kalau kita tidak kerasan jangan sampai mengambil keputusan yang cepat untuk segera meninggalkannya, tapi, bertahanlah! Di balik sikapnya yang jarang peduli, sesungguhnya ia menyimpan rasa rindu yang tak terbendung.
Sayangnya rasa rindu yang ia miliki berbenturan dengan agenda perjuangan demi menyuarakan kepentingan masyarakat umum. Alhasil saat ada kesempatan untuk bertemu, ia akan memperlakukanmu dengan istimewa dan romantis.
4. Banyak pengagum, namun dia tetap setia bersamamu
Hal yang lumrah kalau seorang aktivis itu mempunyai seorang fans. Sewaktu-waktu dia akan dimintai foto bareng, fotonya akan diunggah di instastory ataupun feed instagram si penggemar. Sebagai pasangannya kita dituntut untuk tidak cemburuan dengan hal tersebut karena kita tidak bisa melarang hal itu. Tapi dia pun sadar bahwa dia memiliki kekasih, jadi jangan khawatir kalau menemukan hal seperti itu (ini masih debatable sih).
5. Perempuan aktivis itu mandiri, independen dan keibuan
Bagi kamu perempuan aktivis, kamu memiliki daya tarik tersendiri. Di mata laki-laki, seorang aktivis perempuan itu mempunyai karakter humanis yang tinggi, memiliki semangat juang menyuarakan hak-hak kaum minoritas yang luar biasa, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk curi-curi manja perhatian lawan jenis.
6. Perempuan aktivis adalah calon ibu dan guru yang tepat untuk buah hati kelak
Pengalaman seorang aktivis akan menjadi cerita yang menarik untuk diceritakan kepada buah hati kelak. Pelajaran tentang nilai dan moral untuk memperjuangkan suara minoritas, pasti akan turut diajarkan kepada anak-anak kalian nantinya. Jadi, bersyukur jika kekasihmu seorang aktivis yang kritis nan humanis. Suara kaum minoritas saja ia perjuangkan, apalagi suara hatimu.
7. Sering dibuat khawatir
Selalu ada momen dimana seorang aktivis harus rela meninggalkan jam perkuliahannya dikarenakan urusan yang sangat mendesak. Pertanyaan yang menghantui setiap kali dia bilang berhalangan kuliah, bagaimana dengan mata kuliah, nanti terlambat wisuda, kapan kerjanya kalau begitu dan kapan kita menikah? tentu kita hanya perlu mengingatkan risikonya apa bila meninggalkan tanggung jawab sebagai mahasiswa.
Hanya butuh saling mengerti, komunikasi dan saling mendukung agar hubungan bisa berjalan mulus di tengah kegiatan organisasi serta kewajiban kuliah yang padat. *(AR)