Foto. Dok. Pribadi |
JAKARTA, VERBIVORA.com-Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Yosep B. Badeoda, mengatakan perdagangan orang yang terjadi di Indonesia belakangan ini merupakan suatu kejahatan luar biasa.
Ia menyebut perdagangan orang sebagai kejahatan luar biasa karena dilakukan secara sistematis dan masif yang mengorbankan martabat kemanusiaan.
“Perdagangan orang adalah suatu jenis kejahatan luar biasa terhadap martabat manusia yang dilakukan secara sistematis dan masif”, kata anggota DPR RI yang membidangi Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia itu dalam rangkaian diskusi menyongsong dies natalis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ke-71 (20/04) di markas besar PMKRI, Menteng, Jakarta Pusat.
Namun, meski menyebut perdagangan orang sebagai kejahatan luar biasa, ia segera menimpali bahwa Undang-Undang tentang perdagangan orang hanya menegaskan perdagangan orang sebagai kejahatan biasa. “Tapi, sayangnya, Undang-Undang No. 21 Tahun 2017 memandang persoalan tersebut sebagai kejahatan biasa,” kata politisi Partai Demokrat tersebut dalam diskusi bertajuk “Perempuan Indonesia Dalam Prahara Perdagangan Orang” yang diadakan Lembaga Pemberdayaan Perempuan PP PMKRI.
Politisi dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur itu mengaku terkejut karena jumlah kasus perdagangan orang sejak 2014-2018 hanya 539 kasus sebagaimana yang dilaporkan oleh Kepolisian RI dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III.
“Dalam rapat dengar pendapat dengan Polri, kami mendapat laporan hanya ada 539 kasus yang dilaporkan terkait kasus tersebut,” akunya.
Menurutnya, ada yang salah dengan hal itu karena korban memilih untuk diam daripada melaporkan hal itu kepada pihak berwajib untuk diproses lebih lanjut.
“Korban diam dan persoalan tak terselesaikan. Ataukah, korban yang miskin dikriminalisasi oleh oknum-oknum pelaku,” katanya menerangkan.
Selain itu, Badeoda juga menyebut usaha untuk meminimalisir korban perdagangan orang merupakan tanggung jawab semua pihak. Menurutnya, pendekatannya tidak melulu hukum untuk menyudahi perdagangan orang, tetapi juga menuntut pendekatan budaya dan kemanusiaan.
“Perlu sinergisitas dari semua pihak. Media perlu memberitakan pemberitaan tentang bahaya perdagangan orang sehingga masyarakat disadarkan, tandasnya.
“Kesadaran akan bahaya itu harus juga dibangun melalui pendidikan dan seruan-seruan moral dari para tokoh masyarakat, tokoh adat, dan semua pihak terkait,” kata dia menjelaskan.
Senada dengan Badeoda, Restu Hapsari menyatakan beberapa alasan sehingga perdagangan orang menjadi begitu marak di negeri ini.
“Sistem hukum kita buruk untuk mengantisipasi kejatahatan tersebut, kurangnya pemahaman masyarakat tentang isu perdagangan orang, minimnya sosialisasi perundang-undangan perdangan orang, dan kemiskinan yang akut membuat orang berani menantang maut,” ujar Ketua Presidium PP PMKRI 2002-2004 tersebut (RN).