Impor Garam Merupakan Bentuk Pengabaian Pemerintah Terhadap Petambak Garam


Jakarta, Verbivora.com – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengatakan untuk masalah impor garam, telah diputuskan dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut pemerintah berencana mengimpor garam sebanyak 3,07 juta ton. 

Rencana impor garam tersebut akan dilakukan secara bertahap dimulai akhir maret ini. Menurut Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, alasan dilakukannya impor garam berkaitan dengan kualitas dan kuantitas garam lokal. Ia menjelaskan, pada dasarnya garam impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri. 

Menanggapi ini, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) menolak rencana impor dan meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kebijakan dengan keberpihakan pada petambak garam. 

Presidium Gerakan Kemasyarakatan PP PMKRI Alboin Samosir mengatakan, fenomana impor garam di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi, tercatat dalam beberapa kurun waktu terakhir Indonesia terus melakukan impor garam secara berkesinambungan dan cenderung meningkat setiap tahunnya.

Ia menjelaskan, data dari Badan Pusat Statistik mencatat realisasi impor garam RI sepanjang 2020 mencapai 2,61 juta ton dengan nilai mencapai US$ 94,55 juta, secara volume meningkat dibandingkan realisasi impor pada 2019 yang sebanyak 2,59 juta ton. Sementara, pada 2018 volume impor garam RI mencapai 2,84 juta ton atau setara dengan US$ 90,65 juta.

“Fenomena impor garam yang kian tahun kian subur semakin mempertegas hilangnya jati diri bangsa kita sebagai salah satu negara dengan bentangan pantai terluas di dunia, yang mana harusnya ini menjadi berkat untuk menggenjot produksi garam di Indonesia justru diabaikan,” ujarnya. 

Menurut Alboin, pemerintah berdalih keterbatasan stok menjadi alasan dilakukannya impor justu berbanding terbalik dengan melimpahnya stok garam di beberapa daerah, seperti stok garam di Jawa Timur mencapai 2,9 juta ton, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Serang mengatakan, produksi garam mencapai 400 ribu ton per tahun, pun hal yang sama terjadi di beberapa daerah. 

Dia menegaskan, alasan pemerintah mengatakan produk garam lokal kurang berkualitas dan tidak kontiniutas merupakan pengabaian relasi antara negara dengan petambak garam.

“Alasan ini setiap tahunnya seolah melegitimasi impor garam pemerintah, sementara disisi lain, pemerintah sangat minim memberikan pelatihan dan peningkatan SDM para petambak, stimulus dana yang minim, dan membuka akses pasar yang masih tertutup, serta minimnya proteksi sosial ekonomi,” jelasnya.

Lanjut Alboin, pola yang dilakukan pemerintah ini juga mempertegas bahwa kebijakan impor garam bersifat reaktif-responsif namun tidak konstruktif. 

“Pemerintah belum memiliki gambaran yang utuh terkait dengan pengelolaan garam di Indonesia, minim strategi, enggan berinovasi, dan keberpihakan kepada para petambak yang belum dimaksimalkan,” tuturnya.

“Oleh karena itu, kiranya kebijakan ini segera dihentikan karena sudah pasti kebijakan ini akan merugikan para petambak yang ada di Indonesia, salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah yakni memaksimalkan penyerapan garam lokal seraya berupaya meningkatkan kualitas garam tersebut,”tutupnya. *(JM)

RELATED ARTICLES

Most Popular